Tak Berkategori

Belajar Toleransi di Film ‘Bumi itu Bulat’

apahabar.com, JAKARTA – Sebuah pesan terdapat di film ‘Bumi itu Bulat’. Film yang akan tayang 11…

Ilustrasi film ‘Bumi itu Bulat’. foto-net

apahabar.com, JAKARTA – Sebuah pesan terdapat di film ‘Bumi itu Bulat’. Film yang akan tayang 11 April ini dibintangi oleh Rayn Wijaya, Kenny Austin, Febby Palwita, serta Matius Muchus.

Sang penggagas film ini, Christine Hakim bersama Arie Kriting mengangkat isu tentang toleransi.

Baca Juga: Melodylan, Film Perjalan Cinta Remaja

Film tersebut menceritakan tentang toleransi antarumat beragama di kalangan anak muda saat ini. Tentang bagaimana perbedaan pandangan pada suatu kepercayaan seharusnya bisa saling melengkapi.

“Kalau saya sejak awal gabung bantu terlibat, tujuannya karena di sini ada muatan toleransinya yang disampaikan. Kalau saya melihatnya, kadang berbicara toleransi itu berat, bersinggungan sama etnis SARA yang ujungnya negatif, berbobot berat,” kata Arie pada sesi jumpa pers di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (02/04/2019).

Padahal, ucap dia, masalah toleransi bisa hadir dalam keseharian.

“Contoh sederhana ini anak-anak (Dalam film “Bumi itu Bulat”, red.) mimpi mau tampil di ‘event’ besar sebagai grup akapela tapi terbentur toleransi,” lanjutnya.

Bagi Arie, isu toleransi di Indonesia penting untuk diangkat. Apalagi saat ini masyarakat mudah terpancing oleh hal-hal sensitif seperti agama.

Menumbuhkan rasa toleransi bagi Arie tidak perlu sampai menunggu terjadinya konflik. Sikap itu bisa dipupuk sejak dini, khususnya di kalangan anak muda.

“Masa kita tunggu sampai parah sih untuk mengingatkan toleransi. Kami pernah merasakan konflik perbedaan suku, agama, dan jangan sampai merasakan itu lagi. Sekarang kan isu ke mana-mana, saya pribadi berharap bisa jadi bangsa preventif. Menurut saya harus diingatkan kembali ada mekanisme untuk meringankan pergesekan itu namanya toleransi,” jelas komika tersebut.

Sementara itu Christine Hakim mengagumi bakat Arie. "Saya baru ketemu tiga kali sudah tahu Arie Kriting cerdas. Ada hal yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari kita karena kita cinta NKRI," kata Christine dikutip dari viva.

Tidak berapa lama, pemain film Eat Pray Love tersebut teringat dengan kejadian di Desa Pleret, Bantul, Yogyakarta. Christine merasa sedih membayangkan bila kejadian itu dialami oleh sanak saudaranya sendiri.

"Saya baru dapat pesan sangat memprihatinkan di daerah Bantul ada satu desa yang sejak 2015 kepala desa bikin peraturan tidak mau menerima pendatang baru beragama nonmuslim. Sedih," kata Christine sambil menangis.

Seniman 62 tahun itu berharap lewat film ini dapat mengingatkan masyarakat tentang pentingnya toleransi sebagai sesama warga Indonesia.

"Inilah saya bergembira sekali terlibat di sini, anak-anak penerus bangsa mudah-mudahan bisa berpartisipasi aktif menjaga toleransi ini. Bagaimana juga harus mempertanggungjawabkan itu," pungkasnya.

Baca Juga: Meriahkan Hari Film Nasional, FSB Tunjukkan Film Berkualitas

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin