Kalsel

BPS Kalsel Klaim Angka Pengangguran di Banua Turun

apahabar.com, BANJARBARU – Badan Pusat Statistik Kalsel mengklaim angka pengangguran di Banua terjadi penurunan. Penurunan itu…

Ilustrasi. Foto-okezone.com

apahabar.com, BANJARBARU – Badan Pusat Statistik Kalsel mengklaim angka pengangguran di Banua terjadi penurunan.

Penurunan itu berdasarkan perbandingan data pada Agustus 2020 lalu dan Februari 2021.

Kepala BPS Kalsel, Moh Edy Mahmud mengatakan, pada Agustus 2020 jumlah pengangguran di Banua mencapai 103.648 orang.

Namun angka itu dapat ditekan, hingga Februari 2021 turun menjadi 95.001.

“Jadi ada penurunan sekitar 8.647 orang,” katanya melalui Kanal Youtube BPS Kalsel, Senin (17/5).

Pengangguran yang mereka catat merupakan masyarakat yang masuk dalam penduduk usia kerja, di atas 15 tahun.

“Karena usia ini memiliki potensi untuk masuk ke pasar kerja,” ungkapnya.

Penduduk usia kerja di Kalsel dalam setahun terakhir mengalami kenaikan: dari 3,13 juta orang pada Februari 2020, menjadi 3,18 juta di Februari 2021.

“Penduduk usia kerja cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Kalsel,” tambahnya.

Terkait turunnya angka pengangguran di Banua, Edy mengatakan ini dikarenakan semua lapangan pekerjaan mengalami kenaikan dalam menyerap tenaga kerja.

“Kecuali sektor pertanian, perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi yang mengalami penurunan,” ucapnya.

Sektor pertanian sendiri saat ini masih menjadi lapangan pekerjaan yang memiliki distribusi tenaga kerja terbesar.

“Pada Februari 2021 ada 30,64 persen penduduk Kalsel yang bekerja di sektor pertanian. Turun dibandingkan Agustus 2021 yang mencapai 33,33 persen,” katanya.

Sedangkan, perdagangan, rumah makan dan akomodasi menurut Edy, menjadi sektor terbesar kedua dalam menyerap tenaga kerja. Februari 2021, ada 26,61 persen penduduk Banua bekerja di sektor ini. Sedangkan Agustus 2020 sebanyak 26,65 persen.

Ihwal lapangan kerja yang mengalami kenaikan dalam menyerap tenaga kerja, dia menyebut, salah satunya sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

“Sektor ini Agustus 2020 cuma menyerap 15,65 persen tenaga kerja. Pada Februari 2021 mampu menyerap 17,43 persen tenaga kerja,” sebutnya.

Sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi juga mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja: dari 4,60 persen menjadi 4,87 persen.

“Sektor industri juga naik, dari 8,79 persen pada Agustus 2020, menjadi 8,89 persen pada Februari 2021,” ucap Edy.

Meski sejumlah sektor lapangan pekerjaan mengalami peningkatan dalam menyerap tenaga kerja, menurutnya bukan berarti pandemi Covid-19 sudah tidak mempengaruhi dunia usaha.

“Karena saat ini masih ada 248 ribu penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19,” ujarnya.

Karena Covid-19 dari 248 ribu penduduk tersebut, 12 ribu di antaranya menjadi pengangguran; 15,6 ribu tidak dapat bekerja; 210 ribu bekerja dengan pengurangan jam kerja dan 9,5 ribu sisanya menjadi bukan angkatan kerja.

Terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Syahrituah Siregar menyampaikan, pemerintah harus mengantisipasi banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan lantaran Covid-19. Jika tidak bakal terjadi bahaya sosial ekonomi.

“Di mana akan banyak orang kelaparan dan angka kriminalitas meningkat, karena banyak PHK tapi tidak ada sumber pekerjaan baru. Mudah-mudahan itu tidak sampai terjadi,” nilai Syahrituah Siregar.

Menurutnya, agar hal itu tidak terjadi pemerintah bersama pihak terkait harus punya solusi. Salah satunya ialah menyediakan sumber penerimaan dan pekerjaan baru untuk para karyawan yang kena PHK.

“Perlu ada jaring pengaman sosial, proyek padat karya infrastruktur pedesaan dan jalur inovasi bisnis di masa physical distancing untuk menjadi sumber penerimaan dan pekerjaan baru,” bebernya.

Di samping itu, semua pemegang kebijakan, baik pebisnis maupun pemerintah juga harus berhitung ketahanan finansialnya, untuk melihat bisa bertahan berapa lama.