Kalsel

Belajar Mengajar Online, Apa Ada Anggaran Biaya Kuota?

apahabar.com, BANJARBARU – Pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah atau MPLS secara online dipilih sebagian besar sekolah…

Ilustrasi belajar diu rumah. Foto-apahabar.com/Zulfikar

apahabar.com, BANJARBARU – Pelaksanaan masa pengenalan lingkungan sekolah atau MPLS secara online dipilih sebagian besar sekolah baik menengah pertama maupun menengah ke atas.

Demikian juga dengan proses belajar mengajar khususnya di wilayah red zone.

Pasalnya, mengadakan perkumpulan di tengah pandemi Covid-19 dirasa rawan.
Untuk itu, sekolah memilih berkegiatan belajar mengajar secara daring.

Tentu keputusan ini berdampak pada membengkaknya penggunaan kuota internet siswa.

Hal itu diungkapkan salah satu peserta MPLS online, Wardah yang mengaku kesulitan masuk ke dalam link yang dibagikan akibat kuota menipis. Meski pada akhirnya ia tersambung dan dapat mengikuti pengenalan lingkungan sekolah via online itu.

“Awalnya ga bisa masuk gabung, entah karena sinyal atau apa tapi akhirnya bisa,” ujarnya.

Apakah ada kendala lain selain itu? “Selebihnya lancar saja, cuma kuota internet bengkak,” jawabnya sembari tertawa.

Ia berharap, pihak sekolah dapat membantu memberikan keringanan untuk siswa terkait biaya internet selama kegiatan sekolah dilaksanakan via online.

Sementara itu, Kepala sekolah menengah atas (SMA) negeri 1 Banjarbaru, Finna Rahmawati tak menampik jika salah satu kendala yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan kegiatan sekolah secara daring ini ialah kuota internet.

“Jelas ada, kendalanya karena kita membutuhkan kuota internet, anak-anak baru di hari pertama (MPLS) ini ya mereka kesulitan masuk ke dalam (link) karena mereka tidak memahami aplikasi-aplikasi yang digunakan juga karena jaringan internetnya (sinyal) lelet,” ungkapnya.

Untuk kendala kuota ini, kata Finna ketika PSBB, pihaknya telah memberikan bantuan melalui dana BOS kepada siswa kurang mampu sebesar Rp100 ribu guna keperluan internet.

Menurutnya, prakiraan untuk penggunaan kuota sekitar 40 hingga 50 GB (Giga Bite) per orang (siswa) per bulan. Namun dikarenakan kemampuan pendanaan terbatas maka tidak bisa diberikan secara berkelanjutan.

“Mungkin dari Dinas Pendidikan Provinsi akan ada bantuan kuota untuk anak yang kurang mampu tetapi tidak banyak paling untuk SMAN 1 sekitar 24 orang anak, mereka juga akan dapat bantuan peralatan sekolah,” jelasnya.

Solusi lain terkait kuota internet ini, Finna mengatakan, ia dengan para guru sepakat agar tidak selalu menggunakan video dalam penyampaian materi, kalaupun menggunakan video harus dengan resolusi rendah.

“Kami paham mereka membutuhkan internet, jadi guru nanti tidak terlalu banyak memberikan video-video. Saya akan mengingatkan pada guru-guru kalau mereka mengajarkan melalui video itu paling tidak resolusi diperkecil juga jangan terlalu banyak. Bikin sendiri bagaimana materi pelajaran bisa disampaikan,” pungkasnya.

Selain Finna, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Banjarbaru, Undi Sukarya juga telah memiliki solusi terkait permasalahan ini.

Ditambah lagi pihaknya juga menerapkan MPLS secara online, begitu pun nantinya proses belajar mengajar. “Kegiatan MPLS dilaksanakan mulai hari Rabu, selama tiga hari,” ujarnya.

Diterangkannya, meski MPLS dilaksanakan secara online, namun belum didapati kesulitan dalam mempersiapkannya. Pasalnya, untuk kendala yang paling banyak dikeluhkan siswa yakni terkait kuota internet. Undi mengungkapkan telah ada solusi untuk itu.

“Karena sudah dipersiapkan sebelumnya dan sekolah menganggarkan kuota internet untuk guru dan siswa,” ungkapnya. Sayangnya, ia tak menjelaskan detail besaran anggaran tersebut.

Editor: Syarif