Kalsel

Cerita Pemuda Kalsel Keliling Indonesia hingga Tembus Makam Imam Bonjol di Sulut

apahabar.com, TANJUNG – Muhammad Fini (20), pemuda Kalimantan Selatan berkeliling Indonesia hingga Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara…

Berkat tumpangan sebuah mobil yang tak dikenalnya, pemuda asal Simpung Layung ini berhasil tiba di makam sang pahlawan. Foto: Fini untuk apahabar.com

apahabar.com, TANJUNG – Muhammad Fini (20), pemuda Kalimantan Selatan berkeliling Indonesia hingga Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).

Kedatangannya di Minahasa memang sudah direncanakannya sehabis ia mengunjungi Manado yang berjarak sekira 43 kilometer tersebut.

Rupanya Fini ingin berada di Minahasa tepat di Hari Pahlawan, 10 November. Di sana ia ingin menyempatkan diri menziarahi makam Tuanku Imam Bonjol.

“Alhamdulillah, niat ziarah ke makam Tuanku Imam Bonjol di Hari Pahlawan dimudahkan Allah SWT dengan adanya orang baik yang memberikan tumpangan sehabis di Kota Manado,” katanya kepadaapahabar.com, Senin (15/11).

Makam sang pahlawan nasional itu berada di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Di sana tertulis riwayat pahlawan asal Sumatera Barat itu mengenai peran menonjolnya dalam Perang Padri.

Tuanku Imam Bonjol dilahirkan di Tanjungbungo (Bonjol), Sumatera Barat, 1774 silam.

25 Oktober 1837, ia tertangkap oleh pemerintah kolonial Belanda setelah bertahun-tahun melakukan perlawanan.

Pria yang juga dikenal dengan nama Muhammad Shahab ini menyerah setelah pasukannya tercerai berai diserbu Belanda di Benteng Bonjol.

Meski banyak yang menulis bahwa ia menyerahkan diri, seperti dikutip apahabar.com dari Tempo.co, tetapi sebenarnya Tuanku Imam ditangkap dengan siasat berunding oleh Residen Francais di Palupuh.

Tuanku Imam Bonjol pada akhirnya tutup usia dalam pengasingannya di Minahasa, 8 November 1854.

Fini berpesan kepada generasi muda untuk terus mengenang jasa-jasa pahlawan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

“Di hari depan kita adalah manusia berkalang tanah yang akan punah termakan masa lalu hingga hilang meninggalkan nama,” ujarnya.

“Contohlah para pahlawan yang rela berkorban nyawa untuk tanah air Indonesia,” sambung Fini.

Catatan takdir, sambung Fini, akan terus bergulir mencatat segala macam tingkah laku anak manusia sepanjang hidup di muka bumi.

“Kita tahu itu, Ar-Rahman mencintai hamba-nya lebih daripada seorang hamba mencintai dirinya sendiri,” ujar warga Simpung Layung, Muara Uya, Kabupaten Tabalong ini.

Diketahui puluhan kota dan kabupaten di Indonesia telah didatangi Fini hanya bermodal jalan kaki sambil menumpang kendaraan.

“Saya ingin mengenal kearifan lokal, budaya, mengenal warga lokal di seluruh nusantara,” ujarnya.

"Dengan berkeliling Indonesia saya juga bisa naik gunung,” sambungnya.

Selama berkeliling Indonesia, di setiap pulau, Fini selalu mengabadikannya dengan berfoto. Termasuk kala menjajaki gunung.

Meski telah mendatangi sejumlah daerah, Fini mengaku belum menemukan wisata air terjun.

Hal itu mengingat tumpangan ke arah lokasi wisata susah ia dapatkan. Ditambah juga jarang ada mobil lewat.

"Gunung-gunung di Maluku saja tidak ada saya naiki, makanya saya alihkan ke Sulawesi agar bisa mendaki gunungnya," ungkapnya.

Fini tengah menulis kisah perjalanannya keliling Indonesia. Pasalnya, ia bertekad menerbitkan sebuah buku.

