BREAKING! Santri di Ponpes Banjarbaru Diduga Alami Pelecehan Seksual

Seorang santri pria berinisial ET (14) diduga mendapat pelecehan seksual di salah satu pondok pesantren di Liang Anggang, Banjarbaru. 

Ilustrasi pelecehan seksual kepada anak yang diancam hukuman berat sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARBARU - Seorang santri pria berinisial ET (14) diduga mendapat pelecehan seksual di salah satu pondok pesantren di kawasan Liang Anggang, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. 

Menurut orang tua ET, anaknya yang masih di bawah umur mendapat pelecehan sebanyak dua kali. Pertama pada Desember 2023 dan kedua pada 1 Februari 2024. 

"Di hari kejadian, dia menelepon kami pagi dengan meminjam handphone orang lain. Anak saya tiba-tiba minta pindah ponpes dengan mata berkaca - kaca, tapi tidak mau memberitahu alasannya," kata CR kepada sejumlah awak media, Sabtu (3/2). 

Heran dengan permintaan anaknya, CR terus mendesak ET untuk memberi alasan yang jelas. Hingga akhirnya ET memberitahukan jika dia mendapat perlakuan tak senonoh dari sejumlah pembina alias kakak-kakak tingkatnya. 

Mengetahui hal itu, CR langsung mengabari sanak saudaranya yang tinggal di Banjarbaru untuk segera menemui ET di Ponpes tersebut. Sebab, CR sendiri tinggal jauh yakni di Puruk Cahu, Murung Raya, Kalteng. 

Meski demikian, ia bersama istrinya langsung bertolak ke Ibu Kota Provinsi Kalsel guna menemui anaknya dan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Banjarbaru. 

"Kami langsung berangkat. Setelah perjalanan kira - kira 12 jam sampai Banjarbaru. Menunggu itikat baik dari pihak Ponpes. Namun selama 24 jam tidak ada itikat baik, jadi langsung melapor ke Polres Banjarbaru," ungkapnya kecewa. 

Saat melihat kondisi anaknya, ET tampak seperti anak dengan banyak beban pikiran. Dia khawatir ET trauma atas kejadian yang menimpanya. 

"Jelas trauma anak saya. Dia biasa banyak bicara, sekarang banyak diam. Kalau diajak ngobrol ngelamun," ujarnya. 

Selain mendengar pengakuan langsung dari ET, CR juga mendapat informasi dari saksi yang melihat langsung ET dilecehkan. 

Saksi itu merupakan sepupu ET, berinisial MN (14), yang tinggal satu kamar asrama. 

"MN melihat kejadiannya. Mereka memang seumuran, barengan masuk Ponpes dan satu kamar. Mereka sudah satu setengah tahun sekolah di sana. Sekarang pihak keluarga memutuskan untuk pindah sekolah saja," cetusnya. 

Ditemui media ini usai memberikan keterangan pada Unit PPA Polres Banjarbaru, MN membenarkan pelecehan itu. 

Dia bercerita pada kejadian pertama terjadi di dalam kamar mereka. Sedang kejadian kedua terjadi di gedung baru Ponpes. 

"Pertama di Desember 2023, pas ulun (saya) jaga malam terus masuk kamar tidur, nggak lama kebangun dan langsung melihat ET diciumin di pipi, dan bibirnya saat ET tidur. Saya lihat sampai selesai, sampai kakak pembina keluar dari kamar kami," ceritanya. 

MN meyakini hanya dia yang melihat kejadian tak senonoh itu, sebab santri lain sedang tidur. 

"Kedua, pada Kamis subuh kemarin. Pulang kami pulang dari masjid sekitar jam 05.30 Wita, ada pengurus asrama yang mencari ET katanya disuruh ke gedung baru," ceritanya. 

Lantas, ET yang kala itu sedang berjalan bareng MN sepulang dari masjid pun langsung meninggalkan sepupunya sendirian dan menemui pembina yang memanggilnya. 

"Saya langsung ke kamar ambil Al-Qur'an kan mau ngaji. Si ET nggak ikut, dia datangi kakak pembina," ucap MN. 

Setelah mengaji, MN bertemu ET di kamar asrama mereka. Di sana ET menceritakan semua kejadian yang menimpanya. 

"Cerita ET. Awalnya pelaku mencari dia untuk disuruh memijat pelaku, lalu tangan ET diarahkan ke kelamin pelaku, ET menolak. Kemudian diajak pelaku naik ke lantai dua. Di sana, pelaku meminta ET mengoral alat kelamin pelaku. ET melawan lalu kabur," jelas MN menceritakan. 

Mengetahui hal itu, MN selaku sepupunya meminta ET untuk melaporkannya ke pihak Ponpes. 

"Kejadian pertama itu dibiarkan, mungkin karena takut juga. Yang kedua ini kami laporkan, tapi kata pihak sekolah nanti ditindaklanjuti dan kami disuruh ke kamar. ET menelepon orang tuanya. Nggak lama mama saya datang dan menjemput kami," ungkapnya.

Ironisnya, MN juga pernah melihat korban lain yang diperlakukan tak senonoh oleh pelaku. Tak hanya sekali, tapi dua kali.  

"Korban lain itu lapor ke organisasi dan pelaku dapat hukuman dari organisasi. Tapi pihak ponpes tidak tahu jadi tidak ada hukuman dari ponpes," terangnya.

Bahkan MN juga mengenal para pelaku. Kejadian pertama yang menimpa ET, pelaku berinisial M, sementara pelaku pada kejadian terakhir berinisial R. 

"Kalau pelaku korban lain yang saya tahu, di kejadian pertama berinisial A, kejadian kedua B. Jadi beda-beda pelakunya. Mereka pembina atau pengurus asrama, tapi bukan asrama kami," tuntasnya. 

Sementara itu, orang tua MN yang juga tante dari ET berinisial A (34) langsung menuju ponpes dan menjemput anak serta keponakannya. 

"Saya di sana meminta mereka berdua mengambil barang-barangnya dan pulang. Lalu dari pihak Ponpes ada yang meminta saya membicarakan masalah ini ke kantor, tapi saya tidak mau. Saya minta bertemu dengan pelaku, tapi sampai satu jam menunggu, pelaku tidak datang," katanya. 

Hal itu membuat A heran. Meski pelaku masih berada di lingkungan ponpes, tidak ada satu orang pun yang dapat memanggil untuk menemukannya dengan A. 

"Seharusnya gampang, ya tinggal dicari anaknya kan di ponpes, tapi sampai satu jam saya tunggu nggak datang. Kami pulang," ungkap A kecewa. 

Sedang alasan ia tak mau berdiskusi dengan pihak ponpes, karena A takut terbujuk dengan mediasi. 

"Karena yang saya tahu, masalah - masalah sebelumnya di Ponpes itu selalu berakhir damai. Seandainya pondok beritikat baik, seharusnya setelah mendapat laporan dari anak-anank langsung menghubungi ke orang tuanya. Ini sampai lewat 24 jam tidak ada pihak Ponpes yang menghubungi," tuturnya. 

Oleh sebab itu, keluarga bersepakat membawa kejadian ini ke jalur hukum. Bukan tanpa alasan, A merasa takut ET akan menjadi pelaku dikemudian hari jika tidak berani mengungkapkannya sekarang. 

"Untungnya anak-anak kami berani speak-up, baru terbuka mereka ini. Saya tidak mau damai. Dengan predator tidak ada damai. Apalagi tidak ada itikat baiknya minta maaf ke kami. Kami juga ga mau ada korban lainnya," ucap A kecewa.

Pihak Ponpes Angkat Bicara

Dikonfirmasi terpisah, perwakilan ponpes, ARM (28), membenarkan adanya kejadian dugaan pelecehan tersebut. Hal ini diketahui setelah adanya laporan dari korban.

"Ya, ada. Sedang kami tindaklanjuti. Baru ketahuan ini," ungkapnya kepada apahabar.com

Pihak ponpes juga telah memanggil terduga para pelaku. Meski awalnya mengelak, tapi akhirnya pelaku mengakui perbuatannya. 

"Pelakunya dua, pengakuan mereka bercanda, tapi tidak mungkin hal seperti ini candaan, setelah kami tanya lagi akhirnya mereka mengakui," terangnya.

Oleh sebab itu, pihak Ponpes, kata ARM, mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan pelaku. 

"Kita tindak tegas. Pelaku kita berhentikan. Karena kasusnya ini secara tidak langsung melanggar hukum Islam. Apalagi kita Ponpes. Kami akan sampaikan juga ke orang tua pelaku," tegasnya.

Hukuman berat itu diambil agar ada efek jera dan kejadian yang sama tidak lagi terjadi.

"Kejadian ini sangat disayangkan, kami sudah menjaga dan mengawasi sebisa mungkin tapi tetap lolos juga. Kami dewan guru sangat terpukul. Kami juga masih menunggu info dari Polres, kita kooperatif saja," tuntasnya.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Banjarbaru, AKP Syahruji membenarkan ihwal adanya laporan dugaan pelecehan seksual itu.

"Betul ada laporan masuk, saat ini sedang berproses," tegasnya.

Sebagai informasi, korban ET bersama keluarganya melaporkan dugaan pelecehan tersebut ke Polres Banjarbaru pada Jumat (2/2) kemarin. Di sana, ET juga MN sebagai saksi memberi keterangan di Unit PPA. Sehingga saat ini, laporan tengah berproses di kepolisian setempat.