Kalsel

Belanda Pulangkan Keris Diponegoro, Tengkorak Demang Lehman Kapan?

Pemulangan Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro tengah hangat diperbincangkan. Keris itu dikembalikan langsung Raja dan…

Leiden University Medical Center, tempat diduga lokasi terakhir tengkorak Kepala Demang Lehman, panglima perang Banjar. Foto: Istimewa

Pemulangan Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro tengah hangat diperbincangkan. Keris itu dikembalikan langsung Raja dan Ratu Belanda, Raja Willem Alexander, dan Ratu Maxima ke Presiden Joko Widodo. Lantas, tersirat harapan sejumlah pihak; kapan Kepala Demang Lehman, simbol perlawanan masyarakat Banjar di era kolonial itu dikembalikan?

Ahya Firmansyah, BANJARMASIN

BELANDA menyimpan potongan kepala itu lantaran takut Demang Lehman ‘hidup’ lagi. Tengkoraknya masih tersimpan di Museum Leiden, Belanda.

Sementara sejumlah upaya pemulangan tengkorak panglima perang saat Perang Banjar itu sudah dilakukan. Sayangnya, hingga kini tak menuai hasil.

Pemprov Kalsel sebenarnya sudah jauh hari telah mengupayakannya. Terhitung mulai era kepemimpinan Rudy Ariffin hingga Sahbirin Noor.

Kali terakhir tercatat, Gubernur Sahbirin telah bertemu dengan Donald Tick, pemerhati kerajaan Indonesia asal Negeri Kincir Angin tersebut.

Pertemuan berlangsung di rumah dinas sang gubernur, Gedung Mahligai Banjarmasin, medio Juni 2019 silam. Progres pemulangan sampai pada dokumen dan administrasi yang harus diurus Indonesia.

Paman Birin, sebutan Sahbirin berujar, “Saya merespons positif supaya tengkorak kepala Demang Lehman dapat kembali ke Banua.”

Sebagai pengingat, Demang Lehman terlahir dengan nama Idies. Kiai Demang merupakan gelar untuk pejabat yang memegang sebuah distrik di Kesultanan Banjar.

Pria kelahiran Barabai 1832 silam itu mulanya ajudan daripada Pangeran Hidayatullah II sejak 1857.

Oleh karena kesetiaan dan kecakapannya, dan besarnya jasa sebagai panakawan (ajudan) sang pangeran, ia diangkat menjadi kepala distrik.

Belanda memandang Demang Lehman sebagai musuh yang paling ditakuti dan paling berbahaya karena mampu menggerakkan kekuatan rakyat sebagai tangan kanan salah satu pembesar Kesultanan Banjar saat itu, yakni Pangeran Hidayat.

Pada 1864, Pemerintah Belanda menetapkan hukuman gantung terhadap Demang Lehman yang tidak kenal kompromi terhadap Belanda. Demang Lehman dihukum gantung Belanda sampai mati di Martapura, sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda 27 Februari 1864.

Dalam catatan H.G.J.L. Meyners, bertitel Bijdragen tot de Geschiedenis van het Bandjermasinsche Rijk 1863-1866, Demang Lehman saat dieksekusi sedang menjalani puasa. Demang lehman atau Solehmah ditahan beberapa hari, menjalani ibadah puasa. Pada saat buka puasa hanya dengan roti biasa atau roti beras untuk jam-jam tertentu. Demang Lehman dieksekusi pada waktu sore hari, diperkirakan setelah Ashar dimana waktu waktu menjelang berbuka puasa.

Pejabat-pejabat militer Belanda yang menyaksikan hukuman gantung ini kagum dengan ketabahannya menaiki tiang gantungan tanpa mata ditutup. Air muka Demang Lehman tidak berubah. Menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Tiada ada satu keluarganya pun yang menyaksikannya. Termasuk yang menyambut mayatnya.

Setelah selesai digantung dan mati, kepalanya dipotong oleh Belanda dan dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden. Kepala Demang Lehman disimpan di Museum Leiden di Negeri Belanda, sehingga mayatnya dimakamkan tanpa kepala.

Pengamat Sejarah Kalimantan Selatan, Mansyur, agak kesal dengan pemajangan kepala Demang Lehman di Belanda itu. Menurutnya, kepala Demang Lehman bukan barang pajangan. Perlu dimakamkan secara layak ketimbang jadi tontonan khalayak luas.

“Beliau adalah pahlawan bagi Urang Banjar dalam memperjuangkan kemerdekaan banua dari cengkeraman penjajah. Sudah sepantasnya dikuburkan di Taman Makam Pahlawan,” tuturnya saat bincang ringan dengan apahabar.com, belum lama tadi.

Tengkorak atau kepala Demang Lehman, menurut Mansyur, adalah sesuatu yang cukup monumental. Nilainya sangat besar, sebagai pengingat generasi milenial akan sejarah masa lampau.

Demang Lehman, Panglima Perang Banjar. Foto: Istimewa

“Pemakaman kepala Demang Lehman sebagai upaya menjalankan ajaran Islam karena sosok almarhum menganut Islam. Itu sebabnya, tengkorak Demang Lehman mestinya dimakamkan sesuai ajaran Islam dengan kembali ke tanah,” ujar dosen Program Studi Sejarah di FKIP Universitas Lambung Mangkurat ini.

Jika nanti dikembalikan Belanda, masyarakat Indonesia khususnya Banjar diminta tidak usah memperlakukannya secara berlebihan. “Cukup dikembalikan, Kita sudah bersyukur karena bisa menguburkan yang secara tidak langsung sudah menjalankan kewajiban sesuai ajaran agama islam,” jelas dia.

Tengkorak Demang Lehman bernilai sejarah karena terkait identitas perlawanan masyarakat saat Perang Banjar. Tengkorak ini kemudian menjadi salah satu di antara koleksi-koleksi yang paling awal di Museum Volkenkunde atau Museum Etnologi Nasional di Leiden.

Namun begitu masih ada misteri di balik lokasi penyimpanan tengkorak sang pejuang Banjar itu. Sebab, dalam versi lain menyatakan kepala Demang Lehman bukan disimpan di Museum Etnologi Nasional di Leiden.

Menurut Pangeran Chevy Isnendar, keturunan keempat Pangeran Hidayatullah –berdasarkan keterangan Donald Tick yang memang telah lama menelusuri di mana keberadaan tengkorak Demang Lehman — didapatkan lokasi lain, yakni di Museum Anatomi Belanda,

Namun sayang, serupa Mansyur, Donald Tick disebut tak sempat melihat langsung tengkorak Demang Lehman yang ada di museum itu. Lantas, di mana lokasi tepat kepala Demang Lehman disimpan?

Berdasarkan informasi dari Pangeran Chevy, sampai saat ini mengenai lokasi memang belum ada kejelasan karena informasi ini terlalu sensitif, sehingga belum saatnya dipublikasikan.

Apabila ditelusuri kembali keterangan Donald Tick, kepala Demang Lehman disimpan di satu lokasi dengan tengkorak kepala Raja Badu Bonsu II dari Ghana, Afrika. Sebagai informasi, pada 1837, Badu Bonsu II memberontak terhadap pemerintah Belanda, dan membunuh beberapa perwira, termasuk penjabat Gubernur Hendrik Tonneboeijer.

Pada keterangan lain dituliskan Badu Bonsu II, pemimpin kelompok Ahanta itu, diyakini telah dipenggal sebagai pembalasan atas pembunuhan utusan Belanda. Kini tengkorak kepala Badu Bonsu, dikembalikan ke tanah kelahirannya untuk dimakamkan.

Keberadaan tengkorak dari pahlawan Urang Banjar Demang Lehman saat ini diindikasikan kemungkinan besar disimpan dalam formaldehyde di Leiden University Medical Center (LUMC)

Kondisi lainnya, saat ini museum-museum di Eropa melakukan refleksi diri atas barang-barang koleksi yang diambil lewat cara perang atau penjarahan. “Kemudian Belanda sedang kena krisis ekonomi, sehingga sejumlah museum bangkrut atau gabung dengan museum lain untuk bisa bertahan,” kata Mansyur.

“Nah, benda-benda yang ada di dalam museum bangkrut inilah yang kemudian dipertimbangkan, apakah akan dijual, diberikan ke museum lain, atau dikembalikan ke Indonesia,” jelasnya lagi.

Sebab itu, ada hambatan lain dalam pemulangan tengkorak kepala Demang Lehmanm yakni diplomasi.

“Seperti yang dilakukan perwakilan dan kerabat Kesultanan Banjar, kesultanan pernah melakukan lobi ke museum di Belanda untuk pengembalian tengkorak Demang lehman serta berlian juga barang-barang bersejarah lainnya ke kesultanan Banjar. Namun, permintaan itu belum dikabulkan dengan alasan karena saat ini secara resmi Kesultanan Banjar, sebagai pusat kekuasaan, sudah tidak ada,” terangnya.

Hal demikian dinilai Mansyur tidak bisa dilakukan, karena dulu itu adalah milik Kesultanan Banjar yang mana statusnya adalah sebuah negara.

“Sementara sekarang ini negara Banjar sudah tidak ada lagi. Upaya surat-menyurat, menurut keterangan pihak kesultanan juga sudah pernah dilakukan tapi tidak membuahkan hasil,” bebernya.

Kendala lain adalah rasa kekuatiran berlebih dari pihak Kerajaan Belanda. Mansyur mafhum mengingat karena konstelasi politik nasional juga bisa berimbas hubungan diplomatik kedua negara.

Ini belajar dari pengalaman saat Belanda mengembalikan tengkorak Raja Ghana, Badu Bonsu beberapa waktu lalu. Pengembalian itu membuat hubungan dua negara meregang, karena situasi politik yang memanas di Ghana.

“Hal semacam inilah dihindari Belanda, karena mereka tak ingin kejadian yang sama terulang, karena hubungan Indonesia dengan Belanda sudah mesra, meski memiliki akar historis yang sangat kental,” pungkasnya.

Belanda Pulangkan Keris Diponegoro, Tengkorak Demang Lehman Kapan?