Nasional

Dinilai Sakral, Peneliti Sesalkan Penggunaan Mahkota Burung Cenderawasih Saat Kampanye

apahabar.com, JAYAPURA – Penggunaan mahkota burung Cenderawasih saat kampanye ternyata dilarang. Sebab, hal ini dianggap sakral,…

Ilustrasi mahkota burung Cenderawasih. foto-net

apahabar.com, JAYAPURA – Penggunaan mahkota burung Cenderawasih saat kampanye ternyata dilarang. Sebab, hal ini dianggap sakral, dipakai khusus kepala adat untuk acara tertentu.

Pemerintah Provinsi Papua sendiri telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 660.1/6501/SET tanggal 5 Juni 2017 tentang Larangan Penggunaan Burung Cenderawasih sebagai Aksesori dan Cenderamata.

Baca Juga:Komunitas LGBT Kabur dari Brunei, Hindari Hukuman Rajam Mati

Namun saat kampanye masih ada salah satu calon yang menggunakannya saat kampanye.

Hal ini sangat disesalkan oleh peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto. Ia melarang penggunaan hiasan kepala atau mahkota burung cenderawasih saat kampanye terbuka baik kampanye legislatif maupun presiden.

Hari menjelaskan dalam kampanye terbuka itu, seperti dikutip dari Antara, hiasan kepala atau mahkota burung cenderawasih tidak boleh dikenakan sembarang.

“Mahkota burung cenderawasih bukan hanya sebatas benda budaya Papua tetapi identitas Papua,” kata Hari Suroto, Selasa (02/04/2019).

Hari mengatakan, pada kampanye terbuka, Rabu, 27 Maret 2019 di Manokwari, Papua Barat, calon wakil presiden nomor urut 02 dan salah satu anggota tim kampanye, terlihat mengenakan mahkota burung cenderawasih.

Dalam adat Papua, kata dia, mahkota burung cenderawasih hanya boleh dikenakan oleh tokoh adat seperti ondoafi untuk daerah pesisir atau kepala suku untuk wilayah pegunungan, itupun dipakai hanya pada saat acara adat atau sakral.

“Yang disayangkan adalah sudah memakai baju beratribut partai politik, tetapi masih memakai mahkota burung cenderawasih,” sesalnya.

Namun, menurut dia, dalam surat edaran yang telah diterbitkan pemerintah setempat hanya memperbolehkan penggunaan burung cenderawasih asli dalam setiap proses adat istiadat yang bersifat sakral.

“Untuk itu, tidak seharusnya mahkota burung cenderawasih asli dikenakan dalam acara politik praktis,” pungkasnya.

Baca Juga: Gali Prosuder Seleksi Pejabat, KPK Tanya Mantan Sekjen Kemenag

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin