Krisis Finansial Global

Dampak Krisis Perbankan AS, Sri Mulyani: Masih Harus Diwaspadai

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan perlunya kewaspadaan menyikapi dampak krisis perbankan Amerika Serikat (AS).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam acara Bank Dunia "Unlocking the Full Potential Of Digital Transformation In Southeast Asia: Role Of Public And Private Sector" di sela rangkaian agenda kerja di Washington D.C., Amerika Serikat, Kamis (13/4/2023). Foto: Instagram @smindrawati.

apahabar.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan perlunya kewaspadaan menyikapi dampak krisis perbankan Amerika Serikat (AS). Jika tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap industri keuangan Indonesia.

Hal itu ia sampaikan usai menghadiri forum 7th Ministerial Meeting of The Coalition of Finance Minister for Climate Action bersama dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral AS di Washington DC, Amerika Serikat.

"Dalam pertemuan tersebut ditanyakan apakah krisis perbankan di Eropa dan Amerika sudah teratasi atau masih harus diwaspadai? Kesimpulannya masih harus diwaspadai," ujarnya dalam konferensi pers 'APBN KITA Edisi April 2023', Senin (17/4).

Menurut Menkeu, Krisis perbankan di AS terjadi ketika Silicon Valley Bank (SVB) yang merupakan salah satu perbankan digital terbesar di negara itu yang mengalami gagal bayar lalu dinyatakan bangkrut.

Baca Juga: Gejolak Krisis Ekonomi Global, Menteri Investasi: Masa Depan Ekonomi Sangat Gelap!

Hal itu menimbulkan efek domino, dimana dampaknya dirasakan oleh sejumlah perbankan lain di AS. Efek domino itu menimbulkan krisis finansial di AS menyusul kolapsnya beberapa bank lainnya.

Secara umum, krisis tersebut diakibatkan oleh perbankan yang tidak sanggup bertahan ditengah kebijakanpengetatan suku bunga acuan.

Belakangan krisis perbankan di AS merembet hingga ke Eropa, dimana salah satu bank tertua di benua tersebut mengalami kebangkrutan. Sontak hal itu menimbulkan kepanikan besar di pasar keuangan global.

Imbas dari krisis tersebut adalah tingginya inflasi di banyak negara sejak setahun terakhir yang diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan oleh AS. Kenaikan suku bunga yang agresif tersebut masih berlangsung hingga sekarang. "Hal itu telah menumbuhkan dampak pada sektor perbankan," imbuhnya.

Baca Juga: Terima Hibah USD649 Juta dari AS, Sri Mulyani: Tuntaskan Kemiskinan

Dampak lainnya, munculnya pelemahan ekonomi, khususnya pada negara-negara maju. Hal itu turut memberikan pengaruh terhadap perekonomian negera berkembang seperti Indonesia.

"Perlambatan kondisi perekonomian di negara maju ini, akan berdampak pada emerging dan develop country yang mengandalkan ekspor. Sementara itu, reopening China belum mampu memulihkan ekonomi, mengkonfirmasi pertumbuhan masih lemah dan mempengaruhi ekspor impor," pungkasnya.