Kalsel

Belum Masuk Toko Modern, Bungkus Produk Unggulan Batola Kurang Menarik

apahabar.com, MARABAHAN – Kendati sudah memiliki regulasi, penjualan produk unggulan dari Barito Kuala memiliki banyak kelemahan….

Gubernur H Sahbirin Noor mengenakan sasirangan motif Barito Kuala yang segera dipatenkan. Foto-apahabar.com/Bastian Alkaf

apahabar.com, MARABAHAN – Kendati sudah memiliki regulasi, penjualan produk unggulan dari Barito Kuala memiliki banyak kelemahan.

Demi memajukan produk lokal, sudah diluncurkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor 57 tentang Penetapan dan Penggunaan Produk Lokal Unggulan Daerah.

Produk unggulan dimaksud adalah beras siam mutiara, jeruk siam Banjar, nanas Tamban, kuini Anjir, kerupuk pipih, sapi unggul lokal, kain sasirangan, serta anyaman purun tikus dan purun danau.

Namun Perbup Nomor 57 tersebut belum dapat benar-benar diterapkan, mengingat banyak pengusaha kecil mengalami kendala.

Kendala itulah yang dipaparkan sejumlah pengusaha kecil menengah dalam audiensi dengan Bupati Batola, Hj Noormiliyani AS, Senin (10/2).

Mereka hadir berkecimpung untuk jenis usaha es krim jeruk, dodol dan rimpi nenas, beras kemasan dan kain sasirangan.

Berdasarkan paparan sejumlah pengusaha, kendala yang paling menonjol adalah jaminan keberlanjutan produk, termasuk penampilan luar atau bungkus.

Kendala sarana produksi juga cukup menonjol, lantaran pembuatan es krim jeruk di Desa Karang Bunga terpaksa meminjam kantor desa.

“Evaluasi memang harus lebih dulu dilakukan, sebelum Perbup Nomor 57 diterapkan,” papar Wahyu Adibawono, Kabid Perindustrian Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskopperindag) Batola.

“Ketika regulasi sudah diterapkan, barang mesti tersedia dan dapat bersaing di pasaran. Terlebih sesuai peraturan daerah, 20 persen produk lokal wajib masuk toko modern yang beroperasi di Batola,” tambahnya.

Disamping keberlanjutan produk dan pembenahan bungkus, sejumlah produk dari Batola belum memiliki sertifikasi halal.

“Sesuai instruksi Bupati Batola, Diskopperindag harus dapat membantu lima jenis produk mendapatkan sertifikasi halal,” beber Wahyu.

“Kami juga berharap Dinas Perindustrian Kalsel dapat menambah jatah produk yang dibantu mendapat sertifikasi halal. Kalau sebelumnya dua produk per tahun, kedepan mungkin bisa lima,” sambungnya.

Sementara untuk sarana produksi, solusi yang mungkin direalisasikan adalah penempatan usaha tersebut menjadi Badan Usaha Desa (Bumdes).

“Opsi terakhir adalah meminta bantuan kepada Kementerian Perindustrian. Namun sebelum menerima bantuan, harus tersedia tanah seluas 5.000 meter persegi,” jelas Wahyu.

Andai dapat terealisasi, rumah produksi es krim jeruk, serta rimpi dodol dan nenas dapat menjadi destinasi wisata baru.

“Khusus pengrajin sasirangan, direncanakan digelar beberapa pelatihan, mengingat baru sekitar lima pengusaha sasirangan di Batola,” tegas Wahyu.

“Kedepan Bupati menginginkan sasirangan motif Batola tak cuma digunakan ASN setiap Kamis, tetapi juga sekolah-sekolah. Ini bukan untuk membebani, tetapi mendorong kehadiran lapangan kerja baru,” tandasnya.

Sementara salah seorang pengusaha sasirangan, Riduan, mendukung usaha-usaha perbaikan sebelum Perbup Nomor 57 diterapkan.

Usaha yang dikembangkan Riduan sendiri di Kecamatan Barambai, sekarang sudah menarik tenaga kerja hingga 20 orang. Mayoritas merupakan tetangga, baik pria maupun wanita.

Baca Juga:Mengenal Yuniati Karlina, Perancang Motif Sasirangan Batola

Baca Juga:Pakaian Tenaga Honorer Belum Ditentukan, Pemkot Banjarmasin: Kemungkinan Sasirangan

Reporter: Bastian Alkaf

Editor: Syarif