Kalsel

Catatan Sejarah (3); Bekal Restu Hindia-Belanda, Klenteng Sutji Nurani Banjarmasin Kokoh Berdiri

apahabar.com, BANJARMASIN – Pengangkatan Kapten Cina The Sin Yoe dan Ang Lim Thay sebagai pemimpin warga…

Klenteng Sutji Nurani yang terletak di persimpangan antara Jalan Veteran dan Jalan Pierre Tendean Banjarmasin. Foto-mapio.net

apahabar.com, BANJARMASIN – Pengangkatan Kapten Cina The Sin Yoe dan Ang Lim Thay sebagai pemimpin warga Tionghoa menjadi cikal bakal berdirinya Klenteng Sutji Nurani di Banjarmasin.

“Beberapa literatur menuliskan klenteng ini didirikan pada tahun 1898. Dua tokoh ini sangat berperan dalam pendirian klenteng Sutji Nurani,” ucap Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM, Mansyur kepada apahabar.com, Sabtu (25/1) pagi tadi.

Pendirian itu tak lepas dari jurus lobi kedua Kapten Cina kepada pemerintah Hindia-Belanda.

Walhasil, usaha berbuah manis. Mereka memperoleh persetujuan mendirikan tempat ibadah bagi orang-orang Cina di Pacinan.

Listiana berpendapat, kata Mansyur, klenteng di Banjarmasin dibangun sebagai klenteng komunitas (community temple) yang terletak di pinggir Sungai Martapura.

“Klenteng di Kampung Pacinan ini bernama Sen Sen Kung atau Klenteng Sutji Nurani,” terang dia.

Kala itu, Klenteng Soetji Noerani menjadi ikon wilayah Pacinan pada era pemerintahan Hindia-Belanda di Banjarmasin.

Terletak di persimpangan antara Jalan Pierre Tendean dan Jalan Veteran (Pecinan laut), Kelurahan Kampung gadang, Banjarmasin.

Elemen utama dari permukiman adalah klenteng. Klenteng merupakan pusat kehidupan masyarakat Cina. Wajar, jika keberadaannya menjadi inti dalam sebuah permukiman Cina.

Klenteng bukan sekadar penghias kampung. Klenteng adalah wujud kosmologi Tiongkok.

Pendirian klenteng adalah usaha menjaga keseimbangan kosmos, antara manusia dan alam.

Tentunya, pembangunan klenteng ini bermaksud khusus. Ditujukan untuk kepentingan atau kalangan tertentu.

Klenteng bernama lain Kiong (Istana) Tong/Ting (bangunan suci berbentuk kecil), Bio/Miao/(dalam bahasa hokkian, bangunan kebaktian bagi Khong Cu atau Khong Cu Bio).

Klenteng Sen Sen Kung (Sutji nurani) juga dapat dikategorikan klenteng jalan masuk (locality access temple) sekaligus klenteng lingkungan (neigbourhood temple).

Alasannya, karena berada di ujung jalan masuk sehingga dapat dilihat siapa saja. Sangat jelas terlihat dari letaknya di persimpangan antara Jalan Pierre Tendean dan Jalan Veteran Banjarmasin.

Kurnia Widiastuti dan Anna Oktaviana (2012), tambah Mansyur, menuliskan bahwa awal berdiri klenteng ini didominasi material kayu.

Pada masa itu, kayu adalah merupakan material utama bangunan, khususnya di Banjarmasin.

Pada tahun 1925, klenteng mengalami renovasi. Material kayu diganti dengan beton.

Pada tahun 1904 diangkat kembali Kapten Cina bernama Thio Soen Yang. Kemudian pada tahun 1912, terdapat Luitenans der Chinezen (letnan-letnan China) Tjoe Eng Hoei dan Oe Eng An.

Baca Juga:Catatan Sejarah (1); Menguak Asal Mula Warga Tionghoa Menetap di Banjarmasin

Baca Juga:Catatan Sejarah (2); Erat Kaitan dengan Sultan Banjar, Strategi Tionghoa Menetap di Banjarmasin

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin