Nasional

Duh! Kementerian ESDM Bantah Tambang Biang Kerok Banjir Kalsel

apahabar.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah jika aktivitas pertambangan menjadi penyebab…

Kerugian akibat Banjir Kalsel ditaksir Rp1,3 triliun. Foto-dok

apahabar.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah jika aktivitas pertambangan menjadi penyebab banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Cuaca ekstrim yang menyebabkan banjir justru dinilai menjadi penghambat pasokan batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) di sejumlah daerah.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito di Kalimantan Selatan mencapai 6,2 juta hektare. Sedangkan luas wilayah izin tambang 1,8 juta hektare.

"Namun yang sudah dibuka sampai 2020 adalah 14 ribu hektare dan luas penggunaan lahan tambangnya 10 hektare. Jadi angka-angka itu memperlihatkan luas tambang saat ini (perbandingan lebih kecil) dengan luas DAS Barito," kata Ridwan dilansir Republika, belum lama tadi.

Bencana banjir ini, kata Ridwan, justru menyebabkan empat wilayah tambang di Kalsel terdampak.

Keempatnya adalah yang dikelola PT Prolindo, PT Binuang Mitra Bersama, PT Arutmin Indonesia, dan PT Bhumi Rantau Energi.

Menurut Ridwan, pemerintah juga akan memantau kewajiban reklamasi kepada penambang batu bara di sana. Menurutnya, reklamasi harus dilaksanakan sesuai kewajiban 100 persen.

Banjir yang meluas membuat akses jalan untuk mengirim batu bara ke dermaga terganggu.

Sampai di dermaga pun tidak selalu keluar izin berlayarnya karena gelombang tinggi yang mengakibatkan pengiriman ke pembangkit terlambat hingga sampai 7 hari.

Karena itu, pemerintah mencari pasokan lain dari tambang yang tidak kena banjir agar stok di PLN tidak terganggu dan pemadaman listrik bisa dihindari.

“Ada 4 perusahaan tambang yang terdampak banjir. Ketika (pasokan) Kalsel terkendala, kita cari ke Kalimantan Timur dan Sumsel," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono meminta pemerintah pusat untuk tidak terus-terusan menyalahkan anomali cuaca ekstrem sebagai biang kerok banjir.

Walhi sebelumnya memprediksi bencana ekologis bakal menerjang Kalsel mengingat separuh dari wilayahnya sudah dibebani izin tambang, dan perkebunan monokultur.

"Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," kata Kisworo kepada apahabar.com.

Walhi menemukan 814 lubang milik 157 perusahaan batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa ditutup kembali (reklamasi).

"Jadi, jangan hanya menyalahkan hujan. Harusnya Presiden Jokowi berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH, dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," ujar Kisworo.

Walhi melihat rusaknya ekosistem alami di daerah hulu sebagai area tangkapan air menjadi penyebab utama banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan ini.

"Seperti yang saya sampaikan pada tahun lalu, bahwa Kalsel ini darurat ruang dan ekologi," kata Kisworo.

Menurutnya, pemerintah mesti segera menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak kritis.

"Tanggap bencana, sebelum, pada saat dan pascabencana. Review perizinan dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar, sawit, HTI, HPH," katanya.

Termasuk meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Selatan.

Sehingga dalam wacana pembangunan jangka menengah dan panjang, pemerintah juga memperhitungkan daya tampung lingkungan hidup.

Lebih jauh, mengaudit lingkungan dan peninjauan izin-izin tambang bermasalah maupun yang belum beroperasi.

"Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang, dan Pengadilan Lingkungan," katanya.

Setali tiga uang, Pengamat Lingkungan Hidup, Drs Hamdi menilai faktor utama banjir Kalsel tak lepas dari degradasi lingkungan hidup.

"Hutan kita sudah sangat-sangat berkurang. Kebanyakan menjadi lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging dan perubahan fungsi menjadi kawasan tambang," katanya.

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin itu juga menyinggung luasan lahan gambut yang makin hari menyusut.

"Sekilas kita bisa lihat beberapa lahan gambut di Batola, Tapin dan HSS jadi kebun sawit," katanya.

Walau begitu, Hamdi tak menampik banjir parah yang melanda Kalsel tak lepas dari faktor anomali cuaca ekstrem.

"Tapi seandainya hutan kita bagus dan gambut kita terpelihara maka pohon dan lahan gambut tadi dapat menyerap air hujan dengan baik," katanya.

Agar tak menjadi bom waktu bagi masyarakat Kalsel, Hamdi meminta pemerintah segera berbenah diri menanggulangi krisis lingkungan hidup di Kalsel.

"Tinjau ulang masalah izin-izin tambang dan kebun sawit, moratorium izin tambang dan kebun sawit. Lakukan penghijauan dengan baik terhadap lahan-lahan kritis. Sekali lagi tidak sekadar menanam tapi dipelihara sehingga bisa tumbuh dengan baik. Untuk daerah rawa wajibkan bangunan dengan sistem panggung. Rawat dan pelihara sungai kita dan rawa kita," katanya.