Kalteng

Dekan FISIP Kecewa UPR Dituding Tidak Tegas Tangani Kasus Kekerasan Seksual

apahabar.com, PALANGKA RAYA — Universitas Palangka Raya (UPR) sebagai lembaga pendidikan tertua di Kalimantan Tengah (Kalteng)…

Dekan Fisip Universitas Palangka Raya, Kumpiady Widen. Foto-Istimewa

apahabar.com, PALANGKA RAYA — Universitas Palangka Raya (UPR) sebagai lembaga pendidikan tertua di Kalimantan Tengah (Kalteng) sangat perduli terhadap masalah kemanusiaan.

Mustahil jika UPR tidak peduli atas berbagai permasalahan sosial yang berkembang, termasuk masalah pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus akhir-akhir ini.

Penanganan masalah tindak pelecehan seksual yang merupakan salah satu kejahatan ekstra ordineri selain korupsi dan terorisme. Harus dilakukan dengan pola penanganan bersifat khusus.

Tidak hanya menyangkut tindakan penegakan hukum belaka terhadap pelaku, tetapi juga yang menyangkut aspek psikologis korban.

Itulah sebabnya kronologis penangananya yang dilakukan UPR, baik terhadap pelaku maupun terhadap korban tidak boleh terekspos secara vulgar kepublik.

Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) UPR, Kumpiady Widen dalam keterangan pers yang diterima apahabar.com, Senin (27/7).

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh FS sebenarnya telah ditangani UPR sejak dini.

Beberapa kali dilakukan pertemuan di tingkat FKIP dan di tingkat universitas.

Bahkan pimpinan utama UPR untuk pertama kali mendamping beberapa korban melapor kepada pihak berwajib. Untuk itu semua, UPR memiliki dokomen outentik.

Kebijakan UPR sejak bergulirnya kasus pelecehan seksual ini telah membentuk komisi etik, menjatuhkan sanksi dengan membebas tugaskan dari kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kemudian menghentikan gaji dan mengusulkan pemberhentian status ASN kepada Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (saat itu) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.

Terkait dengan belum diberhentikan status ASN terhadap FS, rendahnya hukuman dengan tuntutan 2 tahun dan keputusan 1,5 tahun dan kebijakan asimilasi sehingga yang bersangkutan masih bebas berkeliaran, bukanlah kewenangan UPR.

UPR tidak memiliki hak mengatur institusi lain yang berwenang untuk itu.

Sebagai bagian dari keluarga besar civitas akademika UPR, sangat kuatir dan prihatin atas beredarnya video youtube dan rilis, organisasi atau kelompok koalisi organisasi pegiat perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan seksual, pada 19 Juli 2020.

“Seolah-olah menjastifikasi UPR tidak perduli terhadap masalah itu,” kata Kumpiady.

Publikasi pemberitaan tersebut, kurang berimbang, sumber data yang kurang valid dan konfirmatif sangat mengganggu eksistensi UPR baik di mata masyarakat Kalimantan Tengah, nasional dan bahkan international.

Tentu saja, sebagai bagian dari keluarga besar UPR, sangat keberatan atas penyebarluasan konten yang memojokan kampus kebanggaan milik masyarakat Kalimantan Tengah.

Padahal beberapa orang yang disebutkan didalam koalisi tersebut adalah dosen dan mahasiswa UPR.

Publikasi berita melalui medsos yang tidak berimbang dan kurang akurat akan menciptakan interpretasi yang keliru, menimbulkan preseden buruk, dan bisa mengancam batalnya sejumlah kerjasama luar negeri yang dibangun selama ini.

Seperti pengiriman mahasiswa ke luar negeri, beasiswa dosen ke Jepang, Taiwan, dan bantuan hibah luar negeri untuk pembangunan gedung perkuliahan yang megah dan gedung pusat penelitian lahan Gambut 2020.

Dampaknya juga bisa kegiatan pada akreditasi institusi dan program studi.

Demikian juga upaya keras UPR saat ini untuk membenahi berbagai sarana dan prasarana kampus untuk menuju UPR Jaya Raya.

Padahal saat ini Rektor Universitas Palangka Raya Andrie Elia dan seluruh jajaranya terus berbenah memperbaiki citra dan mengejar ketertinggalan UPR pada era kompetisi perguruan tinggi yang ketat ditingkat nasional dan global.

Untuk itu meminta kepada pihak yang menamakan diri kelompok koalisi tersebut dapat memberi klarifikasi dan menjelaskan secara proporsional, berdasar kebenaran data dan peristiwa yang ada, tidak melebih-lebihkan secara konfirmatif.

“Kita meminta agar tayangan konferensi pers di youtube tanggal 19 Juli 2020 itu harus segera dihentikan dan dicabut agar tidak menciptakan citra buruk bagi UPR dan civitas akademika UPR dan masyarakat Kalimantan Tengah,” imbuhnya.

Tak lupa mengajak seluruh unsur civitas akademika UPR, baik unsur pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, menjaga dan memelihara citra UPR dan menjunjung tinggi almamater untuk menuju UPR Jaya Raya.

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin