Suap Tes Polisi

Bisnis Gelap Jadi Polisi, ISESS: Tes Antropometri Hindari Calo

Pengamat Kepolisian dari ISESS menyarankan agar tes antropometri untuk calon anggota Polri dilakukan di depan untuk menghindari adanya calo

Pengamat Kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto (Foto: apahabar.com/BS)

apahabar.com, JAKARTA - Adanya temuan calo untuk masuk Polri di Jawa Tengah beberapa waktu lalu membuat Polri berbenah. Polri melalui As SDM-nya, mengeluarkan hotline aduan masyarakat untuk mencegah calo rekrutmen.

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut langkah tersebut harus dilakukan bersama pemindahan proses tes seperti antropometri yang menyulitkan calon-calon personel Polri.

Ia pun menjelaskan antropometri sendiri yang merupakan ukuran proporsional badan, bisa dinilai secara subjektif. Misalnya, ada peserta yang tingginya memenuhi syarat, namun tidak proporsional antara panjang kaki dan panjang badannya.

Baca Juga: Cegah Calo Rekrutmen, Polri Klaim Buka Hotline Aduan Masyarakat

Hal itu demi menghindari atau meminimalisir adanya calo dari oknum-oknum yang ada. Karena, ukuran antropometri itu subjektif, dan bisa dinilai dari dokter atau ahli antropologi ragawi.

"Proses ujian dan pengumuman yang transparan dan akuntabel. Misalnya meletakkan tes-tes subyektif di awal," ujar Bambang kepada apahabar.com, Kamis (13/4).

Menurutnya, dalam tes penerimaan itu, Polri perlu mengatur tahapan yang memudahkan calon personel Polri. Dengan terkesan sulitnya tahapan tersebut, akhirnya membuat potensi peserta yang mengambil 'jalur pintas' untuk bergabung dengan Polri. 

Baca Juga: Polri: Masuk Polisi Gratis, Tanpa Calo dan KKN!

"Perlu mengatur tahapan-tahapan ujian agar tidak merugikan peserta seleksi penerimaan anggota Polri. Jangan sampai tahapan-tahapan tersebut (malah) memberatkan calon dan membuka potensi kecurangan," ungkapnya.

Menurutnya, tes fisik bagi calon anggota Polri itu seharusnya dilakukan pada awal tes masuk Polri. Sehingga, tidak ada lagi anggapan bisa 'menyogok' di akhir tes yang berujung pada adanya calo penerimaan Polri.

"Tes jasmani yang vital, seperti antropometri yang sangat subyektif dan buta warna (yang) seharusnya sudah di awal-awal. Jangan sampai semua peserta yang sudah lulus semua tahapan ujian yang berat di awal, tersandung di akhir karena hal yang fatal seperti tes-tes tersebut," katanya.

Baca Juga: Kompolnas Tuntut Transparansi Usut Kasus Calo Bintara Polri

"Seringkali menjadi alasan menggugurkan peserta di akhir tahap ujian. Padahal itu adalah tes yang vital bagi seorang calon anggota polisi," imbuhnya.

Sebelumnya, Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Irjen Pol Dedi Prasetyo menerangkan telah membuka hotline aduan masyarakat untuk mencegah calo rekrutmen calon anggota Polri.

"Kegiatan rekrutmen ini harus menjadi kontribusi positif dengan melaksanakan prinsip BETAH (bersih, transparan, akuntabel dan humanis), dan clean and clear," ujar Dedi.

Baca Juga: Marak Penipuan Berkedok Janjikan Kelulusan, Ombudsman NTT Ingatkan Tidak Gunakan Calo Bintara Polri

"Operator hotline juga harus proaktif, harus menjawab apa saja yang jadi pertanyaan masyarakat terkait rekrutmen ini," sambung dia.

Dedi menyebut hotline dapat digunakan oleh masyarakat untuk meminimalisir potensi percaloan. Terutama belajar dari peristiwa percaloan di Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Maka jika masyarakat mengalami, melihat, mendengar dan mengetahui adanya dugaan penyimpangan dalam proses penerimaan calon anggota polisi dapat mengadu melalui nomor ponsel.

"Ke nomor ponsel 085773760016. Nomor tersebut langsung terhubung dengan aplikasi WhatsApp SSDM Polri," jelasnya.