Muktamar Internasional

Di Muktamar Internasional, Wapres Ingatkan Konstruksi Fikih Sesuai Peradaban

Wapres menilai NU sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan telah memiliki cukup syarat untuk merumuskan fikih baru tersebut.

Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin membuka secara resmi International Conference on Fiqh of Civilication atau Muktamar Internasional Fiqih Perabadaban di Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023). FOTO/youtube BPMI Wapres

apahabar.com, JAKARTA - Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin membuka secara resmi International Conference on Fiqh of Civilication atau Muktamar Internasional Fiqih Perabadaban di Surabaya, Jawa Timur.

Wapres mengapresiasi penyelenggaraan Muktamar tersebut yang merupakan rangkaian peringatan Hari Lahir Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) tersebut.

Dalam sambutannya, Ma'ruf Amin mengatakan ajaran Islam ada yang tetap tidak berubah (tsawabit) dan ada pula yang memungkinkan untuk berubah (mutaghayyirat) sesuai dengan perkembangan zaman seperti yang dijelaskan oleh Imam Al Ghazali. "Islam bisa berubah itu adalah ajaran yang berdasarkan ijtihad," ujar Ma'ruf Amin.

Ma'ruf Amin menambahkan orang yang menganggap Islam anti terhadap perubahan adalah orang yang tidak memahami ajaran Islam.

Baca Juga: NU Gelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban: Dunia Lebih Damai dan Harmonis

"Orang yang beranggapan ajaran Islam semuanya alergi pada perubahan atau beranggapan ajaran Islam semuanya memungkinkan untuk berubah, maka bisa dipastikan orang tersebut tidak memahami ajaran Islam itu sendiri," ujarnya, Senin (6/2).

Ma'ruf Amin menambahkan Islam telah mencatatkan cinta emas dalam pembangunan peradaban. Namun hal itu mengalami era kemunduran saat dunia sudah masuk dalam era globalisasi.

Ma'ruf Amin menilai fikih yang merupakan respon terhadap peradaban sebelumnya bisa jadi tidak cocok lagi untuk merespon peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fiqih baru yang lebih sesuai dengan peradaban sekarang. Selain itu, alam upaya pembangunan peradaban. Ilmu pengetahuan sangat penting dan bahkan berfungsi sebagai uji peradaban.

Baca Juga: Sambut Muktamar Muhammadiyah 48, GP Ansor Surakarta Fasilitasi Penginapan

"Oleh sebab itu, saat ini para ulama dituntut mampu menjawab dinamika peradaban baru ini yang di banyak sisi sangat berbeda dengan peradaban sebelumnya," ujarnya.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu pun menilai NU sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan telah memiliki cukup syarat untuk merumuskan fikih baru tersebut. NU selama ini dikenal memiliki prinsip pemahaman keagamaan yang dinamis dan kontekstual.