Kalsel

Diprotes Walhi-Jatam, Arutmin Akhirnya Buka Suara soal IUPK Baru

apahabar.com, PELAIHARI – Perpanjangan kontrak tambang PT Arutmin Indonesia menuai protes keras Wahana Lingkungan Hidup Indonesia…

Ilustrasi pertambangan batu bara. Foto-Peabody Energy, Inc/Wikimedia Commons

apahabar.com, PELAIHARI – Perpanjangan kontrak tambang PT Arutmin Indonesia menuai protes keras Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Sebagaimana diketahui, kontrak perusahaan tambang milik Grup Bakrie di bawah naungan PT Bumi Resources (BUMI) ini berakhir 1 November kemarin.

Kurang lebih setahun menantikan, pemerintah akhirnya merestui perpanjangan PT Arutmin Indonesia selaku pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara generasi pertama.

Surat keputusan (SK) izin usaha pertambangan khusus atau IUPK baru diterbitkan sehari setelah kontrak habis, Senin (2/11).

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan, seperti dilansir CNBC Indonesia, mengatakan IUPK Arutmin berlaku mulai 2 November 2020 hingga 2 November 2030.

“1X10 tahun,” ujarnya saat ditanya periode masa berlaku IUPK ini.

Kontrak Arutmin Resmi Diperpanjang: Jatam Kehabisan Kata, Walhi Ikut Menyayangkan

Lantas, apa kata manajemen Arutmin?

Senior External Affairs PT Arutmin Indonesia, Muhammad Agri, kepada apahabar.com, mengatakan pihaknya akan patuh dan taat atas aturan pemerintah.

“Kami yang menjadi persyaratan oleh pemerintah semua sudah kami penuhi,” kata Agri dihubungi via Whatsapp, Selasa (3/11) siang.

Bahkan menurut dia, syarat sesuai Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan peraturan pelaksananya sudah dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Namun Agri tak menjabarkan lebih jauh.

Arutmin, kata dia, mempercayai bahwa pemerintah akan melaksanakan aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah sendiri.

“Kami percaya bahwa pemerintah telah melakukan evaluasi seluruh kinerja kami,” singkatnya.

Dokumen perpanjangan operasional kontrak PKP2B PT Arutmin Indonesia telah diajukan sejak Oktober 2019. Luas tambang Arutmin dilaporkan 57.107 hektare.

PKP2B Arutmin sendiri tersebar di tiga kabupaten di Kalsel, yakni Tanah Laut di Jorong, dan Kintap, Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru.

Jatam mendesak pemerintah menghentikan aktivitas produksi batu bara Arutmin karena kontrak tambang Arutmin telah habis 1 November kemarin.

“Hentikan segera mungkin, dan lakukan evaluasi,” ujar Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang kepada apahabar.com, tadi malam.

Peraturan pelaksana sesuai UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang sudah direvisi menjadi UU Minerba Nomor 3/2020 juga belum keluar.

UU Minerba yang baru dianggap Rupang memberikan kesan pemerintah memberikan karpet merah kepada pengusaha tambang.

Terlebih ada pasal tentang perpanjangan otomatis. Apalagi pengesahannya menuai polemik serta penolakan dari masyarakat sipil.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

“Jadi mereka berlindung di balik pasal tersebut untuk tetap berproduksi. Ini jelas bermasalah karena peraturan pelaksana UU Minerba yang baru belum ada,” ujarnya.

Senada, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menilai mestinya pemerintah mengevaluasi terlebih dahulu sebelum memberikan perpanjangan kontrak baru PT Arutmin.

“Apa lagi material sumber daya alam ada di daerah. Daerah juga harus dilibatkan,” jelasnya dihubungi, Selasa (3/11).

Jika mengacu UU Nomor 4/2009 atau UU Minerba yang lama pemerintah sejatinya memiliki tiga opsi sebelum melakukan perpanjangan.

“Kembalikan ke negara, dievaluasi atau audit setiap habis kontrak, dan jika layak diperpanjang melalui lelang,” ujarnya.

Arutmin Habis Kontrak, Jatam: Setop Produksi Batu Bara!