Pemilu 2024

BRIN: Presidential Threshold Bikin Pemilu 2024 Tak Sehat!

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro menyebut ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen

Ilustrasi proses pencoblosan dalam pemilu (Foto: Setda Dompu)

apahabar.com, JAKARTA - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro menyebut ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen bakal membuat pertarungan politik tak sehat.

"Kompetisi kontestasi jadi tidak sehat, ada dikuasai, didominasi oleh kelompok tertentu yang bisa mendikte hanya pasangan tertentu atau calon tertentu yang dapat peluang," kata Siti Zuhro di Gedung Joeang 45, Menteng, Senin (31/7).

Baca Juga: PPP Tolak Presidential Threshold Nol persen, Arsul Sani: Bisa 10 Persen lah!

Bahkan ambang batas pencapresan berpeluang merusak demokrasi yang menjegal sejumlah partai yang memiliki kandidat, namun tak memenuhi syarat sebagai bacapres di Pilpres 2024.

"Ini yang menghilangkan makna esensial dari pemilu yang demokratis yang harusnya menjadi satu kemewahan untuk calon-calon yang betul-betul memenuhi kualifikasi ke dalam suatu kompetisi kontestasi," ujarnya.

Siti menilai bahwa ambang batas pencapresan membuat runyam tatanan dan tahapan Pemilu. Terutama menyimak sikap sejumlah partai dalam menghadapi Pemilu 2024.

Baca Juga: Said Iqbal: Buruh Desak Pencabutan Presidential Threshold!

"PT ini yang memang ruwet mumet. Menurut saya jadi setiap pemilu selalu masalahnya itu dan itu sudah diketahui dan sudah berkali-kali saya berbicara juga di berbagai media karena menjadi semacam permasalahan tersendiri dan kita sudah omongkan tetapi tetap tidak bergeming," jelasnya.

Dirinya menilai dengan adanya presidential threshold menyulitkan partai politik termasuk partai-partai besar yang membutuhkan koalisi jika hendak mengusung calon presiden dan wakil presiden.

"Baru kali ini kita menyaksikan partai-partai politik tidak percaya diri untuk membangun koalisi tambahkan untuk mengusung calon-calon sendiri," imbuh dia.

"Partai besar seperti Golkar sama Gerindra sangat tergantung sama partai menengah. Lah ini apakah akan ada perbaikan ke depan dengan pengalaman yang ruwet seperti itu di saat ini," pungkasnya.