Kalsel

Catatan Sejarah (2); Ganasnya Buaya di Banjarmasin, Lengah Sedikit Nyawa Taruhannya

apahabar.com, BANJARMASIN – Pada 1926-1930, Banjarmasin “dihantui” ancaman buaya. Lengah ketika beraktifitas di sungai, nyawa taruhannya. Ketua…

Buaya di Kalimantan tahun 1920-an. Foto-koleksi BM Archives

apahabar.com, BANJARMASIN -Pada 1926-1930, Banjarmasin "dihantui" ancaman buaya. Lengah ketika beraktifitas di sungai, nyawa taruhannya.

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya Kalimantan (LKS2B), Mansyur mengungkapkan, pada April 1926, setidaknya tiga koran yakni Tilburgsche Courant (edisi 06 April 1926), Algemeen Handelsblad (edisi tanggal yang sama) serta Limburger Koerier (edisi 09 April 1926), melaporkan bahwa seorang pribumi bernama Amit dan istrinya baru kembali dari bioskop di Bandjermasin pada suatu malam.

Jalanan saat itu berlumpur karena musim hujan. Itulah sebabnya Amit bersama istrinya lalu ke belakang rumah mencuci kaki mereka di sungai.Tiba-tiba seekor buaya muncul, menangkap Amit di kakinya dan menyeretnya ke dalam air.

Istrinya sempat meraih Amit, terjadi tarik menarik. Sayangnya, sang istri tidak berdaya. Monster air itu memenangkannya dan menyeret si suami ke kedalaman air.

Demikian halnya di pertengahan 1928. Seorang penduduk asli Banjar di Kampung Talok Dalam (Teluk Dalam), Bandjermasin sedang mandi di sungai di depan rumahnya sekitar pukul setengah delapan malam.

Tiba-tiba dia diserang buaya, dan korban terkesiap serta langsung berteriak minta tolong. Pada saat mendengar teriakan korban, penduduk bergegas menghampirinya. Untungnya mereka berhasil menyelamatkannya. Dengan kondisi berdarah dan banyak mata luka. Pria yang malang itu segera dibawa ke rumah sakit.

Baca Juga: Catatan Sejarah (1): Ganasnya Buaya di Banjarmasin Tempo Dulu, Puluhan Korban jadi Mangsanya

“Demikian dituliskan Koran De Sumatra Post, edisi 10 Mei 1928,” beber Mansyur.

Setahun kemudian, sambung Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM ini, pemberitaan di koran kembali ramai dengan kisah pergulatan manusia dan buaya. Masih tentang sang aligator. Seperti Koran Soerabaijasch handelsblad (edisi 15 maret 1929), memberitakan seorang penduduk lokal bernama Lima, disergap buaya pada suatu malam di Banjarmasin.

Pria itu baru saja akan kembali ke rumah dari acara syukuran. Setelah selesai acara dia ingin melangkah ke perahu kecil yang terletak di Sungei Wilhelmina (Sungai di kawasan Belitung sekarang). Tiba-tiba dia disambar oleh buaya dan diseret ke dalam air.

Ketika binatang tersebut membawanya, ia berteriak meminta pertolongan. Karena banyaknya orang yang masih hadir di acara syukuran tersebut dan belum seluruhnya pulang, suaranya sangat jelas terdengar.

Segera penduduk berdatangan untuk menyelamatkan. Sayang, semuanya sudah terlambat. Buaya dengan cepat membawa badan Lima ke dasar air. Semua tamu malam itu telah mencari keberadaan tubuh Lima, tetapi tidak ditemukan.

Buaya sudah merambah ke kawasan perkotaan di Banjarmasin yang padat penduduk. Oleh karena itu, kejadian- kejadian buruk serupa sering terjadi. Penduduk dianjurkan untuk selalu membawa pisau kecil ketika bepergian. Alasannya aligator berukuran besar maupun kecil selalu mengintai.

Pada suatu sore, sekitar jam 5 masih di kampung Teluk Dalam. Tidak jauh dari pusat kota Bandjermasin, berdekatan dengan rumah kepala kampung, seorang gadis lokal berumur 10 tahun disambar buaya kecil pada bagian paha.

Kondisi air sungainya sangat dangkal (surut), sehingga anak tersebut agak sulit dan tidak bisa ditarik oleh buaya ke bawah air.

Ketika buaya itu melonggarkan gigitannya, sang gadis kecil tersebut dapat menarik kakinya yang terluka ke belakang dan menjerit dengan nyaring.

"Untungnya buaya tersebut tidak sesegera mungkin menyambarnya, sehingga gadis itu bisa melarikan diri dari sungai. Sangat beruntung memang, luka yang ditimbulkan oleh gigi dan kuku buaya tidak berbahaya," tutur Mansyur.

Pada malam yang sama, si anak kemudian dipindahkan ke rumah sakit militer, di mana ia diobati. Demikian diberitakan De Indische Courant edisi 29 Januari 1931 dan De Sumatra Post (edisi 03 Feb-ruari 1931).

Pada 19 Maret 1931, Nieuwe Tilburgsche Courant juga memberitakan dengan headline, Banjarmasin Darurat Buaya. Dua nelayan muda di Kampung Benoea Anjar (Banua Anyar) di malam hari menghabiskan sekitar sebelas jam di perahu kecil untuk menangkap ikan dengan jaring.

Dalam cahaya bulan yang jelas, mereka menyeberangi sebuah sungai, dengan lebar hampir seratus meter. Pada bagian belakang perahu duduk pendayung yang langsung memperingatkan temannya ketika buaya besar berenang menuju perahu mereka.

Pendayung berusaha menghalau buaya. Namun, hewan itu muncul tepat waktu, dengan kibasan ekornya memukul perahu kecil yang ditumpangi kedua nelayan tersebut. Perahu terbalik dan penumpangnya masuk ke dalam air.

Buaya menyergap salah satu dari nelayan tersebut dan membawanya ke bagian sungai yang dalam. Sementara nelayan lainnya berenang dan berhasil mencapai tepian sungai tanpa terluka.

Dua hari kemudian, jasad korban ditemukan mengambang beberapa kilometer lebih jauh dari posisi mereka sebelumnya di sungai.

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Muhammad Bulkini