Kalsel

Dari Sarang Walet, Batola Kehilangan Rp632 Juta

apahabar.com, MARABAHAN – Akibat minim penangangan dan kesadaran, Barito Kuala gagal memperoleh pemasukan sekitar Rp632 dari…

Direncanakan mulai 2020, Barito Kuala mengoptimalkan pemasukan pajak dari sarang walet yang cukup lama tidak tersentuh. Foto-apahabar.com/ Bastian Alkaf

apahabar.com, MARABAHAN – Akibat minim penangangan dan kesadaran, Barito Kuala gagal memperoleh pemasukan sekitar Rp632 dari pajak sarang burung walet.

Dimukai sejak 2008 dengan 82 buah hingga sekarang berkembang menjadi 448 buah, pajak sarang walet menjadi ladang yang masih terpinggirkan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Batola.

Padahal dari 448 sarang itu, Batola berpotensi memperoleh pemasukan Rp632 juta per tahun dari pajak penghasilan sebesar 10 persen dari total produksi, sesuai Perbup Nomor 10 Tahun 2019. Pemasukan diestimasi dari harga per kilogram sarang walet seharga Rp8 juta.

Ironisnya 355 rumah walet di antaranya belum memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin produksi. Juga terdapat pelanggaran pembuatan sarang walet yang menyatu dengan rumah tinggal di perkampungan.

“Dulu hanya seorang pemilik rumah walet di Mandastana yang pernah membayar sekitar Rp380 ribu. Namun selanjutnya tidak pernah lagi menyetor pajak,” papar Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Batola, Ardiansyah, Senin (9/9).

Banyak faktor yang diperkirakan menjadi penyebab. Di antaranya ketiadaan sanksi terhadap penunggak pajak. Pemeriksaan hasil produksi juga menjadi kendala, sehingga pemilik sarang berpeluang memanipulasi data.

“Untuk memanfaatkan sektor pajak dari sarang walet, kami segera bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri Batola. Kesepakatan bersama itu ditandatangani awal Oktober 2019,” tegas Ardiansyah.

“Selain bersama Kejaksaan Negeri Batola, kami juga membentuk tim yang terdiri dari beberapa instansi, termasuk BP2RD sendiri,” imbuhnya.

Instansi yang digandeng adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan, serta Satuan Polisi Pamong Praja.

“Kesepakatan tersebut efektif berlaku mulai 2020. Sementara sepanjang 2019, kami masih dalam tahap mensosialisasikan kewajiban tersebut kepada pemilik,” beber Ardiansyah.

“Pun sosialisasi ini bukan tanpa kendala, karena beberapa pemilik tidak memberikan alamat yang jelas. Malah penjaga sarang pun tidak memiliki nomor telepon mereka,” sambungnya.

Sementara salah seorang pemilik sarang walet di Marabahan, Nurrahman, menginginkan penerapan aturan tersebut adil kepada pengusaha kecil.

“Kami berharap aturan tidak pilih kasih, karena penghasilan sarang kecil tentu berbeda dengan sarang besar. Lagipula penangkaran kecil belum tentu berproduksi setiap tahun,” tandasnya.

Baca Juga: Kondisi Rawan, Anggota Polsek Martapura Blusukan ke Kampung-kampung

Baca Juga: Renovasi Pasar Tungging Banjarmasin Terus Berlanjut

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Syarif