Mencari Keadilan

Bertaruh Keadilan di Institusi Polri: No Viral, No Justice!

Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai fenomena 'no viral no justice' dianggap sebagai alat hukum baru oleh masyarakat Indonesia.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo makan siang bersama, seusai memeriksa kesiapan personel yang terlibat pengamanan KTT G20 di Bali. Foto: Humas Polri

apahabar.com, JAKARTA -Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai fenomena 'no viral no justice' dianggap sebagai alat hukum baru oleh masyarakat Indonesia.

Terlebih masyarakat seolah diarahkan untuk memetik keadilan dari kegaduhan di ruang publik.

"Selama ini saluran-saluran yang ada belum memenuhi harapan publik. Realitanya memang masih banyak kasus yang tak diproses dengan baik dan transparan bila tidak viral," kata Pengamat Kepolisian dari ISSES, Bambang Rukminto kepada apahabar.com, Minggu (21/5).

Baca Juga: Polemik Tilang Manual Gerus Reputasi Polri, Begini Kata Pengamat

Bambang mencontohkan sejumlah kasus seperti penganiayaan Mario Dandy yang akhirnya menyeret para pejabat di lingkungan Kemenkeu yang diperiksa KPK usai kedapatan memamerkan harta tak wajar.

Hal tersebut buah karya warganet yang ikut serta dalam menjemput keadilan.

Menurutnya, fenomena viral itu adalah bentuk kontrol sosial pada era keterbukaan informasi dan menunjukkan bahwa kritisisme masyarakat terhadap kepentingan publik meningkat.

Baca Juga: Ratusan Pejabat Polri Belum Serahkan LHKPN ke KPK

"Masyarakat hanya bisa mendorong sesuai harapan mereka," ungkap Bambang.

Untuk itu, selama Polri belum bisa membangun saluran yang bisa dipercaya oleh publik, sepanjang itu pula keadilan menjadi barang yang langka dan mahal.

"Selama itu pula publik akan membangun saluran-salurannya sendiri, satu di antaranya adalah viral di medsos," pungkasnya.