Tak Berkategori

DIMUTASI! Jaksa Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM

apahabar.com, BANJARMASIN – Seliya Yustika dimutasi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel. Seliya salah satu jaksa yang…

VDPS korban pemerkosaan polisi di Banjarmasin mengaku sempat diminta jaksa untuk tak melaporkan kasusnya ke kampus. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN – Seliya Yustika dimutasi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel. Seliya salah satu jaksa yang menangani kasus pemerkosaan VDPS (25).

VDPS menjadi korban pemerkosaan Bripka Bayu Tamtomo. Bayu telah dipecat tidak hormat pada 29 Januari 2022 lalu.

VDPS, mahasiswi magang di Polresta Banjarmasin. Bayu mencekoki VDPS dengan sebuah kratingdaeng saat berpura-pura mengajaknya keluar malam.

Dua kratingdaeng yang telah terbuka tutupnya itu diduga telah dioplos. Versi pelaku, kratingdaeng itu dicampur oleh minuman keras jenis anggur merah. Namun versi lain meyakini itu adalah narkotika.

Nyatanya, VDPS dibuat tak berdaya lantas disetubuhi Bayu di Hotel Tree Park. Sampai hari ini, komposisi minuman itu masih menjadi tanda tanya. Jaksa sempat meminta agar VDPS tak perlu melaporkan kasusnya ke kampus.

Apakah mutasi Seliya berkaitan dengan polemik kasus VDPS? Pihak Kejati menepis angggapan tersebut.

“Mutasi jabatan adalah hal yang biasa di lingkup jaksa. Tidak berkaitan dengan kasus ini,” kata Kasi Penkum Kejati Kalsel, R Novelino, Kamis (3/2).

Seliya sempat dimintai klarifikasi oleh Bidang Pengawasan Kejati Kalsel lantaran sengkarut penanganan kasus VDPS.

Bak Kacang Lupa Kulit Jaksa Kasus Pemerkosaan Mahasiswi ULM

Seliya dimintai keterangan terkait adanya dugaan pelanggaran disiplin dalam proses penanganan kasus VDPS. Novelino tak menjelaskan ke mana Seliya dimutasi.

11 Januari, Bayu diganjar hakim vonis 2 tahun 6 bulan. Vonis yang teramat rendah untuk seorang pemerkosa. Apalagi Bayu berstatus polisi aktif.

23 Januari, publik dibuat terkejut. VDPS yang hanya dua kali mengikuti sidangspeak upatau bersuara di akun media sosialnya.

Hari itu, rupanya dia baru saja menanyakan kembali perkembangan kasusnya ke Jaksa Seliya. Jawaban jaksa sidang telah diputus majelis hakim. Jelas hal tersebut mengecewakan VDPS. Apalagi JPU menerimanya begitu saja, seperti pengacara terdakwa.

Seliya adalah jaksa Kejari Banjarmasin yang menangani kasus VDPS bersama Alpha Fauzan dari Kejati Kalsel.

Perjuangan PK

Antiklimaks Kunjungan Komisi III untuk Korban Pemerkosaan Polisi di Banjarmasin

Komnas Perempuan telah merespons kasus VDPS.

Selengkapnya di halaman selanjutnya:

Komnas Perempuan telah merespons kasus VDPS. Komnas menyebut hukuman Bayu tidak maksimal.

“Hasil pemantauan Komnas Perempuan menyimpulkan hukuman terhadap pelaku pemerkosaan belum maksimal dan perempuan korban belum dipenuhi hak-haknya,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat kepada wartawan, Minggu (30/1).

Apalagi, kasus pemerkosaan VDPS, terang Rainy, terkait-paut dengan relasi kekuasaan antara pelaku dengan korban, misalnya atasan dengan pekerja magang.

Rainy membeberkan hukuman-hukuman pemerkosa yang tercatat di sejumlah aturan perundang-undangan. Seperti KUHP (maksimal 12 tahun penjara), UU PKDRT (maksimal 12 tahun penjara tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 36 juta), dan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak (paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 dengan denda Rp 5 M).

Selain itu, VDPS yang kini masih trauma rupanya banyak mengalami perilaku intimidatif selama berjuang seorang diri mencari keadilan.

Ditekan karena Tak Berjilbab, Mahasiswi ULM Korban Pemerkosaan Bekas Polisi Lapor Komnas HAM

Sebelumnya, di kepolisian VDPS sudah mendapat perlakuan 'beda'. Seorang anggota polisi mempersoalkan ketidaktahuan VDPS mengenai Bripka Bayu yang sudah memiliki istri saat dia melapor ke Polresta Banjarmasin. Seorang polisi lainnya menyindir VDPS yang tak menggunakan jilbab.

Tak hanya di kepolisian, sepanjang proses hukumnya bergulir, VDPS tak pernah lapor kampus. Pengacaranya menyebut seorang jaksa sempat melarang VDPS.

Soal laporan ke kampus, menurut jaksa hal tersebut bukanlah kewajiban JPU. Terlebih, lanjut dia, perkara pemerkosaan VDPS merupakan tindak pidana asusila.

Selain itu, persidangan perkara VDPS dianggap pengacaranya superkilat atau hanya 31 hari kerja.

Selama persidangan, VDPS hanya dua kali mengikuti sidang. Pun saat hakim memvonis 2 tahun 6 bulan Bayu.

VDPS mengaku tak dimintai pertimbangan. Puncaknya, jaksa memasukkan nota banding ke pengadilan setelah desakan publik mencari keadilan untuk VDPS mencuat.

Sayang, banding tersebut ditolak pengadilan lantaran masuk di hari terakhir masa banding. Meski mustahil, saat ini pengacara VDPS, Muhammad Pazri terus berupaya mendesak jaksa mengajukan peninjauan kembali atau PK guna memperberat hukuman Bayu.

“Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh tadi meminta kami untuk membuat surat mendorong PK beserta alasannya Ke Kajati, tembusan Jaksa Agung dan Komisi III,” ujar Pazri, Kamis (3/2).

Skandal Pemerkosaan Mahasiswi ULM, Jaksa: Lapor Kampus Tak Perlu