Pemkab Barito Kuala

Berantas Sindikat Pekerja Migran, BP2MI Gandeng Pemkab Batola

apahabar.com, JAKARTA – Dalam upaya memberantas sindikat pekerja migran, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggandeng…

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, bersama Wakil Bupati Batola, H Rahmadian Noor, menandatangani nota kesepakatan perlindungan pekerja migran. Foto: Prokopimda Batola

apahabar.com, JAKARTA – Dalam upaya memberantas sindikat pekerja migran, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggandeng Pemkab Batola untuk membuat kesepakatan.

Kesepakatan itu ditandatangani di Aula KH Abdurrahman Wahid, Jakarta Selatan, Rabu (8/12) malam.

Wakil Bupati Batola, H Rahmadian Noor, dan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, langsung menandatangani nota kesepakatan tersebut.

Selain Barito Kuala, pemerintah daerah lain yang digandeng BP2MI adalah Banjarmasin, Tapin, Aceh Tamiang, Asahan, Padang Pariaman, Agam dan Mesuji.

Kemudian Way Kanan, Lampung Tengah, Pringsewu, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Minahasa Tenggara, Buol dan Grobogan.

Tidak hanya pemerintah daerah, BP2MI juga menjalin kerjasama dengan Yayasan dan Universitas Islam Syekh Yusuf, Poltekes Kemenkes Malang dan Stikes Bala Keselamataan Palu.

Selanjutnya LPK Pusaka Mulia Insani, RS Pelabuhan Jakarta, RS Pelabuhan Cirebon, RS Bhayangkara TK II Semarang, RS Mitra Plumbon Cirebon, dan RS Bhakti Asih.

Adapun kesepahaman itu meliputi sinergi dalam pemberantasan sindikasi pengiriman ilegal pekerja migran dari Indonesia, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta fasilitasi perlindungan.

Juga sosialisasi peluang pekerja migran di negara tujuan penempatan, serta koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi lain yang disepakti sesuai perundang-undangan.

“Kesepakatan ini merupakan perwujudan mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” papar Benny Rhamdani.

Berdasarkan data World Bank, terdapat 9 juta pekerja migran dari Indonesia yang tersebar di 150 negara di dunia.

Namun hanya 4,4 juta orang yang tercatat di dalam sistem BP2MI dan dipastikan telah berangkat secara prosedural. Dengan demikian, mereka dalam pelindungan negara.

“Di sisi lain, 4,6 juta orang adalah pekerja imigran nonprosedural. 90 persen di antaranya adalah korban dari penempatan kerja tidak resmi,” beber Benny.

“Artinya Indonesia sedang berada dalam masa darurat penempatan ilegal pekerja migran yang dikendalikan para mafia dan sindikat,” tegasnya.

Ruang gerak mafia dan sindikat tersebut mesti dikendalikan, mengingat kesempatan bekerja ke luar negeri terbuka besar.

“Contohnya Jepang yang membuka kesempatan untuk 70 ribu tenaga kesehatan dari Indonesia. Namun sampai sekarang baru terpenuhi 4 ribu tenaga kerja dengan penghasilan rata-rata Rp22 hingga Rp30 juta,” papar Benny.

“Jujur andai tidak menjadi Kepala BP2MI, saya begitu tertarik untuk bekerja di luar negeri dengan gaji sebesar itu,” tandasnya sembari berkelakar.