PLN UIKI Kalimantan

Dirut PLN Ajak Negara Anggota G20 Dukung Transisi Energi di RI Lewat Skema ETM

apahabar.com, BANJARMASIN – Di depan delegasi G20, PLN pastikan keterlibatan investasi global dalam transisi energi di…

Oleh Syarif
PT PLN (Persero) memastikan kepada dunia bahwa berinvestasi di Indonesia, khususnya proyek transisi energi, bisa memberikan keuntungan yang menarik.Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Di depan delegasi G20, PLN pastikan keterlibatan investasi global dalam transisi energi di Indonesia bisa memberikan keuntungan.

PT PLN (Persero) memastikan kepada dunia bahwa berinvestasi di Indonesia, khususnya proyek transisi energi, bisa memberikan keuntungan yang menarik.

Upaya keterlibatan global dalam proyek transisi energi di Indonesia juga sejalan dengan cita cita dunia dalam mencapai Carbon Neutral 2060.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan ada banyak langkah yang sudah dilakukan PLN dalam upaya mengurangi emisi karbon.

Dalam Gala Seminar G20 Side Event Series bersama perwakilan Psrserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Standard Chartered, dan International Finance Corporation (IFC), ia menegaskan transisi energi tidak bisa dilakukan sendiri oleh PLN.

“Peran serta global dalam mewujudkan target carbon neutral sangat penting. Karena emisi karbon yang dihasilkan Indonesia tetap akan berpengaruh pada dunia. Maka perlu langkah kolaborasi bersama,” ujar Darmawan.

Darmawan memahami jika pasar global ingin terlibat dalam proyek transisi energi di Indonesia perlu iklim investasi yang mendukung. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah mendeklarasikan Energi Transition Mechanism (ETM) yang menjadi salah satu instrumen pembiayaan untuk proyek transisi energi.

“Kita perlu membangun lingkungan yang kondusif untuk investasi dengan kontrak yang fair dan bisa menjamin keuntungan bersama. Indonesia sudah punya program ETM. Kita ajukan skema investasi hijau yang menguntungkan secara komersial,” ujar Darmawan.

UN Special Envoy for Climate Action and Finance, Mark Carney menjelaskan negara G20 menjadi salah satu pemegang kendali dalam berhasilnya target pengurangan emisi karbon secara global. Ia sangat mendorong keterlibatan aktif negara G20 dan kolaborasi antara negara G20 dalam menciptakan langkah strategis mencapai target transisi energi.

“Kami di UN sangat mendukung langkah Indonesia dalam mencapai pengurangan emisi. Kami rasa perlu keterlibatan aktif semua negara dalam bergotong royong mengurangi emisi global,” ujar Carney.

Carney menilai saat ini banyak peluang pendanaan yang bisa dimanfaatkan khususnya oleh negara berkembang seperti Indonesia. “Perlu ada langkah strategis dari semua pihak untuk bisa melakukan unlock capital yang saat ini ada,” tambah Carney.

Standard Chartered Chief Executive Bill Winters juga menilai proyek transisi energi yang dilakukan PLN dan Indonesia saat ini mendapatkan respons positif dari dunia. Ia pun memastikan dukungannya kepada Indonesia atas rencana pengurangan emisi global.

“Kita sudah memetakan langkah apa saja yang bisa kita kerjasamakan. Perlu ada penguatan data potensi dan juga rencana perbaikan iklim investasi agar kita bisa mencapai misi bersama ini,” ujar Winters.

Kepercayaan global terhadap proyek transisi energi di Indonesia sudah terjalin dari beberapa proyek EBT yang berlangsung. Seperti misalnya, keterlibatan Asian Development Bank (ADB) dalam beberapa proyek pengembangan pembangkit EBT di PLN.

Selain itu, PLN sempat mendapatkan dukungan pendanaan dari sindikasi tiga bank internasional yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Cirata yang merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 145 MWAc.

PLN juga mendapatkan kucuran pendanaan senilai USD 380 juta dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group untuk proyek PLTA Upper Cisokan melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA).

Selain itu pembangkit dengan kapasitas 1.040 MW ini direncanakan bakal didanai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) senilai USD 230 juta dalam bentuk co-financing dengan World Bank dengan skema serupa.