Nasional

Bekas Menteri SBY Wanti-Wanti Rencana Jadikan Kalsel Ibu Kota RI

apahabar.com, BANJARMASIN – Banjir kerap melanda dua kabupaten di Kalimantan Selatan. Di antaranya Tanah Bumbu dan…

Menteri Lingkungan Hidup (2009-2011) dan Menteri Riset dan Teknologi (2011-2014) Gusti Muhammad Hatta, dalam Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), di Novotel Banjarbaru, Senin (15/7) pagi. Foto-apahabar.com/Muhammad Robby

apahabar.com, BANJARMASIN – Banjir kerap melanda dua kabupaten di Kalimantan Selatan. Di antaranya Tanah Bumbu dan Kotabaru.

Bumi Lambung Mangkurat juga menjadi satu dari lima provinsi di Indonesia yang berstatus siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Namun, posisi Kalsel terbilang sentral, berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II di sekitar Selat Makassar. Dijamin bebas gempa bumi dan gunung api.

Juga, berada di tengah wilayah Indonesia, berada dalam cakupan pelayanan jalan nasional, dan secara historis tidak pernah terjadi konflik sosial.

Secara infrastruktur dan daya dukung juga memadai. Punya lima bandara, yaitu: Bandara Warukin, Syamsudin Noor, Bandara Bersujud, Bandara Gusti Syamsir Alam, dan Bandara Mekar Putih.

Juga, Pelabuhan Samudera Batulicin, Pelabuhan Nasional Trisakti, Pelabuhan Stagen, dan Pelabuhan Internasional Mekar Putih.

Tinggal menunggu kesiapan infrastruktur tambahan. Seperti kereta api dan jalan bebas hambatan.

Kini, Kalsel adalah salah satu alternatif dari ibu kota negara. Di samping Kaltim, dan Kalteng. Kepada apahabar.com, Gusti Muhammad Hatta menilai Kalsel layak menjadi pengganti Jakarta.

Meskipun, menurut mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Riset dan Teknologi Kabinet Indonesia Bersatu II, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

“Seperti yang telah saya sampaikan tadi, hati-hati terhadap air (Banjir, Red),” ucap eks Menteri Riset dan Teknologi, usai Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), di Novotel Banjarbaru, Senin (15/7) pagi.

Perlu ada langkah proaktif dan preventif terkait karhutla. “Pemerintah mesti cepat tanggap. Jangan takut mengeluarkan anggaran besar untuk penanggulangan bencana,” tambahnya.

Untuk banjir, kata dia, mesti diantisipasi dengan membangun embung. Kawasan yang diusulkan merupakan kawasan karst. Sehingga mampu menampung air.

“Selagi kawasan Karst itu tak rusak,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono menuding jika Kalsel sudah darurat ruang dan bencana ekologis.

Banjir yang melanda Tanah Bumbu (Tanbu) dan Kotabaru jadi salah satu indikatornya.

Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial Universitas Lambung Mangkurat (PPISD ULM) menyebut genangan banjir di Tanbu mencapai 4.252 hektar.

Banjir ditengarai bukan hanya faktor cuaca ekstrem, melainkan degradasi lingkungan akibat tambang batu bara.

Di Tanbu, meminjam catatan Walhi, 79 persen wilayahnya sudah dibebani izin tambang (63%) dan Sawit (16 %).

Sementara, untuk Kalsel, dari 3,7 juta hektar total luas lahan, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit.

Mengenai tudingan Walhi tadi, Gusti berdalih Kementerian PPN/Bappens RI sudah melakukan kajian dan mempelajari secara komprehensif.

“Misalnya kawasan tersebut terdapat HPH atau konsesi pertambangan dan perkebunan lainnya. Lalu, apakah izin tersebut aktif atau tidak. Karena berdasarkan aturan, kalau konsesi itu tak aktif, maka harus dicabut,” katanya.

Terkait kepemilikan lahan, saran dia pemerintah mesti waspada. Harus memeriksa secara mendalam. Meski terlihat sepintas, bukan berarti tanah itu tak bertuan.

Baru setelah diputuskan pemindahan, secara tiba-tiba bermunculan pemilik tanah atau spekulan.

“Seperti halnya di Jonggol Bogor yang gagal. Lantaran, semua masyarakat telah mengklaim kepemilikan lahan,” tegasnya.

Sebelum terpilih sebagai ibu kota, Kalsel memerlukan kajian secara intensif. Dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatif.

“Jangan sampai setelah terpilih timbul masalah yang tak dipertimbangkan. Seperti hal Brasil yang saat ini sedang kebingungan. Lantaran, ada yang terlupakan dalam proses mengkaji di awal,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian PPN/Bappenas menggelar Dialog Nasional Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), di Novotel Banjarbaru, Senin (15/7) pagi.

"Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable" jadi tema yang diangkat.

Dialog untuk mendapatkan masukan terkait kesiapan Kalsel jadi salah satu calon alternatif, dari perspektif lingkungan hidup serta perspektif sosial dan budaya.

Tampak hadir Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy S. Prawiradinata. Selain Rudy, hadir Gubernur Kalsel Sahbirin Noor sebagai pembicara utama.

Ada pula sebagai pembahas dalam talkshow adalah Rektor Universitas Lambung Mangkurat Sutarto Hadi, Gusti Muhammad Hatta, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan Universitas Lambung Mangkurat Taufik Arbain, dan moderator Hendricus Andy Simarmata.

"Pemindahan ibu kota sudah pasti akan di Kalimantan. Di mana pun ibu kota baru akan dibangun, dampaknya ke seluruh Kalimantan akan signifikan. Ini adalah seri Dialog Ibu Kota Negara untuk tiga lokasi di Kalimantan. Setelah dari sini, kami akan ke Palangkaraya dan Balikpapan,” jelas Rudy.

Ibu kota dipindahkan ke tengah agar tak Indonesia-sentris. Seimbang terhadap seluruh wilayah Indonesia. Itulah mengapa Kalimantan menjadi pilihan, selain karena lahan yang luas dan relatif aman bencana.

“Pemindahan ibu kota negara akan memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, juga mendorong perdagangan antar wilayah Indonesia," jelasnya seperti diwartakan sebelumnya.

Asal tahu saja, hingga saat ini, Kementerian PPN/Bappenas masih dalam proses merampungkan kajian. Untuk menentukan lokasi pasti pemindahan IKN. Presiden RI Joko Widodo akan mengumumkan lokasi terpilih pada tahun ini.

Terkait aspek lingkungan hidup, Deputi Rudy menyampaikan tema besar pemindahan ibu kota baru. "Temanya adalah forest city, bukan lagi membangun taman kota tapi didesain sebagai kota hijau,” jelas dia.

Pihaknya ingin memastikan Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Saat ini, baru satu kota di dunia yang mengklaim sebagai forest city, yaitu London. London awalnya bukan kota hijau.

“Namun kemudian didesain dan dikembangkan menjadi forest city," jelas dia.

Baca Juga:Ini Alasan Utama Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan

Baca Juga:Pemindahan Ibu Kota Genjot Pemerataan Ekonomi dan Pembangunan Daerah

Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah