Kalsel

Ditantang Ovie-Iwansyah di Pilkada Banjarbaru 2020, Nasib Incumbent Ditentukan Hasil Survei

apahabar.com, BANJARMASIN – Aditya Mufti Ariffin atau Ovie dan AR Iwansyah secara terang-terangan mendeklarasikan diri maju…

Aditya Mufti Ariffin dan AR. Iwansyah mantap maju di Pilkada Banjarbaru, September 2020. Foto-apahabar.com/Nurul Mufidah

apahabar.com, BANJARMASIN – Aditya Mufti Ariffin atau Ovie dan AR Iwansyah secara terang-terangan mendeklarasikan diri maju sebagai bakal calon wali kota dan wakil wali kota Banjarbaru di Pilkada serentak 2020 mendatang.

Lantas, bagaimana kekuatan keduanya dan posisi incumbent di Pilkada 2020 nanti?

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik FISIP ULM, Taufik Arbain menilai kemunculan Ovie pada kontestasi politik Banjarbaru 2020 mendatang dinilai sangat menarik. Selain memiliki modal politik yang cukup kuat, yakni menjabat sebagai ketua DPW PPP Kalsel, Banjarbaru juga merupakan basis pemilih Ovie pada Pileg 2019 lalu. Sekalipun, ia gagal melenggang ke Senayan.

Belum lagi, ditopang dengan sosok Iwansyah yang memiliki modal politik sebagai ketua DPD Partai Golkar Banjarbaru.

“Iwansyah juga memiliki basis pemilih yang relatif mengakar,” ucap Direktur Lembaga Survei Banua Meter ini kepada apahabar.com, Kamis (11/7).

Meskipun, kata dia, terdapat partai Gerindra yang keluar sebagai pemenang di Pemilu 2019 lalu.

Namun, bukan berarti kemenangan itu menunjukan bahwa Gerindra memiliki kekuatan yang signifikan. Semua dikarenakan adanya perbedaan pandangan terhadap figur.

“Sebab, Gerindra besar di Banjarbaru disebabkan oleh emosional terhadap calon presiden,” tegasnya.

Sementara, pemilih PPP dan Golkar itu berhubungan langsung dengan figur yang sangat signifikan di Pilkada 2020 nanti. Yakni, Ovie dan Iwansyah.

“Saya kira Ovie adalah salah satu alternatif yang menjadi penantang kuat terhadap incumbent dibandingkan calon lainnya. Apalagi berpasangan dengan Iwansyah,” cetusnya.

Meskipun akan memungkinkan juga muncul nama baru. Hanya saja, elektabilitas Ovie dan Iwansyah akan dibayangi oleh Nadjmi-Darmawan Jaya apabila keduanya masih berpasangan di Pilkada 2020 mendatang.

“Tinggal seberapa intens Ovie bisa mengamankan rawatan pemilih dari partainya. Di samping pemilih-pemilih yang lain,” ujarnya.

Majunya Ovie dan Iwansyah dinilai memadukan antara kelompok milenial yang berpengalaman dan progres dengan kelompok relatif tua yang memiliki jejaring luas. Keduanya pun, sambung dia, memiliki pengalaman yang relatif signifikan terhadap kebijakan pembangunan dan pemerintahan.

Meskipun pasangan Nadjmi-Darmawan Jaya menang lewat jalur independen di Pilkada 2015 silam, namun bukan disebabkan oleh konstituen di partai politik, tetapi karena figur. Kemudian, kebetulan kans saingan Nadjmi-Darmawan kala itu kapasitasnya dinilai lebih rendah.

Adapun di Pilkada nanti, sang petahana akan berhadapan dengan lawan politik yang berbeda. Lawan hari ini, yaitu lebih memiliki kapasitas figur yang mempuni dan cukup kompetitif. Juga memiliki konstituen yang dirawat lewat partai politik. Sehingga, lawan Nadjmi sedikit berbeda dengan lawan di Pilkada 2015 lalu. Artinya Ovie-Iwansyah lebih kompetitif dan marketible.

“Juga memiliki modal sosial rawatan partai. Nadjmi mesti memiliki strategi politik khusus untuk menghadapi lawannya hari ini. Karena dia berhadapan dengan figur yang jauh dengan lawan di Pilkada 2015 silam,” Paparnya.

Sayangnya, Taufik Arbain tak bisa memaparkan tingkat elektabilitas keduanya. Bukan tanpa alasan, lantaran harus adanya survei politik terlebih dahulu. Meskipun, terdapat dua hal terkait elektabilitas di dalam diri sang incumbent.

Misalnya, tambah dia, hasil survei Bupati Hulu Sungai Selatan Fikri sebelum maju Pilkada sebesar 70 persen. Kemudian, hasil survei sang incumbent Bupati Tanah Laut (Tala) Bambang Alamsyah sebelum Pilkada hanya mencapai 50,1 persen.

Selanjutnya, hasil survei sang incumbent Bupati Tapin yang berada pada angka 37 persen, sehingga direkomendasikan untuk melawan kotak kosong.

Jadi, incumbent bisa berada di bawah 50 persen dan bisa juga berada jauh di atas 50 persen atau fifty-fifty.

Tergantung respon publik terhadap kepemimpinannya. Seandainya hasil survei sang incumbent itu berada di bawah 50 persen menjelang Pilkada, maka itu sangat gampang untuk dilawan. Artinya, kepercayaan publik terhadap kinerjanya selama ini kurang.

Sedangkan apabila berada di angka lebih 70 persen, maka relatif sulit untuk dilawan. Tapi apabila berada di tengah-tengah atau 50 persen, itu mudah dilawan dengan menggunakan strategi khusus.

“Saya kira tiga hal itu sangat mudah memetakan kapan melawan, kapan dilawan dan kapan diserang,” tandasnya.

Baca Juga: Pilkada Banjarbaru, Duet Ovie-Iwansyah Bisa Jegal Calon Petahana

Baca Juga: Kejutan, Ovie-Iwan Bulat Maju Pilkada Serentak 2020

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah