Relax

Belajar dari Drakor ‘The Law Cafe’: Seperti Apa Kehidupan Anak Koruptor?

apahabar.com, JAKARTA – Drama Korea terbaru, The Law Cafe, sukses mendulang rating tinggi untuk episode perdananya…

apahabar.com, JAKARTA – Drama Korea terbaru, The Law Cafe, sukses mendulang rating tinggi untuk episode perdananya yang mengudara pada Senin (5/9/2022). Serial bergenre romantis ini mengangkat premis 'cinta lama bersemi kembali' antara Kim Jung Ho dan Kim Yoo Ri.

Dikisahkan, Kim Jung Ho adalah seorang jaksa yang cerdas. Namun, karena skandal korupsi sang ayah, dia terpaksa berhenti menekuni profesi tersebut. Dirinya pun menjadi pengangguran, di mana hanya mengandalkan uang sewaan dari gedung yang dia miliki untuk menyambung hidup.

Salah satu penyewa kamar di gedungnya ialah Kim Yoo Ri, teman sekolahnya dulu. Entah apa alasannya, mantan pengacara dari perusahaan ternama ini memutuskan untuk membuka kafe, yang lantas dia namakan "Law Cafe." Dari sinilah, benih-benih cinta antara Kim Jung Ho dan Kim Yoo Ri yang tertinggal semasa sekolah menengah atas, kembali bersemi.

Berhenti Jadi Jaksa karena Ayahnya Koruptor

Di samping kisah romansa yang menjadi sorotan utama drama The Law Cafe, ada hal lain yang tak kalah menarik: latar belakang si tokoh utama. Sebagaimana disinggung sebelumnya, Kim Jung Ho merupakan anak seorang koruptor.

Meski dirinya tak terlibat langsung dalam skandal korupsi yang dilakukan sang ayah, tetap saja Jung Ho merasa bertanggung jawab. Terlebih lagi, profesinya yang bergerak di bidang hukum, terasa seolah kurang elok untuk terus dia lakoni.

Akhirnya, tokoh utama yang diperankan Lee Seung Gi ini pun menjadi pengangguran. Namun, dia boleh dibilang masih beruntung, mengingat masih bisa mengandalkan uang sewaan untuk menyambung hidup. Untungnya lagi, dia menemukan tambatan hati di tengah keterpurukan.

Hal yang demikian tentu saja tak seratus persen sesuai dengan kenyataan. Realitanya, justru banyak anak koruptor merasa sulit melanjutkan hidup karena ulah orang tuanya.

Cenderung Berujung Depresi

Pernyataan tersebut bukan asumsi belaka. Melansir jurnal Korupsi dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Psikologis Anak (2015), anak yang memiliki orang tua yang menyandang gelar koruptor cenderung menutup diri, baik dengan teman terdekat maupun lingkungan sekitar.

Penelitian itu pun menambahkan bahwa anak koruptor biasanya malu dalam bergaul, sehingga membuatnya sulit mencapai kesejahteraan psikologis. Ini berbanding terbalik dengan anak yang mempunyai orang tua bebas korupsi, di mana lebih bisa mengekspresikan diri dalam berbagai kegiatan positif.

Hal serupa juga pernah disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Firli Bahuri, pada tahun 2020 silam. Dia menceritakan pengalamannya saat bertemu dengan keluarga dari para penggarong uang negara.

"Saya pernah bertemu dengan keluarga tersangka korupsi. Apa yang terjadi? Anaknya tidak mau kuliah lagi, tidak keluar rumah, tidak bergaul dengan temannya, dan mengalami depresi,” bebernya, seperti dikutip dari viva.co.id, Rabu (7/9/2022).

Untuk itu, Firli mewanti-wanti para pemangku jabatan agar menjauhi tindakan korupsi. Sebab, konsekuensinya tak cuma ditanggung diri sendiri, melainkan juga bisa menjalar kepada orang-orang yang mereka kasihi. (Nurisma)