"Kalau kisah perjalanan ini diceritakan semua tidak bakalan habis, nanti kalau ada rezeki lebih saya bikin buku dan menjualnya, saya juga kasih ke sampean,” pungkasnya.

Sedari kecil, Fini rupanya mempunyai mimpi berkeliling Indonesia. Tapi karena tak punya dana, mimpi itu urung ia wujudkan.

Kemudian sejak 2020, oleh temannya, dia diajari cara jalan-jalan tanpa ketergantungan dengan uang.

Setahun lalu, cara itu ia praktikan saat bepergian dari Jawa Timur ke Jawa Tengah. Gagal. Mentalnya belum mumpuni.

Meski begitu, hasratnya berkeliling Indonesia masih menggebu. 22 Februari 2021, ia kembali memberanikan diri menyusuri Nusantara tanpa sepersen uang pun.

Perjalanan dimulai dari Desa Muara Uya menuju ke Pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin. Setelah berhasil menyeberang ke Pulau Jawa, dia kemudian mengunjungi Bali, Lombok, Sumbawa, Dumpa, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Setelah itu, perjalanan Fini dilanjutkan ke Pulau Timur, Kupang. Dan sampai kawasan perbatasan Indonesia dengan Timur-Timor.

Selama di perjalanan, Fini hanya mengandalkan dua kakinya sembari berharap ada orang baik yang mau memberikan tumpangan.

Saat ada orang yang berbaik hati kepadanya kadang Fini bisa nebeng truk, pikap, mobil pribadi, atau kapal.

"Pokoknya apa sajalah yang bisa ditumpangi," katanya.

Saat sudah kelelahan atau matahari sudah tenggelam di ufuk barat, Fini biasanya tidur dan beristirahat di rest area SPBU, toko ritel, di depan warung kosong, dan di depan teras rumah warga. Tak jarang Fini terpaksa tidur di pinggir jalan.

"Untuk mampir di komunitas pencinta alam baru akhir-akhir ini saja saya lakukan," jelas Fini.

Fini juga bercerita selama di perjalanan dia banyak bertemu orang-orang baik. Dari kebaikan mereka itulah dirinya bisa bertahan hidup. Kadang dia diberi makan, diberi jajan, dikasih air, logistik, rokok serta uang.

"Yang ngasih warga setempat dan juga sopir yang mobilnya saya tumpangi. Untuk menyambung hidup saya juga pernah kerja buruh pikul barang bangunan," ceritanya.

Suka duka pun dia terima selama perjalanan. Dia merasa bahagia saat mendapat tumpangan menuju tujuan selanjutnya.

Dukanya, susah dapat kapal. Susah dapat tumpangan mobil. Kurang makan. Terkadang Fini tidak makan dalam sehari.
Pengalaman terpahit ada di Pulau Kupang Pulau Timur. Ia sampai tidak makan selama satu minggu. “Hanya air yang membuat saya bertahan hidup sampai sekarang," bebernya.

Selama perjalanan, Fini juga bertemu dengan orang-orang yang melakukan perjalanan keliling Indonesia. Seperti saat dia datang ke Bogor, Bengkulu, dan Palembang. Di NTB, Fini juga bertemu dengan traveler asal Bandung dan Yogyakarta.

"Teman dari Bandung berpisah. Saya berdua jalan dengan teman dari Yogyakarta hingga sampai Maluku. Namun di Ambon kami berpisah. Sekarang saya jalan sendiri," ungkap Fini.

Fini bertekad untuk terus melanjutkan perjalanannya keliling Indonesia, meski perasaan rindu keluarga di kampung terus berkecamuk. Tapi kerinduan itu akan terus ia pendam sampai tiba di kota terakhir yang akan dia kunjungi.

"Saya kangen dengan keluarga di kampung, karena bagi saya keluarga sangat penting. Tapi nanti saya akan finish di rumah, di Simpung Layung. Semoga tetap sehat dan selamat tidak kurang satu apa pun," pungkasnya.