Perlambatan Global

Di Tengah Perlambatan Global, Kemenperin: Industri Kita Tetap Ekspansi

Kemenperin memastikan industri tetap ekspansi di tengah perlambatan global akibat geopolitik dan inflasi global yang mendorong kenaikan suku bunga.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan industri masih tetap ekspansi di tengah perlambatan global akibat tantangan tekanan geopolitik dan inflasi global yang mendorong kenaikan suku bunga.

Hal itu ditunjukkan dari capaian Indeks Kepercayaan Industri bulan Maret 2023 masih menunjukkan nilai ekspansi, yaitu 51,87, meskipun mengalami sedikit perlambatan dibandingkan Februari 2023 yang sebesar 52,32.

"Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Maret 2023 mencapai 51,87, melambat 0,45 poin dibandingkan Februari 2023," kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (1/4).

Situasi tersebut sesuai dengan laporan perusahaan industri yang menunjukkan kegiatan industri bulan Maret mengalami sedikit penurunan.

Baca Juga: Tingkatkan Daya Saing Industri TPT, Kemenperin Restrukturisasi Mesin

Terdapat 14 subsektor industri yang mengalami ekspansi dengan share 80,4 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas. Dari 14 subsektor tersebut, subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin/Alat mengalami perubahan fase dari kontraksi ke ekspansi.

Namun demikian, terdapat pula tiga subsektor yang mengalami perubahan fase dari ekspansi ke kontraksi. Ketiga subsektor tersebut adalah Industri Karet, Barang Karet dan Plastik, Industri Barang Galian Bukan Logam, dan Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik.

Febri menjelaskan, jika dilihat dari komponen pembentuknya, seluruh variabel pembentuk mengalami perlambatan. Variabel Pesanan Baru melambat dari 52,81 menjadi 51,33, variabel Produksi melambat dari 51,37 menjadi 50,69, dan variabel Persediaan Produk meningkat dari 52,51 pada Februari 2023 menjadi 55,00 pada Maret 2023.

Peningkatan nilai variabel persediaan produk menandakan persediaan produk-produk manufaktur terserap di pasar.

Baca Juga: Tingkatkan Kualitas SDM Otomotif, Kemenperin Gandeng YDBA

Febri menjelaskan perlambatan nilai IKI bulan Maret 2023 utamanya masih didominasi oleh pesanan domestik. Selain itu, mayoritas komoditas unggulan menunjukkan tren penurunan harga, meskipun masih lebih tinggi dibanding tahun 2020 (saat pandemi). Hanya harga minyak kelapa sawit yang naik dibanding bulan sebelumnya dan nikel yang lebih tinggi dari rata-rata harga pada tahun 2022.

"Meskipun demikian, pada Maret 2023 terdapat 47,3 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya stabil dan sebanyak 27,3 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya mengalami peningkatan," katanya.

Demikian pula dengan optimisme berusaha para pelaku usaha dalam enam bulan ke depan. Febri menjelaskan, sebanyak 63,49 persen pelaku usaha menyatakan optimis dan 26,06 persen pelaku usaha menyatakan stabil terhadap kondisi usaha industri selama enam bulan ke depan.

Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pesimisme pelaku usaha yang mengalami penurunan dari 10,81 persen pada Februari 2023 menjadi 10,46 persen pada Maret 2023.

Baca Juga: Salurkan Subsidi Motor Listrik, Kemenperin Siapkan Situs 'Sisapira'

Optimisme pelaku usaha bahwa kondisi pasar akan membaik, didukung oleh kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik sebagaimana laporan perusahaan industri.

Lebih lanjut, jika dilihat secara subsektor, pada bulan Maret terdapat beberapa subsektor yang terdampak aktivitas jelang puasa dan hari raya, seperti industri makanan dan minuman (kebutuhan primer) dengan ekspansi yang semakin tinggi.

Namun, beberapa subsektor yang terkait kebutuhan sekunder masih mengalami kontraksi dan beberapa lainnya mengalami perlambatan. Industri tersebut di antaranya industri pakaian jadi, dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang masih dalam kondisi kontraksi walaupun tidak sedalam bulan sebelumnya.

Demikian pula dengan industri barang galian bukan logam yang sebagian besar produknya merupakan material konsumsi.

Baca Juga: Jaga Pertumbuhan Startup, Kemenperin: Perbanyak Kawasan Industri 4.0

Berbeda dengan subsektor di atas, industri komputer, barang elektronik dan optik mengalami kontraksi akibat masalah kesulitan bahan baku.

Sementara itu, industri karet barang dari karet yang juga mengalami kontraksi disebabkan adanya proses bisnis pada industri ban yang merupakan kontributor terbesar subsektor barang karet.

Adapun di industri agro, kontraksi industri furnitur disebabkan oleh resesi ekonomi yang dialami oleh beberapa negara tujuan utama ekspor seperti Eropa dan Amerika.