Kalsel

Bukan Sindiran, MAKI Tuntut Polda Kalsel Ganti Rugi Rp 1

apahabar.com, BANJARMASIN – Desakan ganti rugi Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bersama asosiasi sopir truk-pekerja tongkang PT…

Personel dari Polda Kalsel memblokade jalan hauling 101 buntut laporan dugaan pengrusakan aset, 27 November 2021 silam. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN – Desakan ganti rugi Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bersama asosiasi sopir truk-pekerja tongkang PT AGM ke Polda Kalsel menyusut. Dari Rp1 triliun kini hanya Rp1.

Fakta tersebut didapat setelah materi gugatan praperadilan MAKI dibacakan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (17/1).

Sebagai pengingat, gugatan muncul buntut dari blokade jalan khusus batu bara di underpass Tatakan KM 101, Tapin oleh Polda Kalsel sejak 27 November lalu.

Inti dalam gugatan, para penggugat meminta agar garis polisi yang tengah dipasang Polda Kalsel di jalan tersebut segera dicabut.

“Dalil kami garis polisi tak sah karena tak izin pengadilan. Dan tak perlu digaris polisi karena mengganggu kehidupan sopir,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, seusai sidang.

Menariknya, dalam pembacaan gugatan tersebut penggugat mengubah tuntutan ganti rugi baik materiil maupun immateriil dari Rp1 triliun menjadi hanya Rp1.

Alasannya, ujar Boyamin, karena gugatan yang dilayangkan bukan soal ganti rugi akibat tak sahnya penyitaan melainkan lebih terkait penyitaan.

“Karena kami mendalilkan pihak ketiga berkepentingan akibat itu dirugikan sehingga tetap kita tuliskan meskipun hanya Rp1. Ini bukan bentuk sindiran. Memang niatnya bukan ganti-rugi, kita niatnya garis polisi dinyatakan tak sah dan dicabut,” ucapnya.

Usai pembacaan gugatan tersebut, dijadwalkan pihak Polda Kalsel selaku tergugat bakal memberikan jawaban pada Selasa besok (18/1).

Sebelumnya MAKI bersama asosiasi hauling dan asosiasi tongkang mantap menggugat Polda Kalsel atas penutupan jalan hauling Km 101 di Tapin.

Dalam tuntutannya, MAKI menganggap blokade jalan hauling 101 tidak beralasan hukum. Penutupan dianggap tak mengantongi izin pengadilan, berita acara tak diberikan ke pihak-pihak yang berkepentingan, dan merugikan para sopir truk yang berjuang mencari nafkah di tengah pandemi berkepanjangan.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

Terdapat belasan orang pemohon mewakili asosiasi hauling dan asosiasi tongkang batu bara yang mengajukan gugatan praperadilan yang belakangan kuasa dilimpahkan kepada Marselinus Edwin selaku pengacara.

Mereka yang menggugat Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Hendri Budiman di antaranya Muhammad Sapi'i, Mahyudin, Novarein, Setyawan Budiarto, Fadhor Rahman, Moh Irfan Sudibyo, Abdurrahman dan Kartoyo.

Kedua asosiasi tersebut diketahui memiliki ribuan anggota yaitu sopir hauling dan pekerja tongkang yang kini menganggur sejak polisi memblokade Hauling 101 pada 27 November 2021.

“Materinya intinya Dirkrimum Polda Kalsel melakukan pemasangan police line di satu area kira-kira 100 meter lebih di Km 101, akibat police line itu enggak bisa dipakai ‘kan jalan,” jelasnya.

Untuk memperkuat gugatannya, MAKI memiliki sejumlah alasan bahwa penyitaan dan tindakan police line Polda Kalsel di jalan hauling underpass Km 101 Tapin telah menciptakan ketidakpastian hukum.

Pertama, tindakan polisi dianggap menghalangi segala kegunaan fungsi jalan hauling menjadikan fasilitas jalan hauling tidak dapat digunakan secara umum sesuai perizinan bangunan jalan hauling sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.

Kedua, tindakan termohon dianggap tidak sah dikarenakan pemanfaatan jalan hauling a quo telah berdasar hukum yaitu adanya perjanjian di antara pihak-pihak perusahaan yang memanfaatkan jalan hauling tersebut dan belum adanya pembatalan berdasar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Ketiga, tindakan termohon tanpa memberikan keterangan lain serta tanpa adanya laporan kepada Pengadilan Negeri setempat. Tindakan termohon sangat tidak mempunyai dasar, dan pihak Para pemohon menilai tindakan termohon sudah masuk dalam ranah ilegal dan melanggar hukum.

Keempat, tindakan termohon sebagai indikasi pelanggaran Pasal 33 dan Pasal 38 KUHPidana tentang penggeledahan dan Penyitaan dianggap rancu dan mengada-ada.

“Di sini termohon melakukan tindakan paksa secara arogan, tanpa hak, melakukan kewenangannya atas tidak adanya penyidikan suatu delik tindak pidana berdasar surat perintah penyidikan.

Menurut Boyamin, makna penyitaan sesuai KUHP, bahwa setiap tindakan upaya paksa, adalah merupakan obyek praperadilan. Tindakan penyitaan secara substantif juga merupakan yuridiksi obyek praperadilan.

Ia menambahkan bahwa tindakan pemberian garis pembatas dan atau penyegelan adalah termasuk penyitaan, yang apabila tidak terdapat izin ketua pengadilan negeri setempat maka dinyatakan sebagai Penyitaan Tidak Sah.

Praktik terhadap perkara ini telah terjadi dalam Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor : 04/Pid.Pra/2013/PN.Jak.Bar tanggal 26 Juni 2013 dan Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor : 01/Pid.Pra/2011/PN.Bky tanggal 18 Mei 2011 dan telah dikuatkan Mahkamah Agung dalam putusan Peninjaun Kembali Nomor : 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012. (salinan putusan-putusan ini akan menjadi bukti)

"Penyitaan oleh termohon bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan Dan Pengendalian manajemen Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan segala perubahannya terakhir Perkap Nomor 16 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana," tambah Boyamin.

Lebih jauh Boyamin mengungkapkan bahwa dalam proses penyitaan jalan hauling Km 101 Tapin tidak melibatkan dan disaksikan lurah setempat. Hal ini merupakan prosedur wajib penyidikan oleh Kepolisian dalam melaksanakan kewenangannya.

Dampak lebih besar dari penyitaan dan police line yang dilakukan oleh Polda Kalsel adalah berhentinya usaha para tenaga kerja AGM. Nilai kerugian materiil yang dialami pemohon sejak jalan hauling Km 101 mencapai sekitar Rp1 triliun.

"Selain itu para pemohon juga mengalami berbagai tekan sejak usahanya berhenti. Karena itu dalam gugatan praperadilan ini kami juga mengajukan gugatan ganti rugi immateriil Rp1 triliun. Total gugatan materiil dan immateriil sebesar Rp2 triliun. Semoga majelis hakim mendukung perjuangan ribuan pekerja yang terzalimi ini," ungkap Boyamin.

Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Rifa’i saat dikonfirmasi mempersilakan gugatan jika memang masyarakat menilai gugatan praperadilan perlu dilakukan.

“Silakan saja Polda Kalsel untuk menempuh jalur hukum. Kita sama-sama menghormati proses hukum yang berlaku,” ujar Rifa’i.

Kisruh Hauling 101, Sopir Truk AGM Tolak Tawaran TCT