Politik

Cuncung Syafruddin H Maming, Dari Kades Pulau Burung Menuju Parlemen di Senayan (Bagian 1)

apahabar.com, BANJARMASIN – Perhelatan pemilihan calon legislatif pada Pemilu 2019 tinggal sekitar 4 bulan lagi. Para…

Cucung Syafruddin H Maming di atas speedboat yang kerap mengantarkannya jika ingin ke Pulau Burung. Foto-apahabar.com/Andre

apahabar.com, BANJARMASIN – Perhelatan pemilihan calon legislatif pada Pemilu 2019 tinggal sekitar 4 bulan lagi. Para calon legislatif semakin sibuk berkampanye menawarkan program-programnya agar bisa terpilih. Salah seorang diantaranya adalah Syafruddin H Maming atau yang akrab disapa Cuncung, calon anggota legislatif untuk DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk daerah pemilihan Kalimantan Selatan 2.

Untuk lebih mengenal sosok caleg yang satu ini, apahabar.com akan mencoba menggali bagaimana sosok Syafruddin H Maming. Bagaimana perjalanan dan prinsip hidupnya? Kehidupan keluarganya? juga perjuangannya hingga ia bisa menjadi salah satu tokoh yang dipercaya mengemban amanah masyarakat Kalsel.

Publik terkejut. Pada detik-detik akhir pendaftaran calon legislatif Pemilu 2019, Mardani H Maming tiba-tiba batal mencalonkan diri menjadi calon anggota DPR RI. Padahal, saat mengumumkan mundur dari posisi Bupati Tanah Bumbu, Mardani sudah menyampaikan ke masyarakat bahwa ia akan maju ke Senayan.

Tapi, begitulah dinamika dalam politik. Mardani memutuskan fokus ke bisnis dan keluarga. Ia menyerahkan posisinya untuk dilanjutkan oleh kakaknya sendiri: Syafruddin H Maming atau yang akrab disapa Cuncung.

Namanya memang tak sepopuler adiknya, tetapi Cuncung juga memiliki sesuatu yang bisa dibilang mirip dengan apa yang dimiliki Mardani selama ini.

Kamis, 3 Januari 2018, apahabar.com berkesempatan melakukan wawancara ekslusif bersama Cuncung H Maming. Sosoknya yang ramah dan murah senyum menerima kedatangan wartawan apahabar.com di sebuah ruangan minimalis berpendingin udara dengan warna dominan biru muda, dua sofa ukuran sedang berwarna orange, satu sofa untuk istirahat, dan dua kursi kecil berwarna coklat.

Di atas meja berwarna putih, ada beberapa snack dan air mineral yang memang disediakan untuk para tamu. Di salah satu sudut atas dinding ada tulisan arab beserta terjemahannya. Tulisan itu berbunyi: Segalanya ini adalah karunia Allah.

Hari itu, Cuncung mengenakan kaos putih polos non branded dan celana bercorak militer. Ia memang tak pernah menyukai barang-barang bermerk. Bapak tiga anak itu lebih suka mengenakan pakaian yang sederhana. Dan kesederhanaan itu terus melekat kepada dirinya sejak dahulu sampai sekarang.

Cuncung Syafruddin H Maming ditengah massa dalam suatu kegiatan sosial di Tanah Bumbu. Foto-apahabar.com/Budi Ismanto

Cuncung yang lahir di Pulau Burung, 6 Januari 1977, memang terlahir dari keluarga yang sangat dikenal di Batulicin. Ayahnya, H Maming, merupakan tokoh masyarakat yang paling dikenang karena kedermawanannya. Menurut Cuncung, ayahnya memang senang membantu orang lain yang sedang tertimpa kesulitan.

“Saya ingat pesan beliau. Pertama, kalau kita punya uang, bantulah dengan harta. Kalau tidak, bantulah dengan tenaga. Lalu, kalau harta dan tenaga tidak punya, bantulah orang yang kesusahan dengan pemikiran,” kata Cuncung sambil mengenang sosok H Maming.

Sebagai sosok ayah, kata Cuncung, H Maming merupakan sosok yang tegas, disiplin, dan tak pernah memanjakan anak-anaknya. Sebagai contoh, meski menjadi anak seorang tokoh masyarakat di Batulicin, kehidupan Cuncung ternyata tak lurus-lurus amat. Ia sempat menjadi buruh kayu selama dua tahun di dermaga Pasar Lama Batulicin. Pekerjaan itu ia tekuni sekira tahun 2000. Setelah usaha kayu macet pada 2004, ia masih terus mengembara mencari jati dirinya.

Tahun 2008, ia diajak sang adik, Mardani, untuk bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa yang saat itu masih diketuai oleh KH Abdurrahman Wahid. Posisi Cuncung saat itu sebagai Ketua PAC PKB Kabupaten Tanah Bumbu. Belakangan, terjadi dualisme di dalam tubuh PKB. Sebenarnya, Cuncung dan Mardani berupaya bertahan. Namun, ternyata kondisinya tidak memungkinkan. Akhirnya, mereka berdua hijrah ke partai lain. Partai yang menjadi pelabuhan berikutnya adalah PDI Perjuangan.

Di partai berlambang banteng itulah, keduanya bisa berkembang menjadi sosok yang diperhitungkan di Kalsel. Dipilihnya PDI Perjuangan itu juga atas izin orang tua mereka. “Kalau tak ada izin orang tua, tak mungkin kami memilih PDI Perjuangan,” ungkapnya, sambil memperbaiki posisi duduknya.

Dalam perjalanannya, Cuncung pernah menjadi Kepala Desa Pulau Burung pada 2011 sampai 2013. Ia juga dikenal karena menjadi ketua dan pengurus berbagai organisasi penting di daerah ini. Saat ini, ia tercatat sebagai Ketua Yayasan H Maming yang bergerak di bidang sosial. Ia juga masih menjadi anggota DPRD Provinsi Kalsel dan menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III. Pada Pemilu 2014, Cuncung mendapat suara nomor lima terbanyak se Kalsel dengan 19.930 suara.

Bagi Cuncung, keputusannya maju di ranah politik adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat. Ia sendiri tak pernah berpikir untuk mencari keuntungan. Sebab, hal yang paling utama dalam hidupnya adalah membantu masyarakat yang sedang kesulitan.

Baru-baru ini, sekira Oktober 2018, ia berhasil membuat Pulau Burung terang benderang karena sudah dialiri listrik. Meski listrik belum dapat berfungsi maksimal karena hanya menggunakan PLTS, tetapi hal itu menunjukkan komitmen nyata dari Cuncung kepada masyarakat. (Advertorial)

Reporter: Puja MandelaEditor: Budi Ismanto