Nasional

Dugaan Rasisme Mahasiswa Papua di Surabaya, GP Ansor Kalsel Bantah Keterlibatan Banser

apahabar.com, BANJARMASIN – PW Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kalsel tak melihat adanya keterlibatan Barisan Ansor Serbaguna…

Ilustrasi Banser Gerakan Pemuda Ansor. Foto: Antara

apahabar.com, BANJARMASIN – PW Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kalsel tak melihat adanya keterlibatan Barisan Ansor Serbaguna atau Banser Nahdlatul Ulama (NU) dalam aksi diskriminasi dan rasisme di asrama mahasiswa Papua, di Surabaya, 16-17 Agustus 2019 lalu.

“Sampai saat ini tudingan itu tak memiliki bukti faktual yang jelas,” ucap Ketua PW GP Ansor Kalsel, Teddy Suryana kepada apahabar.com, Selasa (27/8) sore.

Tuntutan pembubaran Banser NU, kata dia, termasuk dalam 7 tuntutan massa yang dimotori anggota DPD terpilih asal Papua, Yorrys Raweyai.

Namun, Yorrys pun membantah dirinya menyuarakan tuntutan pembubaran Banser NU tersebut.

“Beliau juga tak memahami mengapa poin itu masuk ke dalam 7 tuntutan itu,” ujarnya.

Secara institusi, ia merasa bingung. Mengingat, pihaknya tak pernah mengetahui secara pasti keterlibatan Banser NU pada kasus rasisme di Surabaya tersebut.

“Cuma disinyalir ada orang yang mempunyai kepentingan atau orang yang tak menerima keberadaan Banser. Mungkin kelompok tertentu yang merasa terganggu dengan konsistensi perjuangan kawan-kawan Banser,” tegasnya.

Selama ini, sambung dia, kehadiran Banser NU di Papua sangat diterima oleh masyarakat setempat.

Apalagi, Banser NU tak pernah memandang adanya perbedaan dalam falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Artinya, Bhineka Tunggal Ika merupakan hasil akhir bagi Banser NU. NKRI menjadi komitmen Banser NU.

“Di Papua saja kehadiran Banser NU cukup banyak,” ungkapnya.

Bahkan, September 2019 mendatang, Banser NU akan melakukan Pendidikan Kepemimpinan Lanjutan di Papua.

Ia mengakui Banser NU telah menjalankan prinsip-prinsip perjuangan sesuai dengan falsafah negara Pancasila dan berpegang teguh pada prinsip Ahli Sunnah Wa Jama’ah.

“Kita konsisten memperjuangkan Pancasila sebagai Falsafah negara kita. Kalau ada kelompok yang ingin merubah sebagai negara khilafah, maka kita sangat tak sependapat,” paparnya.

Pihaknya berharap agar masyarakat berkomitmen untuk bersatu dalam keberagaman. Harus saling menghargai dan menghormati serta bertoleransi. “Tanpa Papua, maka bukan Indonesia. Kita harus bersatu,” pungkasnya.

Baca Juga: Pertemuan Tokoh Papua dengan Presiden Jokowi Dapat Berikan Solusi

Baca Juga: Pasca Kisruh Pengepungan Mahasiswa Papua, Cipayung Plus dan Imapa Ajukan Beberapa Tuntutan

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah