Bos Tambang Harus Tahu, Zakat Pertambangan Bisa Ditunaikan Setiap Hari

Zakat pertambangan tidak termasuk zakat jual beli, melainkan termasuk zakat Ma’adin (tambang). Begitu salah satu ketetapan Fatwa MUI Kabupaten Banjar.

MUI Kabupaten Banjar mengalurkan fatwa zakat pertambangan. Foto-dok.MUI Kabupaten Banjar

apahabar.com, BANJARMASIN - Zakat pertambangan tidak termasuk zakat jual beli, melainkan termasuk zakat Ma’adin (tambang). Begitu salah satu ketetapan Komisi Fatwa MUI Kabupaten Banjar belum lama ini.

Dengan dimasukkannya ke kategori zakat pertambangan, kata Anggota Fatwa MUI Kabupaten Banjar, Habib Ali Husein Al Idrus, maka aturan zakatnya tidak disyaratkan menunggu Haul (satu tahun), melainkan cukup Nishab saja.

"Dengan ketentuan seperti itu, para penambang berkemungkinan bayar zakat setiap hari, jika hasil tambang yang didapat di hari itu masuk timbangan zakat," ujarnya, Senin (9/10).

Komisi Fatwa MUI Kabupaten Banjar. Foto-Istimewa

Habib Ali mengungkapkan hasil ketetapan Komisi Fatwa MUI Kabupaten Banjar: Pertama, tambang emas dan perak yang digali dari bumi yang ada sejak semula baik benda padat maupun benda cair, seperti emas, perak dan minyak, intan, batu bara, biji besi, nikel dan sebagainya WAJIB ZAKAT dengan syarat cukup nishab (timbangan), dan tidak disyaratkan sampai Haul (satu tahun).

Kedua, nisab pertambangan emas, perak, intan, batu bara dan lain-lain adalah 20 dinar, 1 dinar=4,25 gram, maka nishab emas adalah 20 X 4,25 gram=85 gram.

Ketiga, Jumlah yang dikeluarkan 2,5% dari nilai penjualan hasil tambang.

Keempat, zakat pertambangan wajib dihitung ketika dzuhur (Nampak) di atas permukaan bumi, tidak perlu menunggu haul (satu tahun) masa usaha bertambangan berjalan.

"(kelima) Jika para penambang mengalami kerugian, maka diperinci : Jika kerugiannya mengakibatkan tidak mendapatkan untung sama sekali atau bahkan berefek ke modal tambang, maka ZAKAT TIDAK WAJIB. Jika kerugian diartikan masih ada untung dan untungnya masih senilai 85 gram emas, maka tetap WAJIB ZAKAT," ucap Habib Ali.

(Keenam) Adapun Nishab, sambung Habib Ali, dihitung dalam ruang lingkup satu tahun (haulani al-haul). Artinya Jika pada produksi pertama dari pertambangan tidak sampai nisab, maka nilainya ditambah dengan hasil produksi kedua, ketiga dan seterusnya sampai mencapai nisab dalam ruang lingkup satu tahun (haulan al-haul).

Ketujuh, penjumlahan dari setiap produksi sebagaimana yang dijelaskan pada poin 6 berlaku selama tidak berhenti aktivitas tambang dan beralih ke pekerjaan yang lain karena sudah meanggap rugi atau untung sedikit dan sebagainya. Maka jika alasan demikian, penjumlahan dianggap terputus.

"(Kedelapan) Jika berhenti aktivitas atau produksi tambang hanya sementara, seperti ada hal-hal teknis yang rusak, cuaca belum memungkinkan dan sebagainya, maka penjumlahan tetap berlaku."