Dewan Pers: Jurnalis Perempuan Rentan Kekerasan Gender

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, saat ini masih banyak pekerja pers yang mengalami kekerasan dalam menjalankan tugasnya

Ilustrasi kekerasan jurnalis. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan saat ini masih banyak pekerja pers yang mengalami kekerasan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu bentuk kekerasan yang dialami yaitu ancaman kekerasan gender.

"Survei 86,9 persen khusus untuk Jurnal Perempuan bahkan menghadapi ancaman kekerasan gender," ujar Ninik Rahayu saat Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (9/2) pagi.

Ninik menekankan butuh dukungan yang sangat kondusif dalam lingkungan sipil, politik, lingkungan ekonomi, dan lingkungan sosial untuk mengatasi kekerasan gender tersebut. 

Baca Juga: Jokowi akan Buat Rancangan Perpres untuk Keberlanjutan Industri Media

Perlu diketahui, berdasarkan hasil riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, tercatat adanya 61 kasus serangan terhadap jurnalis sepanjang 2022, dengan 97 korban dari jurnalis, pekerja media, dan 14 organisasi media. Jumlah kasus serangan terhadap jurnalis tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 43 kasus.

Serangan tersebut sebagian besar berupa kekerasan fisik dan perusakan alat kerja (20 kasus), serangan digital (15 kasus), dan kekerasan verbal (10 kasus). Kemudian penyensoran (8 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus), dan kekerasan berbasis gender (3 kasus).

Aji juga merilis, ratusan jurnalis perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang karier jurnalistiknya. Angka tersebut diperoleh berdasarkan riset yang dikerjakan bersama Pemantau Regulasi & Regulator Media (PR2Media), pada akhir 2022.

Baca Juga: Polri-Dewan Pers Bikin Kesepakatan untuk Hentikan Kriminalisasi terhadap Wartawan

"Tercatat ada 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi yang dilibatkan dalam riset tersebut," kata Ninik.

Kendati berbagai serangan telah dialami oleh jurnalis, AJI menilai belum adanya mekanisme perlindungan yang disediakan oleh institusi negara kepada jurnalis. Seperti misalnya ketersediaan bantuan kedaruratan, safety fund, dan pendampingan hukum. Di sisi lain, lemahnya perlindungan oleh negara itu disertai dengan masih kuatnya impunitas terhadap pelaku kejahatan jurnalis.