Kalsel

Diamuk Covid-19, Kuda Lumping di Batola Curhat: Sulitnya Cari ‘Makan’

apahabar.com, MARABAHAN – Sekalipun kerap makan beling dalam setiap penampilan, kuda lumping tetap tidak bisa menghindari…

Salah satu penampilan anak-anak anggota perkumpulan kuda lumping dari Kecamatan Tamban. Foto: apahabar.com/Bastian AlkafFoto dalam: Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, menyerahkan paket bantuan kepada perwakilan kelompok seni tradisional. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

apahabar.com, MARABAHAN – Sekalipun kerap makan beling dalam setiap penampilan, kuda lumping tetap tidak bisa menghindari imbas penyebaran Covid-19.

Setidaknya mulai Maret 2020 atau semenjak grafik penyebaran Covid-19 meningkat, puluhan perkumpulan kuda lumping di Barito Kuala kehilangan sumber pendapatan.

Seiring pembatasan sosial yang diyakini dapat mencegah penyebaran penularan Covid-19, mereka sudah tak lagi bisa memamerkan kepiawaian dalam resepsi perkawinan, sunatan maupun pementasan lain.

“Praktis mulai Maret 2020, kami tak pernah lagi tampil,” papar Warsianto dari Perkumpulan Kuda Lumping Sekar Laras di Desa Purwosari Baru, Kecamatan Tamban, Rabu (16/9).

“Lagi pula resepsi perkawinan, sunatan maupun acara lain yang mengundang banyak orang, juga dilarang diselenggarakan,” imbuhnya.

Jauh sebelum pandemi, Sekar Laras yang beranggotakan sekitar 50 orang ini kerap mendapat panggilan untuk mengisi acara hiburan.

Salah satu penampilan anak-anak anggota perkumpulan kuda lumping dari Kecamatan Tamban. Foto: apahabar.com/Bastian AlkafFoto dalam: Bupati Barito Kuala, Hj Noormiliyani AS, menyerahkan paket bantuan kepada perwakilan kelompok seni tradisional. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

Anggota perkumpulan seni ini tidak memandang usia, dari umur 50 tahun hingga masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dalam setiap penampilan di sekitar Batola, misalnya. Mereka memperoleh bayaran antara Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta.

Sementara di luar daerah seperti ke Tanah Laut, mereka bisa mengantongi Rp5 juta sampai Rp 7 juta. Itu tidak termasuk ongkos transportasi dan konsumsi.

“Sebagian dari honor penampilan itu masuk kas untuk biaya latihan dan operasional lain,” timpal Sulaiman dari Kelompok Seni Tresno Budoyo Desa Purwosari I di Kecamatan Tamban.

“Namun karena tanpa pemasukan sejak Maret 2020, kas untuk keperluan latihan seminggu sekali sudah menipis,” imbuhnya.

Nasib serupa juga dirasakan Jaranan Campursari Putro Sakti dari Desa Barambai Kolam Kiri di Kecamatan Barambai. Padahal perkumpulan yang beranggotakan 57 orang ini cukup sering tampil di luar daerah.

“Memang jumlah penampilan sebulan tidak menentu, karena banyak hiburan dan kesenian selain kuda lumping,” papar Tugimin, Ketua Jaranan Campursari Putro Sakti.

“Namun kalau diundang keluar daerah seperti ke Tanah Laut atau Tapin, kami pernah dibayar hingga Rp 8 juta,” sambungnya.

Kendati belum lagi mendapatkan undangan tampil, setidaknya anggota perkumpulan tidak menganggur sama sekali.

“Oleh karena mayoritas anggota Jaranan Campursari Putro Sakti adalah petani, kami pun fokus bertani dan berkebun,” tegas Tugimin.

Kevakuman sejumlah perkumpulan kesenian itu mengundang perhatian Bupati Hj Noormiliyani AS. Melalui Yayasan Dompet Sedekah Peduli Batola, wanita berusia 61 tahun itu menyalurkan sejumlah bantuan.

Bantuan tersebut berupa 20 paket yang masing-masing berisi 5 kilogram beras, mie 1 dos, gula pasir 1 kilogram dan 1 liter minyak goreng.

Selain Sekar Laras, Tresno Budoyo dan Putro Sakti, bantuan serupa juga diberikan kepada perkumpulan seni lain di Batola.

Mereka adalah Perkumpulan Kuda Lumping Wahyu Turonggo Sakti di Desa Sidorejo, Kuda Lumping Moro Seneng Lestari Budoyo di Desa Purwosari Baru dan Hadrah Karya Muda di Desa Tamban Kecil, semuanya dari Kecamatan Tamban.