Kalsel

Blakblakan Kepala BPN Kotabaru Soal Tudingan SK Bodong di Sangking Baru

apahabar.com, KOTABARU – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotabaru, Kadi Mulyono akhirnya angkat bicara seputar tudingan…

Kadi Mulyono akhirnya buka suara seputar polemik sertifikat tanah sejumlah warga Desa Sangking Baru. apahabar.com/Masduki

apahabar.com, KOTABARU – Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotabaru, Kadi Mulyono akhirnya angkat bicara seputar tudingan penerbitan surat keputusan (SK) bodong di Desa Sangking baru.

Kata dia, SK yang dipolemikan warga terkait pemberian hak milik untuk diproses menjadi sertifikat itu sudah sesuai dengan permohonan yang diajukan warga Desa Sangking Baru.

Sepanjang 2020, Kadi bilang, ada 264 warga mengajukan SK hak milik tanah. Pada tiap bidang-bidang tersebut telah dilakukan pengukuran di tahun 2017. Tepatnya, saat ada pendaftaran tanah proyek sistematis lengkap.

Selanjutnya, terbitlah peta bidangnya. Kemudian di tahun 2019 warga Sangking Baru mengajukan hearing atau rapat dengar pendapat di DPRD Kotabaru. Dalam hearing tersebut, warga menyampaikan kesulitan memohon pembuatan sertifikat ke BPN.

Selanjutnya warga secara masif diminta untuk bisa melengkapi, atau memenuhi persyaratan pembuatan sertifikat. Di antaranya, surat-surat penguasaan fisik tanah, seperti segel dan lainnya.

Akhirnya, persyaratan itu telah dipenuhi warga. Sehingga, BPN mendaftarkannya dan memproses guna pembuatan sertifikat.

Sementara proses pembuatan sertifikat berjalan, ternyata ada keberatan dari pihak AB. Ia menyampaikan sebagai pengurus Koperasi Mandiri. AB itu mantan kepala Koperasi Gajah Mada di Telagasari, Kelumpang Hilir.

AB mengaku menyimpan sertifikat-sertifikat anggota-anggota koperasi tersebut. Atas dasar keberatan tersebut, BPN lantas mengundang para warga dan pihak AB.

AB menyampaikan sertifikat yang dimilikinya terbit tahun 2008. Sementara, warga juga mengaku memiliki tanah sesuai surat hak kepemilikan.

Dalam pertemuan, AB meminta kompensasi kepada warga. AB tak keberatan sertifikat diterbitkan dengan nominal Rp7 juta per hektare.

Warga sepakat, dengan catatan AB dapat menunjukkan letak tanah-tanahnya sesuai sertifikat, serta asal usul tanah tersebut.

Selanjutnya, warga dan AB melakukan peninjauan ke lapangan. Namun, tidak terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

Di sana, warga bilang AB tidak dapat menunjukkan letak tanah-tanahnya, serta tidak bisa membuktikan asal usul sertifikat.

Sehingga, warga keberatan terhadap permintaan AB, ihwal kompensasi. Apabila kedua belah pihak bisa bersepakat maka BPN akan menerbitkan sertifikat.

Sebab, BPN menerbitkan sertifikat apabila sudah clear and clean. Artinya, tidak ada permasalahan atas tanah tersebut.

Jalannya ada dua. Apakah melalui musyawarah, atau menempuh jalur hukum.

Apabila persoalan ditempuh dengan musyawarah untuk mendapatkan jalan terbaik.

“Artinya, kalau AB meminta kompensasi kan masih bisa dibicarakan. Rp7 juta itu kan tidak harga mati,” ujar Kadi ditemui apahabar.com, belum lama tadi.

Lalu, manfaatnya bagi masyarakat, atau warga Sangking Baru juga bisa memiliki sertifikat yang sah, dan permasalahan selesai.

Namun ternyata, masing-masing pihak kini memilih menempuh jalur hukum.

“Jadi, silakan menempuh jalur hukum. Nanti, kami akan melayani sesuai keputusan pengadilan. Kalau memang nanti warga yang berhak, kami akan proses pembuatan sertifikat,” katanya.

Sementara, berkenaan dengan sertifikat keluaran lama (2008), BPN Kotabaru sendiri belum memiliki data secara digital. Terkait peta-peta bidang tanah yang telah bersertifikat.

“Beranjak dari itulah BPN melayani warga itu memproses sertifikat. Sebab, dalam peta digital kami masih kosong,” pungkasnya.

Noor Ipansyah, salah satu pengacara menyebut, SK yang diterbitkan kepala BPN berisi pemberian hak milik atas tanah kepada warga di atas tanah yang telah resmi bersertifikat. Foto-apahabar.com/Masduki

Diwartakan sebelumnya, sejumlah warga didampingi pengacara menuding BPN Kotabaru menerbitkan SK bodong.

Noor Ipansyah, salah satu pengacara menyebut, SK yang diterbitkan kepala BPN berisi pemberian hak milik atas tanah kepada warga di atas tanah yang telah resmi bersertifikat.

Tanah itu, diakui memiliki luasan ribuan hektare. Lokasinya berada di kawasan Desa Sangking Baru, Kecamatan Kelumpang Selatan.

“Kami keberatan, dan meminta agar kepala BPN mencabut SK pemberian hak milik tanah kepada sejumlah warga Desa Sangking Baru,” ujar Noor Ipansyah, dalam jumpa pers, Senin (18/1).

Ipan menilai SK yang diterbitkan kepala BPN tahun 2020 telah menyalahi perundang-undangan. Sebab, telah memberikan hak milik tanah di atas tanah yang telah bersertifikat, alias tumpang tindih.

Sementara, sertifikat sendiri disebut telah dikeluarkan BPN Kotabaru tahun 2008 silam.

“Intinya, SK itu tidak benar. Kami meminta agar kepala BPN Kotabaru segera mencabut, dan membatalkan SK-nya. Agar tidak terjadi saling klaim tanah oleh masyarakat,” tegas Ipan, eks direktur PDAM Kotabaru itu.

Ipan bilang terbitnya SK kepala BPN tersebut tentu berdasarkan data pemohon, dilengkapi dengan surat permohonan yang dikeluarkan kepala Desa Sangking Baru.

“Jadi, dalam hal ini, kami menduga kepala desa juga telah membuat surat keterangan yang tidak benar,” ujarnya.