Belajar Memilah Pola Asuh Anak dari The Good Bad Mother

Pola asuh yang diterapkan orang tua tentu berdampak pada perkembangan anak. Begitu pun yang terjadi pada Young Soon dan Kang Ho dalam The Good Bad Mother

Young Soon dan Kang Ho dalam drama Korea, The Good Bad Mother (Foto: Netflix)

apahabar.com, JAKARTA - Pola asuh yang diterapkan orang tua tentu berdampak pada perkembangan anak. Begitu pun yang terjadi pada Jin Young Soon dan Choi Kang Ho dalam The Good Bad Mother, drama Korea terbaru keluaran Netflix.

Dikisahkan, Young Soon merupakan seorang ibu tunggal yang sehari-hari bekerja di peternakan babi sembari mengurus buah hati, Kang Ho. Menjadi single mom sejak putranya masih kecil, Young Soon punya gaya didikan tersendiri.

Young Soon tidak ingin anaknya tumbuh dewasa menjadi sosok yang tidak berdaya dan mudah menyerah. Alhasil, dia pun lebih memilih untuk menjadi ibu yang buruk dengan terus bersikap keras.

Tujuannya memang mulia, yakni mendidik Kang Ho menjadi anak disiplin lagi kuat. Di sisi lain, perlakuan keras itu malah membentuk sosok dengan kepribadian dingin yang ditakuti banyak orang.

Hingga suatu ketika, Kang Ho mengalami kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan. Saat itu pula, sosoknya yang dingin berubah kembali seperti anak kecil.

Demi mengembalikan Kang Ho seperti dulu, Young Soon pun kembali menjadi seorang ibu yang buruk.

Pola Asuh yang Tepat untuk Anak

Dari sepenggal premis The Good Bad Mother itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh sangat berdampak pada kondisi psikososial anak. Tiap orang tua pun membesarkan anaknya dengan gaya didikan yang berbeda.

Kepala Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Diana Setiyawati, menyebut pola asuh orang tua umumnya dibedakan menjadi lima macam.

Salah satunya, gaya pengasuhan permisif. Pola asuh ini mendidik anak dengan aturan tidak jelas, tidak konsisten dalam menerapkan disiplin dan memberikan umpan balik, membiarkan preferensi anak, serta jarang memaksa anak untuk menyesuaikan standar orang tua.

Akibat pola asuh ini, sang anak bakal menunjukkan sikap impulsif-agresif, memberontak, mendominasi, dan kurang berprestasi.

Pola asuh berikutnya adalah gaya otoriter. Gaya ini mendidik anak dengan aturan dan harapan yang kaku, cenderung mengekang, serta overprotective.

“Perilaku anak yang terlihat dari gaya pengasuhan ini adalah mudah terlibat konflik, mudah tersinggung, rentan stres, emosi tidak stabil, dan sulit mengambil keputusan,” ujar Diana, dikutip dari ugm.ac.id, Kamis(27/4).

Diana menjelaskan jenis pola asuh yang berikutnya disebut gaya penolakan. Orang tua dengan pola asuh ini membesarkan anaknya dengan aturan dan harapan yang kaku, tidak perhatian terhadap kebutuhan anak, serta jarang memiliki harapan terhadap anak.

Alhasil, anak yang dididik dengan gaya penolakan ini bakal menunjukkan sikap tidak dewasa atau kekanak-kanakan. Bahkan, bisa sampai memiliki masalah psikologis.

Jenis pola asuh berikutnya, sambung Diana, adalah tidak terlibat alias uninvolved style. Dia memaparkan bahwasanya pola ini mempunyai gaya pengasuhan dengan aturan yang tidak jelas, mengabaikan, dan membiarkan anak selama tidak mengganggu orang tua.

“Perilaku anak yang terlihat adalah menarik diri, soliter atau menyendiri, dan kurang berprestasi,” bebernya.

Diana menyebut pola asuh yang paling ideal adalah gaya pengasuhan authoritative. Sebab, gaya ini mendidik anak dengan aturan yang jelas, melibatkan kedekatan dan kontrol, bersikap terbuka pada anak, dan memberikan umpan balik.

“Gaya pengasuhan authoritative adalah yang ideal. Tentu saja karakter anak yang mandiri, ceria, mampu mengelola stres dan berprestasi adalah yang kita inginkan,” kata Diana.

Dia menyampaikan bahwa penerapan pola asuh juga dapat memengaruhi kesehatan mental si anak. Gaya pengasuhan yang sehat mampu membuat anak menjaga hubungan positif dengan orang lain.

“Pengasuhan yang sehat kuncinya adalah ayah dan bundanya kompak, yang pada akhirnya bermuara pada ketangguhan keluarga,” ujarnya.

Pola pengasuhan yang baik, lanjut dia, juga bisa diperoleh dengan nutrisi anak yang baik dan terjamin. Serta, mengembangkan kendali diri yang tinggi pada anak dan mencegah perilaku anti-sosial.