Tak Berkategori

COP 24 di Polandia: WALHI Sumatera Soroti Pembangunan PLTU

apahabar.com- KATOWICE – Direktur WALHI Sumatera Selatan, Muhammad Hairul Sobri menilai, pemerintah belum cukup serius menjalankan…

Di selatan Polandia, ribuan aktivis lingkungan dari penjuru dunia, termasuk WALHI menyuarakan pendapat mereka mengenai perubahan iklim, termasuk Indonesia. Foto – flickr.com

apahabar.com- KATOWICE – Direktur WALHI Sumatera Selatan, Muhammad Hairul Sobri menilai, pemerintah belum cukup serius menjalankan target penurunan emisi sebesar 17 persen dari total target nasional.

Adapun di Sumatera Selatan saat ini, menurut WALHI, masih terus menggenjot pembangunan PLTU batubara.

"Gubernur Sumatera Selatan menargetkan penurunan emisi dari kontribusi Sumatera Selatan sebesar 17 persen dari total target nasional. Namun faktanya pembangunan PLTU terus dijalankan, bahkan masuk dalam strategi pembangunan nasional, ujar Sobri dalam keterangan persnya.

Sobri mendesak agar pemerintah menghentikan proses pembangunan PLTU di Sumatera Selatan. Alih-alih sebagai bagian dari upaya energi terbarukan, sebutnya, pemerintah membangun proyek-proyek energi yang diklaim bersih seperti geothermal dan PLTA skala besar, seperti proyek PLTA Batang Toru.

Pemerintah kata dia telag mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia antara lain melalui prinsip Free Prior Inform Consent dari masyarakat, khususnya masyarakat di hilir Sungai Batang Toru yang akan terdampak dari pembangunan PLTA Batang Toru.

Berita terkait: 40 ribu Hektar Pegunungan Meratus Diusulkan Jadi Hutan Adat

“Karenanya, WALHI Sumatera Utara mendesak pemerintah menyetop proyek PLTA Batang Toru,” jelas Direktur WALHI Sumatera Utara, Dana Prima Tarigan.

Selain di internasional, WALHI menyuarakan keadilan iklim di dalam negeri dengan berbagai aksi di daerah antara lain di Papua, Yogya, dan Jawa Timur.

Hutan Papua terus terancam dari ekspansi perkebunan skala besar seperti sawit dan proyek-proyek pembangunan atas nama kepentingan nasional.
Masyarakat Adat yang hidupnya tergantung dari hutan terancam kehilangan sumber-sumber kehidupannya.
Padahal bagi masyarakat adat Papua, hutan adat bukan hanya sumber pangan, tetapi juga ikatan hidup dan identitas orang Papua.

"Kehilangan hutan adat bagi masyarakat adat, sama artinya dengan kehilangan identitas sebagai Masyarakat Adat. Hutan adat inilah yang seharusnya diakui dan dilindungi oleh negara, bukan justru memberikan berbagai izin untuk korporasi," tegas Aiesh Rumbekwan, Direktur WALHI Papua.

Editor Fariz Fadhillah