Tak Berkategori

Cerita Kamal Saat Ramadan di Mesir, Makanan Berbuka Selalu Tersedia

Tradisi berbuka bersama selalu kita jumpai ketika memasuki bulan Ramadan. Tidak hanya di Indonesia, tapi sebagian…

Muhammad Kamal Ihsan (24), warga Banjarmasin yang saat ini tinggal di Kairo Mesir. Foto-Dok.Pribadi

Tradisi berbuka bersama selalu kita jumpai ketika memasuki bulan Ramadan. Tidak hanya di Indonesia, tapi sebagian besar Negara dengan mayoritas umat muslim memiliki tradisi yang khas dan berbeda dari Negara lainnya.

Nita, BANJARMASIN

Muhammad Kamal Ihsan (24), warga Banjarmasin yang saat ini tinggal di Kairo Mesir mengatakan di Negeri seribu piramid tersebut, tradisi berbuka bersama dikenal dengan istilahmaidaturrahman.

"Jadi khasnya di Mesir, tradisi di sini setiap orang semuanya dari anak kecil sampai orang dewasa berlomba-lomba untuk mengadakan atau memberikan buka puasa untuk orang-orang sekitar," ucap pria kelahiran 12 Agustus 1994 ini.

Memasuki tahun ke empat sebagai seorang pendatang yang tengah menempuh pendidikan, Kamal mengaku sangat terbantu dengan adanya tradisi tersebut. Sehingga ia tidak perlu mengkhawatirkan lagi soal makanan saat berpuasa.

"Insya Allah selalu disediakan di sini. Hampir sama seperti Indonesia, persiapan menjelang buka bersama selalu ramai banget meskipun di sini tidak ada istilah ngabuburit. Lebih kepada pembagian untuk berbuka lah," ungkap mahasiswa akhir di Al Azhar Kairo ini.

Selainmaidaturrahman, Mesir juga memiliki tradisi lainnya setiap menyambut datangnya bulan Ramadan. Negara yang terkenal akan nuansa agamisnya tersebut juga sangat mendukungnya untuk lebih fokus dalam beribadah.

"Ada lagi tradisi unik yang saya temui di Mesir, namanya Fanoos yaitu sejenis lampion atau lampu-lampu khas Mesir. Nah kalau orang-orang sekitar sudah mulai berjualan lampu tersebut, itu berarti pertanda Ramadan akan mulai datang. Di sini Masjid-masjid dibuka dari subuh hingga ke malam, sehingga lebih mudah untuk beribadah. Banyak hal-hal yang mengkondisikan untuk lebih dekat dengan Allah dan menjadikan Ramadan kali ini lebih baik dari tahun sebelumnya," jelasnya

Berpuasa selama 16 jam lamanya, membuat Kamal harus berperang antara menahan cuaca yang sangat panas dan minimnya waktu untuk beristirahat.

"Apalagi ini baru minggu-minggu awal perpindahan musim dari musim dingin ke panas. Panas banget dimana suhunya mencapai 37 derajat celcius. Ditambah saat ini sedang menghadapi masa ujian, jadi sambil berpuasa tetap harus fokus pada persiapan ujian juga," tuturnya

Di Mesir sebutnya, masyarakat lebih aktif melakukan kegiatan di malam hari. Selepas subuh, orang-orang akan tidur dan baru memulai aktivitas setelah zuhur hingga malam hari.

"Karena waktunya mepet dan tanggung banget, sahur jam 2 dan subuh jam 3. Sedangkan tarawih selesai antara jam 11 hingga setengah 12, kemudian dilanjutkan persiapan sahur. Setelah subuh baru kebanyakan orang-orang mesir pada tidur. Kami mahasiswa biasanya juga seperti itu, tapi berhubung sekarang sedang ujian jadi agak susah sih," akunya

Terkendala waktu ujian yang bertepatan dengan bulan Ramadan, ia terpaksa kembali menunda pulang ke Banjarmasin. Kamal memang mengaku rindu akan suasana kampung halaman, namun tidak mematahkan semangatnya sebab ini adalah tahun terakhirnya menjadi mahasiswa Al-Azhar.

"Banyak hal-hal yang tidak saya dapatkan di sini seperti kumpul bareng keluarga dan teman, tradisi keliling membangunkan sahur juga kue-kue khas Ramadan. Insya Allah saya disini sampai akhir tahun ini, karena memang studinya sudah selesai di sini. Minta doanya semoga dimudahkan dalam segala urusan," katanya.

Baca Juga: Cerita Yulida dari London; Beratnya Puasa di Negeri Orang, Kangen Suasana Ramadan di Banua

Baca Juga: Ramadan di Negeri Tirai Bambu, Munif Semula Diragukan Bisa Puasa

Baca Juga:Puasa di "Negeri Tercepat", Husniaty Terkendala Rindu

Editor: Syarif