Kalsel

Buntut Pembongkaran, Satgas Normalisasi Sungai Banjarmasin Kena Gugat

apahabar.com, BANJARMASIN – Tim Satgas Normalisasi Sungai Pengendalian Banjir (NSPB) Kota Banjarmasin kena gugat. Mereka digugat…

Anggota dari Polda Kalsel meninjau JBG milik Kantor LBH Banjarmasin yang dibongkar Tim Satgas NSPB Banjarmasin. apahabar.com/Riyad

apahabar.com, BANJARMASIN – Tim Satgas Normalisasi Sungai Pengendalian Banjir (NSPB) Kota Banjarmasin kena gugat.

Mereka digugat oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banjarmasin, Yanuaris Frans M dengan didampingi DPC Peradi – Suara Advokat Indonesia (SAI) Cabang Banjarmasin.

Ihwalnya terkait pembongkaran jembatan dan pengrusakan pagar kantor LBH Banjarmasin yang beralamat di Jalan A Yani Kilometer 6, Banjarmasin.

“Kami DPC Peradi-SAI Banjarmasin membentuk tim yang dinamai Tim Advokasi Perlindungan Hak Asasi Warga Banjarmasin memberikan pendampingan hukum kepada LBH Banjarmasin untuk melaporkan Tim Satgas NSPB Banjarmasin ke Polda Kalimantan Selatan (Kalsel),” kata Ketua DPC Peradi Banjarmasin, Abdullah, Senin (1/3).

Selain melapor ke polisi, mereka turut mengajukan gugatan ke sejumlah instansi lain termasuk ke Pengadilan Negeri Banjarmasin.

Pada prinsipnya, kata Abdullah, pihaknya sangat mendukung kegiatan yang dilakukan oleh tim Satgas NSPB bentukan Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina ini.

“Karena urusan sungai ini memang ada peraturan daerah yang mengaturnya,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banjarmasin, Yanuaris Frans M dengan didampingi DPC Peradi – Suara Advokat Indonesia (SAI) Cabang Banjarmasin. apahabar.com/Riyad

Namun, tim Satgas NSPB Banjarmasin ini dinilainya melakukan sebuah kegiatan yang sangat merugikan warga Banjarmasin, terkhusus pemilik ruko dan jembatan bangunan gedung (JBG) yang ada di ruas Jalan Ahmad Yani kilometer 1 hingga kilometer 6 Banjarmasin.

“Di antaranya milik kantor LBH Banjarmasin yang dikuasai oleh saudara Frans ini,” katanya.

“Dalam persepsi kami, menganggap tindakan yang dilakukan oleh tim Satgas NSPB ini sewenang-wenang atau dalam arti kata melanggar hak orang lain,” imbuhnya.

Pasalnya, menurut Abdullah, tindakan oleh tim NSPB dilakukan tanpa adanya pemberitahuan atau kompromi terlebih dahulu kepada si pemilik bangunan.

“Karena menurut ahli dari Ikatan Nasional Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo) pembangunan JBG yang bagus itu memerlukan biaya Rp300 juta – 500 juta. Ini tentu sangat memberatkan jika dibebankan kepada warga,” katanya.

Tindakan tim Satgas NSPB Banjarmasin itu pun dianggap melanggar PP Nomor 34 Tahun 2006 Jo Putusan Mahkamah Agung RO Nomor 144 K/sip/1998 dan Nomor 1531 K/sip/1975.

“Walaupun tindakan itu berdasar Surat Edaran Wali Kota Banjarmasin Nomor 1 Tahun 2021 dan Surat Himbauan Wali Kota Banjarmasin Nomor 600/105-set/DPUPR/2021 tentang Pembongkaran Bangunan tetap saja harus dilandasi kaidah hukum: wajib didahului adanya pemberitahuan kepada pemilik atau yang menguasainya,” katanya.

Atas dasar itu, Abdullah menyimpulkan, Tim Satgas NSPB Banjarmasin telah melakukan perbuatan melawan hukum.

“Perbuatan penguasa yang melanggar hukum atau onrechtmatige overheidsdaad,” katanya.

“Menurut azaz ini, maka yang memiliki hak dapat menuntut ganti rugi sesuai Pasal 1365 KUHPerdata,” tambahnya.

Lebih jauh, mereka juga menyebut kalau Tim Satgas NSPB Banjarmasin tidak memiliki standar model jembatan yang seharusnya.

Kemudian, mereka turut menuntut agar Tim Satgas NSPB yang ada sekarang ini untuk dibubarkan saja.

“Dibentuk lagi dengan komponen yang lebih lengkap,” katanya.

Saran Abdullah, selain orang pemerintah, TNI dan Polri, dalam tim itu mestinya melibatkan sejumlah ahli hingga masyarakat.

“Jadi komponen dalam tim harus lengkap agar terorganisir dengan baik. Jangan asal tunjuk,” katanya.

Terlepas itu, kata Abdullah, pihaknya juga berencana untuk melakukan gugatan class action ke Tim NSPB Banjarmasin.

Gugatan Class Action sendiri adalah gugatan beberapa pihak yang akan diserahkuasakan kepada satu pihak tertentu

“Kita masih tanya pihak lain yang juga dirugikan. Kita juga susun yang mau digugat apakah tim atau pemda dalam hal ini masih kita susun,” katanya.