Kalsel

Dewan Wanti-wanti Bank Kalsel, Jangan Jadi BPR

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo mewanti-wanti agar Bank Kalsel jangan menjadi…

Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Imam Suprastowo soroti kinerja Bank Kalsel dalam meraih modal inti Rp 3 triliun. Foto-Antara

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo mewanti-wanti agar Bank Kalsel jangan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Pasalnya menurut, anggota dewan yang membidangi Ekonomi dan Keuangan yang juga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ini, jika Bank Kalsel tidak mencapai modal inti Rp 3 triliun hingga 31 Desember 2024, maka bisa tak memenuhi persyaratan sebagai bank umum, sehingga statusnya berubah jadi BPR.

“Sebab sebagaimana Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 bahwa bank umum yang sudah berstatus Perseroan Terbatas (PT) bila tak memenuhi modal inti bisa turun menjadi BPR,” ujar anggota DPRD Kalsel dua periode ini seperti dilansir Antara, Selasa (28/9).

“Hal tersebut tentunya akan mengintervensi produk jasa dan transfer dana pusat ke daerah. Bank Kalsel tak bisa lagi menjadi penyalur keuangan pusat karena tak relevan,” lanjutnya.

Lebih jauh Imam menilai Bank-nya Urang Banua ini belum memiliki persiapan matang untuk mengejar deadline modal inti minimal (MIM) sebesar Rp3 triliun hingga akhir 2024.

"Kita menganggap Bank Kalsel belum memiliki persiapan matang untuk mengejar deadline tersebut," katanya.

Sebab menurut dia, mitra kerja Komisi II tersebut hingga kini belum memiliki kajian terkait akademik maupun investasi untuk penambahan modal.

Bahkan, ia menilai, hingga kini belum menerima adanya laporan kajian akademik dan investasi untuk usulan peraturan daerah (Perda) tentang Penambahan Penyertaan Modal pada Bank Kalsel.

“Sekarang masih nol, kajian akademik, investasi belum ada,” tegasnya.

Padahal kajian itu jadi dasar untuk para pemegang saham segera bersikap membuat Perda Penyertaan Modal, mengingat bank milik banua tersebut memiliki 14 pemegang saham yakni 11 kabupaten, dua kota dan pemerintah provinsi setempat.

“Kemarin kami sudah mengajak ke Bank Kalteng, di mana dari 14 kabupaten/kota di sana tujuh di antaranya sudah mengesahkan Perda Penyertaan Modal," ungkap Imam.

Ia berharap, hasil studi komparasi ke provinsi tetangga tersebut menjadi pemicu Bank Kalsel segera membujuk para pemegang saham, mengingat hingga akhir Agustus 2021 belum ada daerah yang menetapkan Perda untuk penyertaan modal.

Dia mendesak Bank Kalsel untuk melakukan pendekatan kepada pemegang saham, walaupun capaian kinerja Bank Kalsel akhir-akhir ini positif.

"Jadi Bank Kalsel harus bisa membujuk investor untuk menambah modalnya," ujarnya.

Pada saat ini Bank Kalsel mencatatkan modal intinya mencapai Rp 1,8 triliun, sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp 1,2 triliun.

“Ketika rapat dengan Komisi II, Bank Kalsel, kami minta agar menyapaikan skenario mereinvestasi deveden atau keuntungan yang diterima para pemegang saham,” ujarnya.

“Keuntungan itu, kemudian diputar untuk menambah menyertaan modal dari para pemegang saham untuk Bank Kalsel. Strategi itu mengumpulkan Rp700 miliar hingga 2024,” jelasnya.

Menurut dia, di luar dari 14 pemegang saham Bank Kalsel harus setidaknya mengumpulkan modal minimal Rp 300 miliar pertahun.

Sementara saat dimintai keterangan, Humas Bank Kalsel tak respon pertanyaan dari awak media.

Sebelumnya OJK mengeluarkan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Ketentuan peningkatan MIM dirilis agar lebih relevan untuk peningkatan skala dan daya saing perbankan.