Benny Susetyo: Richard Eliezer Pantas Dapat Keringanan Hukuman

Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) S Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa Richard Eliezer pantas mendapat keringanan hukuman

Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Sekaligus pendiri Setara Institute Antonius Benny Susetyo. FOTO/Istimewa

apahabar.com, JAKARTA - Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Sekaligus pendiri Setara Institute Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa Richard Eliezer pantas mendapatkan keringan hukuman dalam kasus pembunuhan Brigadir Yoshua, dimana Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati terlibat juga dalam kasus ini. 

Richard Eliezer adalah mantan ajudan Sambo, yang diperintahkan oleh Sambo untuk melakukan eksekusi terhadap Yoshua yang menyebabkan kematiannya. Jaksa Penuntut Umum menuntut Richard hukuman penjara selama 12 tahun. Masyarakat Indonesia banyak memandang bahwa tuntutan itu tidak adil.

Benny menyatakan bahwa kasus ini sungguh menyita perhatian masyarakat Indonesia karena dianggap menyalahi rasa keadilan.

"Kenapa? Karena kasus ini menjadi tanda apakah hukum di Indonesia benar-benar berkeadilan; apakah (hukum) berpihak kepada mereka yang lemah, yang secara kasat mata tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatannya. Ini disebut dilema moral," tutur dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/2).

Baca Juga: Sesal LPSK Bharada E Dituntut Bui 12 Tahun: Tanpa Dia Siapa yang Ungkap?

Dilema moral, lanjutnya, dialami ketika pengambilan keputusan hakim untuk memutuskan apakah terdakwa pantas untuk benar dihukum seberat-beratnya, berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai moral dan etika.

"Hakim seharusnya mampu menggali hati nuraninya dalam melihat kasus seperti ini," jelasnya.

Salah satu rohaniwan Katolik ini menilai bahwa tindakan yang diambil Richard pada saat eksekusi adalah sebuah tindakan actus hominis. Artinya adalah tindakan yang dilakukan karena terpaksa. Richard melakukan tindakannya sebagai eksekutor karena dia tertekan rantai komando. 

"Ada relasi yang timpang, dia bawahan, maka dia tidak memiliki daya tawar, kemampuan untuk menolak. Kalau menolak, dia yang akan dikorbankan. Richard mengalami dilema moral, sehingga dia melakukan pembunuhan itu," kata Benny.

"Apalagi secara ksatria, Richard mengungkapkan kebenaran. Harusnya dia mendapat keringanan hukum, karena dia mengungkapkan kejahatan yang luar biasa ini." tambahnya.

Baca Juga: Bharada Eliezer Dituntut 12 Tahun, Kejagung Anggap Sudah Sesuai Aturan

Benny menyatakan bahwa hukum di belahan dunia manapun, terutama di Indonesia, harus memiliki asas dan nilai keadilan.

"Jangan hanya tajam pada orang-orang yang kecil dan lemah, tetapi lembek pada mereka yang memiliki kekuasaan, atau dekat pada penguasa," imbuhnya.

Benny berharap hakim memutuskan dengan memakai hati nuraninya, bukan pertimbangan lain. Karena dengan suara hati, hakim memiliki kejujuran dalam memutuskan. 

"Memutuskan Richard Eliezer harus memakai hati nurani, aspek kemanusiaan, dan aspek keadilan, bukan hanya memakai nalar. Hukum, jika sudah tidak berpihak lagi pada keadilan dan kemanusiaan, maka kehilangan keadabannya." tandasnya.