Desakan Pemakzulan Presiden

Denny Indrayana: Jokowi Layak Dimakzulkan!

Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyatakan Presiden Jokowi layak dimakzulkan lantaran sejumlah alasan fundamental yang tak patut dilakukan Jokowi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Jawa Tengah sekaligus capres PDIP Ganjar Pranowo meninggalkan Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/4). FOTO/Setpres

apahabar.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyatakan Presiden Jokowi layak dimakzulkan lantaran sejumlah alasan fundamental yang tak patut dilakukan Jokowi.

"Saya berpendapat, Presiden Joko Widodo sudah layak menjalani proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) karena sikap tidak netralnya alias cawe-cawe dalam Pilpres 2024," kata Denny Indrayana, Rabu (7/6).

Baca Juga: Mahfud Minta Denny Indrayana Kawal Anies agar Tak Dituduh Menjegal

Denny membandingkan Jokowi dengan Presiden Richard Nixon yang terpaksa mundur karena takut dimakzulkan akibat skandal Watergate. Ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap.

"Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan," ujarnya.

Kemudian ia mengurai sejumlah pertimbangan mengusulkan pemakzulan Jokowi sebagai Presiden dengan mendorong DPR RI menggunakan hak angket.

"Satu, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden," imbuh dia.

Baca Juga: Denny Endus Upaya Kriminalisasi Dugaan 'Kebocoran' Putusan MK

Meskipun Jusuf Wanandi dari CSIS dalam program televisi swasta meyakini akan ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.

"Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan," sebutnya.

Kemudian Denny juga membeberkan bahwa Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengganggu kedaulatan Partai Demokrat, dan ujungnya pun menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

"Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung," ungkapnya.

Baca Juga: Tanggapi Surat Terbuka, PDIP Tantang Balik Denny Indrayana

"Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran Undang-Undang Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol," sambungnya.

Lalu Jokowi juga menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

"Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian," beber dia.

"Bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024," pungkasnya.