Nasional

Diserang Pasukan Hantu, Politisi Partai Demokrat Benny K Harman Malah Senang : Mereka Bisa Dapat Honor!

apahabar.com, JAKARTA – Pasukan hantu yang biasa disebut buzzer Rp menyerang kelompok atau siapa saja orang-orang…

Benny K Harman Politisi Partai Demokrat (foto: Spiritriau.com)

apahabar.com, JAKARTA – Pasukan hantu yang biasa disebut buzzer Rp menyerang kelompok atau siapa saja orang-orang yang bersuara keras menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Salah satu yang kembali mendapat serangan pasukan hantu buzzer Rp adalah politisi Partai Demokrat Benny K Harman.

“Waah waaah pasukan hantu mulai menyerang lagi. Saya senang, karena dengan itu mereka dapat tambahan honor. Maklumlah karena Covid ini, susah dapat kerjaan. Pasti cukong2nya yang membiayai. Rakyat Monitor!” tulis Benny dalam akun Twitter-nya @BennyHarmanID, yang dikutip dari viva.co.id, Senin (19/10/2020).

Benny K Harman mengaku diserang kembali oleh sejumlah pasukan hantu. Hal ini salah satu penyebabnya adalah karena Benny dan Demokrat secara tegas menolak kehadiran Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Baca Juga : Viral Video Detik-detik Puan Maharani Diduga Matikan Mic Irwan Fecho di Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja

Bukannya kesal, Benny justru merasa senang karena itu bisa mendatangkan uang bagi pihak yang dia sebut pasukan hantu. Dia menuding ada pihak yang berperan mendanai pasukan hantu untuk menyerangnya.

Saat rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja di DPR, Benny termasuk salah satu dari Fraksi Partai Demokrat yang mengajukan keberatan kepada pimpinan sidang saat itu. Tetapi apa yang disampaikan Benny K Harman waktu itu tak dipedulikan pimpinan sidang Aziz Syamsuddin.

Bahkan waktu itu, sempat terjadi drama Puan Maharani mematikan microfon saat Irwan Fecho anggota dari Fraksi Demokrat menyampaikan keberatan atas RUU Cipta Kerja. Video Puan Maharani mematikan mic tersebut sempat menjadi viral di media sosial.

Benny juga menyindir Omnibus Law yang polemik dan pro-kontranya justru menjadi ladang pekerjaan untuk para pendengung di media sosial alias buzzer Rp yang mendukung UU itu.

Para buzzer, katanya, bisa membuat badan usaha untuk bertarung di media sosial sekaligus mendukung kebijakan pemerintah yang bersifat otoriter.

“Ada kabar baru. Apa itu? UU Ciptaker ternyata membuka peluang bagi para buzzers untuk membentuk badan usaha dgn fokus kegiatannya ialah memproduksi dan menyebarluaskan hoaks. Jasa seperti ini sangat laris manis di negara yg memiliki pemerintahan otoriter. Liberte!” ujar Benny

Baca Juga : Nikita Mirzani Sindir Puan Maharani Matikan Mik, Pendukung Putri Megawati Pun Siapkan 100 Pengacara

Partai Demokrat, dan PKS, tegas menolak pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Benny menjadi sosok yang memimpin aksi walk out Fraksi Partai Demokrat karena menolak pengesahan Omnibus Law saat rapat Paripurna DPR RI pada 5 Oktober 2020.

Blak-blakan

Benny K Harman blak-blakan terkait proses pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja di DPR RI.

Dia menyebutkan beberapa situasi yang terjadi dalam pembahasan RUU yang kini telah disahkan DPR menjadi Undang Undang.

Diantaranya terkait naskah RUU yang tidak dibacakan, dan hanya ditandatangani bgian depannya saja.

”Pembahasan itu kan di Panja. Dari panja diserahkan ke Timus dan Timsin. Hasil kerja Timus dan Timsin itu dilaporkan ke Panja. Pengambilan keputusan tingkat 1, harus ada naskahnya wajib itu, dan naskah itu harus dibacakan, tidak hanya halaman depan dibacakan dan ditandatangani. Yang terjadi adalah penandatanganan saat raker tigkat 1, hanya bagian depannya saja,” ungkap Benny saat ditanyai Najwa Shihab pada acara Mata Najwa yang ditayangkan Trans7 pada Rabu (14/10/2020) lalu.

Yang kedua, lanjut Benny K Harman, saat rapat paripurna, wajib itu dibagikan naskahnya. ”Itu wajib itu, itu UU itu. Di peraturan Tatib juga ditulis itu, ya, masalahnya adalah, apakah naskah yang telah disetujui di dewan, satu saya mau ingatkan, memang tidak ada naskah yang disetujui di rapat paripurna pengambilan keputusan tingkat 2,” imbuh dia lagi.

Benny juga menjelaskan, pihaknya tidak menafikan terjadi proses perubahan naskah UU setelah disahkan di paripurna.

”Apakah naskah yang telah disetujui di paripurna bisa diubah? Bisa diubah, sepanjang rapat paripurna itu memberikan mandat kepada alat kelengkapan dewan, dalam hal ini Panja atau Baleg untuk melakukan penyempurnaan atau perbaikan, itu boleh. Tapi kalau ada perubahan substansi, perubahan itu wajib dikembalikan ke rapat paripurna untuk mendapat persetujuan. Tidak boleh diubah begitu saja,” kata dia.

Editor : El Achmad