Tak Berkategori

Bersuami Orang Kanada, Nisa Selalu Rindu Ramadan di Banjar

Indonesia adalah negeri yang melimpah budaya. Orang yang dilahirkan di tanah ini, selalu dininabobokan alam dan…

Ilustrasi perempuan bercadar. Foto-net

Indonesia adalah negeri yang melimpah budaya. Orang yang dilahirkan di tanah ini, selalu dininabobokan alam dan tradisi. Saat berada di luar negeri, baru terasa bahwa negeri yang ditinggalkannya adalah 'cerminan surgawi'.

Nita, BANJARMASIN

Menjalankan ibadah puasa bersama keluarga di kampung halaman adalah hal yang didambakan setiap perantauan. Hal ini yang juga dirasakan oleh Awanisa Rizkiah (27) setiap menyambut momen Ramadan setiap tahunnya.

Nisa -panggilan akrabnya- sudah hampir lima tahun mengikuti jejak suami yang berasal dari Kanada. Pada tahun pertama pernikahannya, mereka sempat merasakan berpuasa di Negara Saudi Arabia, karena tuntutan pekerjaan sang suami.

"Kebetulan suami dari Kanada tapi bekerja di KSA (Kerajaan Saudi Arabia). Pernah tahun pertama pernikahan di tahun 2015, kami mencoba menghabiskan Ramadan dan lebaran di sana," ungkap Nisa.

Nisa mengatakan, masyarakat Saudi Arabia terbiasa beraktifitas saat malam hari, sehingga berpuasa selama 16 jam dalam sehari tidak menjadi kendala bagi mereka.

"Mereka biasanya memulai aktifitas saat zuhur atau asar hingga dini hari. Kadang kami jalan-jalan sampai jam dua pagi sekalian cari makan sahur atau menunggu waktu subuh," katanya.

Tinggal di masyarakat yang mayoritas muslim, memudahkannya untuk menemukan tempat beribadah.

"Biasanya kami tarawih di depan apartemen, ada satu masjid namanya Mesjid Al-Rajhi," sebutnya.

Suhu yang mencapai 40 derajat celcius tidak menghalangi mereka beribadah karena seringnya beraktifitas saat malam hari saja.

Karena itulah, menurut Nita, tidak ada kemeriahan yang dia rasakan seperti di Indonesia.

"Bedanya sih mungkin dari sisi religius saat setiap kali beribadah di tanah haram, berdoa, dan ikut umrah saat bulan Ramadan. Sisanya menurut saya pribadithere was nothing special," ucap Nisa.

Kepadaapahabar.com, dia mengaku lebih menyukai suasana Ramadan di Indonesia, sehingga pada tahun-tahun berikutnya, Nisa dan suami memutuskan selalu pulang kampung untuk merayakannya bersama keluarga.

"Selama di Kanada gak pernah ikut berpuasa, karena selalu pulang ke Banjar," jelasnya.

Suasana hangat yang tidak ia dapatkan selama tinggal di luar negeri, membuatnya selalu menanti waktu Ramadan tiba.

"Saya selalu rindu dengan suara imsak atau doa-doa di Mesjid sebelum berbuka. Selain itu kangen juga ketemu teman-teman, ngabuburit, berbuka atau terawih bareng mereka," tambahnya.

Baca Juga: Sendirian di Norwegia, Rae Jalani Puasa dengan Menggigil

Baca Juga: Menengok Aktivitas Si Mahasiswi Cantik Avina Selama Ramadan di Switzerland

Baca Juga: Cerita Mufty dari Italia: Puasa 18 Jam di Musim Panas

Baca Juga: Cerita Yulida dari London; Beratnya Puasa di Negeri Orang, Kangen Suasana Ramadan di Banua

Editor: Muhammad Bulkini