DPRD Kalsel

Covid-19 Kalsel Melonjak Lagi, Bang Dhin: Sektor Hulu Jadi Kunci

apahabar.com, BANJARMASIN – Muhammad Syaripuddin, Wakil Ketua DPRD Kalsel menyoroti penanganan Covid-19 di sektor hulu. Baru-baru…

Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syaripuddin juga meminta pemerintah memperkuat koordinasi-komunikasi dalam upaya penanganan Covid-10. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Muhammad Syaripuddin, Wakil Ketua DPRD Kalsel menyoroti penanganan Covid-19 di sektor hulu. Baru-baru tadi, angka penularan Covid-19 melonjak signifikan dalam sehari.

“Saya selalu bilang, ayo pemerintah perkuat 3T [tracing, testing, treatment], 5M, vaksin dan komunikasi-koordinasi antar-stakeholders yang efektif,” kata Bang Dhin, sapaan karibnya, kepada apahabar.com, Senin (9/8).

Peningkatan kemampuan mendeteksi orang sakit, testing, hingga treatment tak berarti banyak jika pemerintah tidak berupaya meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan masyarakat.

“5M [mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas] juga harus ditingkatkan, pengawasan ekstra oleh pemerintah dan dimohon partisipasi masyarakat,” jelasnya.

Lebih jauh, Bang Dhin juga menyoroti pelaksanaan vaksinasi massal yang dilakukan pemerintah justru memicu kerumunan.

“Begitu pula dengan vaksin, ketersediaan stok dan distribusi harus diperhatikan pemerintah serta tidak lupa mengenai pelaksanaan vaksinasi yang masih bermasalah terkait kerumunan,” ujarnya.

Karenanya, Bang Dhin kembali mengingatkan agar pemerintah membenahi sektor hulu penanganan Covid-19.

“Kasihan para tenaga kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan yang merupakan tokoh di bagian hilir, mereka terlalu kita jadikan titik tumpu. Sudah seharusnya bagian hulu membantu meringankan beban kerja mereka,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kalsel mengumumkan penambahan jumlah kasus Covid-19 yang sangat signifikan dalam sehari.

Jumlah pasien positif kebanyakan ditemukan dari hasil tracing kontak erat dari pasien yang sebelumnya terkonfirmasi positif.

Prof Husaini, Akademisi Fakultas Kedokteran ULM dan sekaligus sebagai Ketua Dewan Pakar DPD- FIDN Kalimantan Selatan menjelaskan bagaimana seharusnya daerah merespons terjadinya lonjakan Covid-19 termasuk partisipasi publik dalam sinergitas dalam pemerintah daerah.

“Cara untuk menilai dan merespons tinggi dan rendahnya kasus Covid-19 di suatu daerah/wilayah yang sangat krusial dan fundamental yaitu di bagian hulu ditandai dengan ukuran-ukuran ilmiah,” jelas Prof. Husaini.

Ukuran-ukuran yang dimaksud adalah nilai positivity rate (PR) atau nilai infeksi Covid-19 di tengah masyarakat setiap harinya di bawah 5% selama minimal 10 minggu berturut- turut.

Makna nilai PR ini menggambarkan fakta kasus Covid-19 di tengah masyarakat, artinya jika nilai PR semakin tinggi di atas 5% , maka semakin banyak pula potensi kasus Covid-19 di tengah masyarakat.

Ukuran kedua adalah angka pelacakan kasus (tracing) dan isolasi (RLI) di sesuaikan dengan angka atau ukuran PR.

“Jika PR sama dengan 5%, maka tracing/lacak kasusnya minimal 1 banding 30 (standar WHO), kemudian dilanjutkan dengan secepatnya untuk di-testing/uji tes dengan metode lebih diutamakan menggunakan PCR test atau TCM test,” ujarnya.

Nilai rasio lacak dan isolasi menggambarkan atau menjelaskan hubungan kemampuan wilayah dalam respons Covid-19. Yaitu jika ada satu yang terkonfirmasi positif, maka minimal 30 orang yang dilacak dan ditesting.

“Yang kemudian bila ditemukan konfirmasi kasus segera lalukan treat/tindakan baik isolasi terpusat atau jika dalam kondisi sakit sedang dan berat dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 di wilayah tersebut,” paparnya.

Yang menjadi ukuran ketiga adalah nilai RE atau RT (angka reproduksi efektif) wajib di bawah satu selama minimal 10 minggu berturut-turut.

Dan ukuran terakhir tentu saja angka kedisiplinan kepatuhan masyarakat dalam penggunaan prokes Covid-19 minimal skornya 85 minimal 10 minggu berturut-turut.

“Jika bagian hulu tersebut kurang optimal dilakukan/dilaksanakan oleh suatu wilayah dalam merespons lonjakan kasus Covid-19 serta tidak dibendung, maka berapapun kapasitas rumah sakit dan faskes disediakan termasuk sumber daya manusia beserta operasionalnya tidak akan mampu,” pungkas epidemiolog ULM itu.

Dipicu Varian Delta?

Varian Delta diindikasikan menjadi pemicu terjadinya lonjakan kasus secara signifikan di Kalimantan Selatan.

