bakabar.com, BANJARBARU - Cuaca yang tak menentu di Kalimantan Selatan, khususnya Banjarbaru, memicu serangan penyakit kepada tanaman cabai dan sayuran.
Salah seorang petani cabai, Rukadi, menuturkan hujan dan panas yang mendadak dalam dua bulan terakhir membuat petani cabai dan sayuran kelimpungan.
“Banyak serangan penyakit, sehingga menurunkan kualitas dan jumlah hasil panen,” jelas Rukadi, Selasa (18/11).
“Kalau hujan panas-hujan panas seperti sekarang, petani pasti mengeluh karena penyakit banyak. Bahkan hampir semua penyakit muncul,” tambahnya.
Dalam panen pertama, tanaman cabai Rukadi masih bisa menghasilkan sekitar 150 kilogram. Namun memasuki tanam kedua, hasil langsung anjlok.
Terlebih tanaman yang semakin tua lebih mudah diserang penyakit. Ditambah harga cabai yang sekarang belum cukup menutup biaya di lapangan.
Adapun cabai keriting sekarang seharga Rp21 ribu per kilogram. Sementara cabai japlak Rp15 ribu per kilogram.
“Memang terjadi kenaikan harga Rp1 ribu hingga Rp2 ribu sekitar sepekan terakhir. Namun tetap saja tidak mencukupi untuk bayar buruh,” ungkap Rukadi.
Meski kondisi berat, Rukadi tetap harus memanen. Apabila tidak segera dipanen, tanaman dan buah justru akan rusak.
Sementara petani sayur, Sukiran, mengalami situasi serupa. Hasil produksi sayur turun drastis sejak cuaca tidak stabil, “Kalau biasanya 100 ikat lebih sekarang paling 50,” sebutnya.
Kondisi tanah juga berubah akibat hujan dan panas yang tidak beraturan, "Dampaknya harga sayur juga naik gara-gara langka. Semuanya mendekati dua kali lipat dari biasanya Rp5 ribu, sekarang di pasar Rp7 ribu sampai Rp10 ribu per ikat,” tutur Sukiran.
"Kendati demikian, kondisi seperti ini sudah menjadi risiko petani. Mau mahal atau murah, petani pasti tetap menanam,” tutupnya.