Cukai Minuman Berpemanis

Cukai Minuman Berpemanis dan Plastik, Pengamat: Itu Mematikan UMKM

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah angkat bicara soal cukai minuman berpemanis dan kemasan plastik yang akan diberlakukan pemerintah.

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah. Foto: dok/KWP

apahabar.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah angkat bicara soal cukai minuman berpemanis dan kemasan plastik yang akan diberlakukan pemerintah. Ia menilai, keuntungan negara dari regulasi itu tak sebanding dengan potensi risiko mematikan laju UMKM.

"Disamping jumlahnya tidak banyak terima pajak juga tidak signifikan, malah mematikan industri UMKM yang selama ini hidup dari minuman berpemanis dan plastik itu," kata Trubus kepada apahabar.com, Selasa (25/7).

Ia beranggapan, kebijakan itu harus ditimbang secara matang agar tidak memberikan dampak buruk bagi pelaku UMKM yang selama ini menggantungkan usahanya dari gula berpemanis dan kemasan plastik. Karena iti, ia mengusulkan agar pelaku UMKM mendapatkan perlakuan khusus.

"Jadi sebaikanya dibebaskan untuk UMKM produk-produk seperti itu agar produknya bertahan," imbuhnya.

Baca Juga: Kenaikan Cukai, Pengamat: Bukan Solusi Mengurangi Konsumsi Rokok

Lagi pula, ujar Trubus, rencana pemungutan cukai itu sangat kecil urgensinya. Artinya, kebijakan tersebut tidak belum menjadi prioritas untuk segera diberlakukan.

Karena itu, Trubus mengusulkan agar pemerintah lebih memperhatikan produk lokal dari para pelaku UMKM agar mereka mampu bertahan dan mengembangkan bisnisnya secara lebih kompetitif.

Selama ini, UMKM memiliki peranan penting terhadap perekonomian negara. Dilansir dari laman Kemenkeu, UMKM mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,4% dari total investasi di Indonesia.

Berdasarkan data itu, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja juga besar.

Baca Juga: Januari hingga Mei, Penerimaan dari Cukai Rokok Turun 12,4 Persen

Sekedar informasi, pemerintah sudah lama mencangkan pemungutan cukai terhadap minuman berpemanis dan kemasan plastik. Namun kebijakan tersebut selalu tertunda hingga saat ini.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (24/7) menjelaskan implementasi tersebut belum bisa dilakukan karena masih membutuhkan koordinasi dan penyelarasan aturan yang disesuaikan dengan sejumlah pihak terkait.

Tahun lalu, rencana menetapkan kebijakan cukai pada minuman berpemanis dan kemasan plastik batal diterapkan karena masih mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Atas dasar itu, pemerintah menilai tahun depan (2024) sebagai waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan tersebut.

Sementara itu, Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengamanatkan pembahasan cukai dalam bentuk aturan turunan. Sampai sejauh ini, aturan tersebut belum dibahas dan dimasukkan ke RAPBN  namun sudah masuk ke Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan FIskal (KEM PPKF) 2024.

Hal lainnya, upaya untuk menetapkan komoditas baru menjadi Barang Kena Cukai tidak semudah menaikkan tarif yang sudah ada. Perlu koordinasi dan sosialisasi, hingga aturan yang matang sehingga tak menimbulkan kontra di masyarakat dan pelaku usaha.