"Kita masih menunggu hasil pemeriksaan spesimen yang dikirim. Memang belum ada surat resmi tapi indikasi-indikasi itu tidak menutup kemungkinan varian Delta sudah ada," kata Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan Muhamad Muslim di Banjarmasin, Minggu (8/8) dilansir Antara.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Peningkatan kasus saat ini dilaporkan mencapai tiga sampai empat kali lipat dibanding Juni lalu. Lonjakan signifikan terjadi selama Juli hingga memasuki satu pekan di Agustus. Kasus harian bertambah antara 600 hingga 900 orang.

Angka kematian juga demikian. Dalam sepekan terakhir, per hari antara 25 sampai 49 orang harus meregang nyawa karena positif Covid-19.

Sebagian besar dari kasus kematian, menurutnya disebabkan karena terlambatnya penanganan dari mereka yang terpapar. Pasien yang datang ke rumah sakit umumnya sudah dalam kondisi gejala berat bahkan kritis.

"Memang ada masyarakat yang menunda-nunda untuk dirawat ke rumah sakit. Bisa juga sebelumnya tidak menyadari bahwa dia terpapar Covid-19, mungkin dikira sakit biasa. Makanya penting apabila mengalami sakit terlebih menunjukkan gejala mirip Covid-19, segeralah dites. Tahap awal bisa antigen dulu agar cepat terdeteksi dan pengobatannya juga maksimal," ujarnya.

Atas kemungkinan telah menyebarnya varian Delta, Muslim pun mengingatkan masyarakat dapat lebih meningkatkan kewaspadaan melalui disiplin protokol kesehatan.

"Prokes jangan sampai kendor. Lengah sedikit saja kita bisa terpapar dan jika imunitas tak kuat dan ada faktor komorbid maka sangat berbahaya," ucapnya.

Sebelumnya, Badan Litbangkes, Pusdatin dan Paskhas Kementerian Kesehatan RI dalam Laporan Mingguan Penanganan Covid-19, 24-30 Juli menyebut varian Delta telah teridentifikasi di Kalimantan Selatan.

Laporan tersebut menyebut hasil sekuensing virus SARS-CoV-2 dari 510 kasus konfirmasi di Indonesia pada minggu epidemiologi ke-30 ditemukan 165 kasus varian Delta atau 32,35%.

Daerah baru yang resmi dijamah varian Delta pada minggu tersebut adalah Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua Barat. Khusus Kalsel dari jumlah varian Delta yang ditemukan adalah satu dari total 50 sekuens per 30 Juli.

Hal senada juga diungkapkan oleh Hidayatullah Muttaqin, Anggota Tim Pakar Covid-19, Lambung Mangkurat (ULM).

"Temuan Litbangkes ini menguatkan dugaan sebelumnya bahwa gelombang ketiga Covid-19 Kalsel ada peran aktor varian Delta," ujar Taqin kepada apahabar.com, Kamis (5/8).

Lantas seberapa berbahayakah varian mutasi dari India dengan garis turunan B.1.617.2 ini?

Oleh WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), kata Taqqin, varian ini dimasukkan sebagai Variants of Concern (VOC) karena lebih berbahaya.

Varian ini memiliki kecepatan penularan lebih tinggi 60 persen dari varian Alpha Inggris, dua kali lebih besar risiko penderita masuk rumah sakit, dapat menurunkan efektivitas vaksin dan munculnya kasus reinfeksi.

"Karakteristik varian Delta inilah yang identik dengan cepatnya pertumbuhan kasus di Kalsel dari bulan Juli tadi yang menyebabkan lonjakan pasien Covid-19 di rumah sakit," ujarnya.

Dalam bulan Juli jumlah kasus bertambah sebanyak 11.925 kasus konfirmasi dan 285 orang meninggal dunia. Kasus konfirmasi di bulan Juli tersebut naik 9,1 kali lipat dibandingkan bulan Juni sedangkan kasus kematian melonjak 5,6 kali lipat.

"Adanya rilis resmi dari Litbangkes Kementerian Kesehatan mengenai ditemukannya varian Delta di Kalimantan Selatan tersebut, maka ini menjadi pelecut kita semua untuk meningkatkan kewaspadaan dan upaya pencegahan penularannya," imbaunya.

Semua pihak memiliki peran penting dalam penanganan pandemi Covid-19.

Pemerintah membuat strategi kebijakan yang tepat, cepat dan implementatif dan partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilannya.

"Kita harus menurunkan mobilitas penduduk secara signifikan dan menaikkan penerapan protokol kesehatan agar kasus penularan dapat diturunkan," ujarnya.

Jika varian Delta memiliki kecepatan penularan yang lebih tinggi maka masyarakat perlu menghindari adanya kerumunan.

Termasuk kegiatan vaksinasi perlu dirancang secara lebih baik ke depannya agar potensi kerumunan dapat dimitigasi.

"Sementara strategi 3T (testing, tracing dan treatment) perlu di-booster dalam rangka menemukan secepat-cepatnya dan sebanyak-banyak warga yang telah terinfeksi Covid-19 untuk diisolasi. Sedangkan yang bergejala berat atau memiliki komorbid dan berusia lanjut perlu segera mendapatkan treatment di rumah sakit," pungkas Taqqin.