Kalsel

Buntut Desentralisasi, Dynamic Policy Analysis Alternatif Atasi Banjir Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Banjir melanda sejumlah kabupaten atau kota di Kalimantan Selatan dalam beberapa hari terakhir….

Banjir Kalsel meluluhlantakkan 68 jalan, 14 jembatan, 8 rumah ibadah, hingga 11 sekolah, termasuk Jembatan Sungai Salim di Kabupaten Banjar. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN - Banjir melanda sejumlah kabupaten atau kota di Kalimantan Selatan dalam beberapa hari terakhir.

Ratusan ribu jiwa harus menderita akibat peristiwa nahas tersebut.

Tiga kabupaten menjadi daerah terparah. Di antaranya Kabupaten Banjar, Tanah Laut dan Hulu Sungai Tengah.

Pengamat Kebijakan Publik FISIP ULM, Dr. Taufik Arbain menilai banyak faktor yang mengakibatkan banjir Kalsel.

Salah satunya warisan desentralisasi dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Di mana belied tersebut menegaskan semua izin pertambangan dan perkebunan terletak pada daerah otonom pemerintah kabupaten atau kota.

Namun, selain itu, juga harus diukur dengan menggunakan parameter kependudukan dan pembangunan yang berkelindan dengan lingkungan.

"Investasi di Kalsel sejak desentralisasi tahun 1999 menghadirkan pertumbuhan penduduk yang tinggi mencapai 2-4 persen dari aspek in migration. Kemudian diikuti dengan penggunaan lahan yang masif dalam bentuk pembangunan perumahan dan pemanfataan lahan untuk infrastruktur lain dalam kurun waktu 20 tahun terakhir," ucap Dr. Taufik Arbain melalui siaran pers yang diterima apahabar.com, Selasa (19/1) malam.

Pengamat Kebijakan Publik FISIP ULM, Taufik Arbain. Foto-Istimewa

Implikasi investasi pertambangan dan perkebunan, kata dia, menjadi multiplier effect terhadap sektor lain.

Tak heran, jika Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalsel disumbang sektor pertambangan. Bahkan mampu menggenjot perekonomian masyarakat di Banua.

Sebagaimana disarankan Thomas Vinod, sebut Taufik Arbain, untuk kasus negara-negara berkembang yang memiliki kelimpahan sumber daya alam.

Maka perlu menghadirkan kebijakan proporsional antara keseimbangan modal alam, modal fisik berupa kebutuhan infrastruktur dan modal manusia berupa kesiapan keterampilan menuju pembangunan berkelanjutan.

"Kita meyakini pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota akan mampu memetakan penyebab banjir ini. Jadi tidak sekadar pada aspek tata kelola lingkungan, baik kawasan pegunungan, pedesaan, perkotaan dan rawa. Namun juga aspek lain terkait regulasi, yang sejak 5 tahun terakhir sudah sangat sentralistik."

"Tentu hari ini kepala daerah, aparat dan anggota dewan menjadi pihak yang memikul tanggung jawab besar demikian. Ini harus kita dorong serta apresiasi, tetap semangat dan amanah demi kebaikan di masa akan datang," jelas Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik ULM ini.

Oleh sebab itu, dia menyarankan agar pemerintah mengedepankan pendekatan dynamic policy analysis dalam menghadapi masalah yang sangat kompleks ini.

Khususnya terkait dengan rehabilitasi pembangunan infrastruktur, psikologis masyarakat korban banjir serta pemulihan perekonomian.

Dynamic policy analysis ini, tambah dia, mencoba mendesain ulang kebijakan yang sudah ada. Misalnya terkait perizinan penggunaan lahan untuk kegiatan pertambangan dan perkebunan skala besar.

"Kemudian, mengkaji daerah yang berhasil dalam penyelesaian rehabilitasi banjir dan menciptakan langkah-langkah strategis," tegasnya.

Dia berdalih, tanggung jawab ini sesuai dengan kewenangan daerah dan tidak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada Pemprov Kalsel. Namun diperlukan kolaborasi daerah yang dipandu pemerintah provinsi.

"Di sisi lain, APBD tentu tidak cukup, maka dari itu perlu peran wakil rakyat utusan Kalsel untuk menegosiasi anggaran pusat. Tidak mudah melakukan pengerukan dan kanalisasi apabila hanya mengharapkan APBD semata."

"Dalam kasus banjir kali ini, tampaknya tidak sekadar curah hujan yang sangat tinggi, namun harus diakui ada fator lain yang terakumulasi sebagaimana saya sebutkan sebelumnya. Kita mengapresiasi usaha pemerintah dalam menjalankan fungsinya membantu warga. Demikian juga relawan yang tak kenal lelah. Dalam kondisi demikian, kita perlu jaga solidaritas, informasi yang benar, saling menguatkan menangani korban banjir bersama pemerintah dan aparat. Paling utama kita hindari informasi medsos yang menggiring opini kontraproduktif dalam kebersamaan Banua," tutupnya.