Hot Borneo

Dana CSR Adaro Diduga Jadi Bancakan Aparat di Kalsel-Teng

apahabar.com, JAKARTA – Mudahnya PT Adaro memperoleh perpanjangan izin tambang batu bara dari pemerintah bukan kabar…

Kendati pertambangan menjadi primadona PDRB, bukan jaminan serapan tenaga kerja di sektor ini lebih banyak ketimbang sektor lainnya. Foto ilustrasi pekerja: AFP via BCC

apahabar.com, JAKARTA – Mudahnya PT Adaro memperoleh perpanjangan izin tambang batu bara dari pemerintah bukan kabar yang mengejutkan bagi para aktivis lingkungan.

Ya, konsorsium raksasa batu bara satu ini baru saja memperbaharui izin mereka. Dari PKP2B menjadi IUPK. Sejatinya habis Oktober ini, izin Adaro diperpanjang sampai 10 tahun ke depan atau hingga 2032 sebelum kedaluwarsa. Luasnya, membentang di tiga kabupaten mencakup Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

“Berdasarkan UU minerba baru, Adaro memang bakal dapat perpanjangan otomatis. Sama seperti perusahaan kakap batu bara lainnya, seperti Arutmin, KPC dan MHU,” ujar Pradarma Rupang, aktivis Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam kepada apahabar.com.

Rupang kemudian menyoroti jomplangnya dana corporate sosial responsibility (CSR) Adaro kepada masyarakat lingkar tambang. Sekalipun mayoritas saham Adaro dimiliki oleh Garibaldi Thohir atau kakak daripada Erick Thohir, Menteri BUMN.

“Sebenarnya ada ‘Thohir Brother’ di situ [Adaro], tapi nyatanya posisi [Erick] sebagai pejabat publik tidak menjamin keberpihakan terhadap warga lingkar tambang,” ujar Rupang.

CSR merupakan dana bantuan. Sederhananya, kompensasi atau pengganti dari dampak yang ditimbulkan atas aksi pengerukan batu bara dari perut bumi di wilayah mereka.

Namun setelah perpanjangan izin tambang keluar, dana CSR Adaro kepada masyarakat justru menyusut menjadi Rp10 miliar. Besarannya jauh dari apa yang diberikan PT Berau Coal kepada masyarakat di Kalimantan Timur.

Pada 2019 lalu, Adaro dengan total produksi 58,03 juta metrik ton batu bara menggelontorkan dana CSR Rp45 miliar. Di tahun yang sama, PT Berau Coal Energy dengan produksi hanya 24 juta metrik ton justru mengucurkan dana CSR hingga Rp240 miliar. Total produksi batu bara Adaro pada 2022 ini diproyeksikan mencapai 48 juta metrik ton.

Adaro tentu punya hitung-hitungan tersendiri mengapa besaran CSR lebih kecil dari Berau Coal sekalipun produksi mereka lebih besar di tahun ini. Namun bagi Rupang, besar-kecilnya kucuran dana CSR Adaro juga menjadi ukuran kinerja pemerintah daerah.

“Kan semuanya juga tergantung tekanan yang diberikan pemerintah daerah,” ujarnya.

Lantas seberapa penting dana CSR untuk kesejahteraan masyarakat lingkar tambang di mata Rupang? “Enggak penting,” jawabnya.

Sebab, Rupang melihat selama ini dana CSR tidak signifikan menjawab krisis lingkungan dan sosial yang dihadapi masyarakat lingkar tambang.

Aktivitas penambangan masih saja menjadi ancaman ekologis berkepanjangan yang dihadapi masyarakat, seperti halnya banjir, krisis air bersih, hilangnya hutan, sungai tercemar, dan anak-anak yang mati di lubang tambang.

“Biasanya warga mengakses sumber air bersih dengan mudah dan gratis, kini mata airnya sudah hilang. Belum lagi, anak-anak yang mati di lubang tambang, apa bisa diatasi dengan uang?” ujarnya.

Jatam: Lubang Tambang Kaltim Sudah Renggut 37 Nyawa

Bahkan, saat ini patut diduga dana CSR justru dijadikan bancakan atau permainan oleh aparat penegak hukum, oknum militer dan pejabat kepolisian untuk pendirian fasilitas kantor Polsek, Koramil, kecamatan hingga fasilitas desa.

“Padahal sumber pembiayaan fasilitas itu sudah ada dari ADD, APBD atau APBN,” ujar Rupang.

Terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mafhum akan kemudahan izin yang didapat Adaro. Sebab, UU Minerba Nomor 11/2020 telah mengamanatkan perlakuan khusus terhadap kewajiban penerimaan negara dari sektor tambang batu bara berupa pengenaan royalti sebesar nol persen.

“Di UU ‘Cilaka’, royalti 0 persen. Sementara rakyat banyak yang masuk penjara karena menentang tambang dan hanya mendapat lubang tambang,” ujar Kisworo. UU Cilaka dimaksud adalah Omnibus Law UU Cipta Kerja. Diplesetkan, lantaran dianggap tak berpihak kepada masyarakat lantaran terkesan terlalu memberikan karpet merah kepada investor.

Kis, sapaan Kisworo, sepakat mudahnya Adaro memeroleh izin generasi kedua tambang batu bara tak lepas dari minimnya nilai tawar pemerintah daerah.

“Reklamasi, pajak, CSR, penyerapan tenaga kerja lokal harusnya jadi parameter dan prasyarat perpanjangan izin Adaro, belum lagi kasus hilangnya Desa Wonorejo,” sambung Kis. “Sekarang coba lihat, ada enggak saham daerah di Adaro?” ujarnya.

Lantas, seberapa penting dana CSR untuk kesejahteraan masyarakat lingkar tambang di mata Kis? Senada Rupang, Kis melihat dana CSR tidak ada apa-apanya dibanding kerusakan lingkungan dan sosial yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan.

“Ibarat gula dan batu,” ujar Kis. CSR merupakan dana wajib sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan kepada masyarakat. Nilainya mengacu kepatutan dan kewajaran.

“Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban CSR dapat dikenai sanksi,” ujarnya.

Pemerintah telah resmi memperpanjang izin Adaro per 13 September 2022 hingga 2032 mendatang. Bentuknya tak lagi kontrak PKP2B atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara, melainkan IUPK atau Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Tak cuma dana CSR, mengacu pada IUPK-KOP, luas lahan pertambangan Adaro juga menyusut. Dari 31.380 hektare, menjadi 23.942 hektare. Menariknya lagi, DPRD setempat sampai hari ini belum menerima dokumen IUPK-KOP Adaro.

“Seharusnya kami dilibatkan, minimal untuk memberikan masukan. Termasuk soal CSR itu. Tapi, sekarang nasi sudah menjadi bubur,” ujar Wakil Ketua DPRD Tabalong, Habib Muhammad Taufani Al-Kaff.

Ironi Pengangguran di Wilayah Tambang Batu Bara Balangan-Tabalong

Dikonfirmasi, perwakilan Adaro di Tabalong berdalih menyusutnya dana CSR tahun ini bukanlah kewenangan mereka.

“Kita masih menunggu juga dari pimpinan, masih dalam proses kebijakan pimpinan,” kata Community Relations and Mediation Dept Head PT Adaro Indonesia, Djoko Soesilo, dihubungi terpisah, Kamis (22/9) sore.

DPRD Tabalong yang menolak jomplangnya besaran CSR tersebut berencana memanggil kepala teknik tambang Adaro dalam waktu dekat. “Biar semuanya jelas,” ujar Habib Taufan.