Laporan Belanja Perpajakan

Dampak Kenaikan Belanja Perpajakan 2021, Kemenkeu: Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Kementerian keuangan (Kemenkeu) merilis laporan belanja perpajakan 2021, yang mencatat berbagai kebijakan insentif perpajakan.

Ilustrasi laporan keuangan. Foto:-Net

apahabar.com, JAKARTA – Kementerian keuangan (Kemenkeu) merilis laporan belanja perpajakan 2021, yang mencatat berbagai kebijakan insentif perpajakan. Insentif tersebut bertujuan untuk mendukung kinerja perekonomian negara dalam rangka percepatan pemulihan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengungkapkan pemberian insentif tersebut, efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

“Melihat perekonomian 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” ujar Febrio dalam keterangan tertulis, selasa (27/12).

Baca Juga: Usai Bertemu 2 Kementerian, Bupati Meranti Tak Menyesal Bilang Kemenkeu 'Iblis'

Belanja Perpajakan 2021 mencapai Rp299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan 2020 yang nilainya sebesar Rp241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan.

Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan 2020. Peningkatan itu seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19.

Pemanfaatan insentif seperti fasilitas PPN dan Bea Masuk untuk kegiatan penanganan Covid-19 termasuk impor pengadaan vaksin.

Baca Juga: Usai Ancam 'Perang' Kemenkeu, Bupati Meranti Ngadap ke Kemendagri: Sudah Melunak?

Berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan 2021 yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM mencapai Rp229,0 triliun.

Nilai itu setara 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan. Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak.

Pengecualian barang kena pajak itu seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Selain itu, untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan.

“Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan," kata Febrio.

Baca Juga: Mendagri Tegur Keras Bupati Meranti Terkait Ucapannya ke Kemenkeu

Pemerintah juga dituntut untuk mampu membaca segala dinamika yang terjadi akibat tekanan geopolitik dan berbagai bentuk komitmen global terkait pelaksanaan ekonomi hijau.

Selain itu juga pemerintah harus bisa membaca  konsensus reformasi perpajakan internasional, yang akan mempengaruhi kebijakan insentif perpajakan.

“Sebagaimana kita ketahui, insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja,” tuturnya.