Tak Berkategori

Di Polandia, WALHI Minta Para Kepala Negara Serius Tangani Perubahan Iklim

apahabar.com, KATOWICE – Menggandeng ribuan massa, WALHI-Friends of the Earth Indonesia mengambil bagian dalam gerakan global March…

Di selatan Polandia, ribuan aktivis lingkungan dari penjuru dunia menyuarakan pendapat mereka mengenai perubahan iklim, termasuk Indonesia. Foto-foto: WALHI for apahabar.com

apahabar.com, KATOWICE– Menggandeng ribuan massa, WALHI-Friends of the Earth Indonesia mengambil bagian dalam gerakan global March for Climate “Wake up! It’s Time to Save Our Home! di Katowice, Polandia, Minggu (9/12).

Aksi turun ke jalan itu didorong oleh masyarakat sipil dalam putaran The 24th session of the Conference of the Parties (COP 24) Katowice-Polandia.

Dalam COP 24 ini, WALHI menyuarakan berbagai fakta persoalan dan krisis lingkungan hidup dan perubahan iklim di tingkat tapak.

Baca Juga:Pengamat: Meratus Layaknya Nagari di Sumbar dan Masyarakat Dayak Iban di Kalbar

“Saat demo 4000-an aktivis dari seluruh dunia hadir menyuarakan isu lingkungan di tingkat akar rumput, kami khusus membawakan isu yang tengah terjadi di Indonesia,” jelas Fathur Roziqin Fen, Direktur WALHI Kalimantan Timur dihubungi reporter apahabar.com, siang ini.

Ikin -sapaanya- mengatakan, perubahan iklim sebagai problem global tak bisa dilepaskan dari fakta krisis yang terjadi di tingkat tapak di berbagai belahan dunia, Indonesia salah satunya.

Namun faktanya, ia menyebut, hingga putaran COP 24 ini, belum ada upaya yang signifikan dari para pihak, untuk mengoreksi model pembangunan dunia yang konsumtif yang memicu krisis iklim.

Ujarnya lagi, report IPCC terbaru menunjukkan ancaman yang begitu nyata yang harus dialami akibat jika suhu bumi tidak ditahan di bawah 1,5 derajat celcius.

Fathur Roziqin Fen (tengah), Direktur WALHI Kalimantan Timur dalam aksi The 24th session of the Conference of the Parties (COP 24) di Katowice, Polandia.

Kelangkaan air, krisis pangan dan dampak kesehatan yang akan dialami oleh penduduk bumi.

Indonesia, kata Ikin, masih berkutat dengan isu deforestasi. Penggundulan hutan masih menjadi ancaman yang serius bagi Indonesia yang disumbang dari perkebunan skala besar seperti perkebunan sawit, kebun kayu dan tambang.

Baca Juga :40 Ribu Hektar di Pegunungan Meratus Bakal Diusulkan Hutan Adat

WALHI menjadi salah satu peserta konferensi Indonesia yang berpartisipasi dalam acara United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) ini, sebuah kesempatan mengenalkan Indonesia kepada dunia.

Pada COP 24 ini, Presiden Joko Widodo disebutkan telah menandatangani deklarasi politik Solidarity and Just Transition Silesia Declaration.

WALHI mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia yang ikut menandatangani deklarasi tersebut bersama dengan 49 negara lainnya.

“Namun komitmen internasional tersebut, menurut WALHI, harus diimplementasikan dalam kebijakan di dalam negeri, dengan membuat roadmap phase out dari energi kotor ke energi terbarukan yang berkeadilan dan memenuhi prinsip hak asasi manusia", ujar Yuyun Harmono, Pengkampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional WALHI.

Pada climate march 2018 ini, masyarakat sipil mendesak agar para kepala negara dan politisi bangun, dan melakukan upaya serius menangani perubahan iklim.

“Kita tidak memiliki kemewahan waktu lebih lama untuk segera mengatasi perubahan iklim dengan mengoreksi model pembangunan ekonomi yang berjalan saat ini. Perubahan sistem, bukan perubahan iklim,” sambungnya.

Baca: Kalbar-Kalteng Desak Moratorium Sawit, Kaltim Tuntut Anak Tewas di Lubang Tambang

Editor: Fariz Fadhillah