Opini

Dipisah ADARO, PAMA Dalam Ingatan Publik

Dipisah dan berpisah itu sama saja. Dalam rumus penciptaan sistem kehidupan kita akan berpisah. Jika tidak,…

Cerainya Adaro-Pama diyakini bakal berimbas ke nasib sekira empat ribu karyawan dan keluarganya. Foto ilustrasi: Istimewa

Dipisah dan berpisah itu sama saja. Dalam rumus penciptaan sistem kehidupan kita akan berpisah. Jika tidak, maka akan terpisah. Berpisah adalah takdir dunia, melawannya adalah percuma.

Oleh: Erlina Effendi Ilas

SEPERTI sekuat apapun pernikahan diikatkan dalam jalinan cinta suci, pada waktunya akan terenggut juga. Kematian meminta agar kehidupan dikembalikan pada pemiliknya melalui pintu kematian.

Dua bulan sudah wajah media kita dihiasi berita cerainya Adaro-Pama. Sekira empat ribu karyawan Pama dan keluarganya terimbas. Karyawan yang masih bersama Pama akan dibawa serta ke tempat peruntungan baru. Dan bagi yang bertahan diberikan hak nya sebagaimana regulasi mengaturnya.

Dinamika organisasi semacam itu biasa saja. Siapa yang datang dan pergi itu hal lumrah saja. Hal yang tak biasa adalah siapa yang meninggalkan jejak kebaikan dan kepedulian selama dalam kebersamaan.

Siapa tak kenal Pama site Adaro. Selain dikenal sebagai kontraktor utama Adaro dengan pengalaman penambangan yang terbaik, Pama juga perusahaan yang aktivitasnya CSR nya melampaui pakem perusahaan lainnya.

Ketika perusahaan lain begitu kaku dan statis memanage kepedulian sosialnya, Pama sangat fleksibel dan adaftif dengan lingkungannya.

Ketika perusahaan lain hanya bisa berbagi dengan apa yang sudah tertuang dalam kesepakatan tertentu, program Pama justru banyak di luar dari apa yang telah dikunci atas nama program.

Ketika perusahaan lain sangat birokratif, Pama dapat shortcut dan bergerak cepat. Sementara perusahaan besar lainnya terpasung aturan internalnya yang mesti melewati birokrasi yang tidak menyediakan tempat kepedulian didistribusikan pada timing yang tepat.

Lain lubuk lain ikannya. Begitu pepatah dalam lagu Rhoma Irama. Lain perusahaan lain pemahamannya. Satu perusahaan bisa memaknai kepedulian sebagai investasi sosial yang sangat berkorelasi dengan keuntungan, namun juga perusahaan lainnya banyak yang menganggap kepedulian sosial sebagai formalitas yang harus dirumuskan dalam SOP kepeduliannya. Proses birokrasi dibikin panjang agar kepedulian dalam setahun tidak bisa lebih banyak.

Kita tak bisa mempengaruhi agar perusahaan-perusahaan tambang itu mempraktikkan kepedulian sosialnya menjadi lebih sederhana. Karena tiap perusahaan memiliki value dan fatsun yang berbeda-beda.

Ada yang menjadikan kepedulian sosial sebagai formalitas belaka, ada pula yang memandang sebaliknya, lebih kepada rasa yang masyarakat dapatkan.

Terlepas dari itu semua setidaknya entitas korporasi dapat menjadikan Pama sebagai cermin. Hal apapun dari nilai-nilai kebaikan yang diaktualisasikan Pama selama ini dapat ditiru oleh entitas usaha pertambangan lainnya.

Kita tak perlu membandingkan apapun, karena memang itu tidak menyentuh isi dari harapan siapapun. Tapi siapapun dapat bercerita, perusahaan mana yang sudah berbagi sapi kurban di tiap Idul Fitri.

Perusahaan mana yang concern kepada duafa dan anak yatim. Perusahaan mana yang maju lebih dulu dan mundur paling belakang ketika ada bencana.

Tak perlu dibandingkan, tapi dinding publik kemanusiaan memiliki rasa walau tak memiliki catatan apapun untuk sekadar merasakan sebuah kehadiran perusahaan.

Dengan demikian sebuah keberadaan tiap-tiap korporasi tidak saja mampu memberikan nilai tambah kepada penyelenggara pemerintahan dan pemerintah di daerah, tapi juga meninggalkan cerita indah lebih dari sekadar karangan yang pernah dituliskan oleh siapapun.

Daerah ini membutuhkan aset-aset investasi yang minimal seperti Pama. Agar kebaikan perusahaan dan stakholdersnya dapat saling menguntungkan dan mendukung.

Dukungan sosial masyarakat kepada entitas perusahaan bukan tanpa nilai, itu harga mahal yang harusnya tidak boleh dianggap angin lalu. Dukungan sosial masyarakat sadar atau sadar pasti membuat investasi lebih low cost. Lalau siapa yang untung?

Pada akhirnya, bukan soal siapa yang mencerai Pama dan mengganti Pama. Tapi soal siapa yang mampu bertanam peduli dan kebaikan tanpa harus dihadapkan pada alasan birokratif. Pama tetap dalam ingatan kebaikan. (*)

Penulis adalah Ketua KS2 & Yayasan Sayangi Sesama Tabalong

Catatan redaksi: Isi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis